Rabu, 26 November 2014

Pesan Natal Bersama KWI-PGI Tahun 2014: Berjumpa dengan Allah dalam Keuarga

BERJUMPA DENGAN ALLAH DALAM KELUARGA

“Mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu” (Luk 2:16)



Dalam perayaan Natal tahun ini, kami mengajak seluruh umat Kristiani untuk menyadari kehadiran Allah di dalam keluarga dan bagaimana keluarga berperan penting dalam sejarah keselamatan. Putera Allah menjadi manusia. Dialah Sang Imanuel; Tuhan menyertai kita. Ia hadir di dunia dan terlahir sebagai Yesus dalam keluarga yang dibangun oleh pasangan saleh Maria dan Yusuf.

Melalui keluarga kudus tersebut, Allah mengutus Putera Tunggal-Nya ke dalam dunia yang begitu dikasihi-Nya. Ia datang semata-mata untuk menyelamatkan manusia dari kekuasaan dosa. Setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak akan binasa, tetapi akan memperoleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16-17).



Natal: KelahiranPutera Allah dalamKeluarga

Kelahiran Yesus menguduskan keluarga Maria dan Yusuf dan menjadikannya sumber sukacita yang mengantar orang berjumpa dengan Allah. Gembala datang bergegas menjumpai keluarga Maria, Yusuf, dan Yesus yang terbaring dalam palungan. Perjumpaan itu menyebabkan mereka pulang sebagai kawanan yang memuliakan Allah (Luk 2: 20). Orang-orang Majus dari Timur sampai pada Yesus dengan bimbingan bintang, tetapi pulang dengan jalan yang ditunjukkan Allah dalam mimpi (Mat 2: 12). Perjumpaan dengan Yesus menyebabkan orientasi hidup para gembala dan Majus berubah. Mereka kini memuji Allah dan mengikuti jalan-Nya.

Natal merupakan sukacita bagi keluarga karena Sumber Sukacita memilih hadir di dunia melalui keluarga. Sang Putera Allah menerima dan menjalani kehidupan seorang manusia dalam suatu keluarga. Melalui keluarga itu pula, Ia tumbuh dan berkembang sebagai manusia yang taat pada Allah sampai mati di kayu salib. Di situlah Allah yang selalu beserta kita turut merasakan kelemahan-kelemahan kita dan kepahitan akibat dosa walaupun ia tidak berdosa (bdk. Ibr. 4:15).

Keluarga sebagai Tanda Kehadiran Allah

Allah telah mempersatukan suami-istri dalam ikatan perkawinan untuk membangun keluarga kudus. Mereka dipanggil untuk menjadi tanda kehadiran Allah bagi satu sama lain dalam ikatan setia dan bagi anak-anaknya dalam hubungan kasih. Keluarga merekapun menjadi tanda kehadiran Allah bagi sesama. Berkat perkawinan Kristen, Yesus, yang dahulu hadir dalam keluarga Maria dan Yusuf, kini hadir juga dalam keluarga kita masing-masing. Allah yang bertahta di surga tetap hadir dalam keluarga dan menyertai para orangtua dan anak-anak sepanjang hidup.

Dalam keluarga, sebaiknya Firman Tuhan dibacakan dan doa diajarkan. Sebagai tanggapan atas Firman-Nya, seluruh anggota keluarga bersama-sama menyampaikan doa kepada Allah, baik yang berupa pujian, ucapan syukur, tobat, maupun permohonan. Dengan demikian, keluarga bukan hanya menjadi rumah pendidikan, tetapi juga sekolah doa dan iman bagi anak-anak.

Dalam Perjanjian Lama kita melihat bagaimana Allah yang tinggal di surga hadir dalam dunia manusia. Kita juga mengetahui bahwa lokasi yang dipergunakan untuk beribadah disebut tempat kudus karena Allah pernah hadir dan menyatakan diri di tempat itu untuk menjumpai manusia. Karena Sang Imanuel lahir dalam suatu keluarga, keluargapun menjadi tempat suci. Di situlah Allah hadir. Keluarga menjadi ”bait suci”, yaitu tempat pertemuan manusia dengan Allah.

Tantangan Keluarga Masa Kini

Perubahan cepat dan perkembangan dahsyat dalam berbagai bidang bukan hanya memberi manfaat, tetapi juga membawa akibat buruk pada kehidupan keluarga. Kita jumpai banyak masalah keluarga yang masih perlu diselesaikan, seperti kemiskinan, pendidikan anak, kesehatan, rumah yang layak, kekerasan dalam rumah tangga, ketagihan pada minuman dan obat-obatan terlarang, serta penggunaan alat komunikasi yang tidak bijaksana. Apalagi ada produk hukum dan praktek bisnis yang tidak mendukung kehidupan seperti pengguguran, pelacuran, dan perdagangan manusia. Permasalahan-permasalahan tersebut mudah menyebabkan konflik dalam keluarga. Sementara itu, banyak orang cenderung mencari selamat sendiri; makin mudah menjadi egois dan individualis.

Dalam keadaan tersebut, keluhuran dan kekudusan keluarga mendapat tantangan serius. Nilai-nilai luhur yang mengekspresikan hubungan cinta kasih, kesetiaan, dan tanggungjawab bisa luntur. Saat-saat kudus untuk beribadat dan merenungkan Sabda Allah mungkin pudar. Kehadiran Allah bisa jadi sulit dirasakan. Waktu-waktu bersama untuk makan, berbicara, dan berekreasipun menjadi langka. Pada saat itu, sukacita keluarga yang menjadi dasar bagi perkembangan pribadi, kehidupan menggereja, dan bermasyarakat tak mudah dialami lagi.

Natal: Undangan Berjumpa dengan Allah dalamKeluarga

Natal adalah saat yang mengingatkan kita akan kehadiran Allah melalui Yesus dalam keluarga. Natal adalah kesempatan untuk memahami betapa luhurnya keluarga dan bernilai- nya hidup sebagai keluarga karena di situlah Tuhan yang dicari dan dipuji hadir. Keluarga sepatutnya menjadi bait suci di mana kesalahan diampuni dan luka-luka disembuhkan.

Natal menyadarkan kita akan kekudusan keluarga. Keluarga sepantasnya menjadi tempat di mana orang saling menguduskan dengan cara mendekatkan diri pada Tuhan dan saling mengasihi dengan cara peduli satu sama lain. Para anggotanya hendaknya saling mengajar dengan cara berbagi pengetahuan dan pengalaman yang menyelamatkan. Mereka sepatutnya saling menggembalakan dengan memberi teladan yang baik, benar, dan santun.

Natal mendorong kita untuk meneruskan sukacita keluarga sebagai rumah bagi setiap orang yang sehati-sejiwa berjalan menuju Allah, saling berbagi satu sama lain hingga merekapun mengalami kesejahteraan lahir dan batin. Natal mengundang keluarga kita untuk menjadi oase yang menyejukkan, di mana Sang Juru Selamat lahir. Di situlah sepantasnya para anggota keluarga bertemu dengan Tuhan yang bersabda: ”Datanglah kepadaKu, kamu yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Mat 11: 29) Dalam keluarga di mana Yesus hadir, yang letih disegarkan, yang lemah dikuatkan, yang sedih mendapat penghiburan, dan yang putus asa diberi harapan.

Kami bersyukur atas perjuangan banyak orang untuk membangun keluarga Kristiani sejati, di mana Allah dijumpai. Kami berdoa bagi keluarga yang mengalami kesulitan supaya diberi kekuatan untuk membuka diri agar Yesus pun lahir dan hadir dalam keluarga mereka.

Marilah kita menghadirkan Allah dan menjadikan keluarga kita sebagai tempat layak untuk kelahiran Sang Juru Selamat. Di situlah keluarga kita menjadi rahmat dan berkat bagi setiap orang; kabar sukacita bagi dunia.


SELAMAT NATAL 2014 DAN TAHUN BARU 2015



Jakarta, 21 November 2014

Atas nama

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia,                         Konferensi Waligereja Indonesia,

Pdt. Dr. Andreas A. Yewangoe                                       Mgr. Ignatius Suharyo
Ketua Umum                                                                  K e t u a

Pdt. Gomar Gultom                                                         Mgr. Johannes Pujasumarta
Sekretaris Umum                                                             Sekretaris Jenderal

Sumber:  http://www.mirifica.net/2014/11/26/pesan-natal-bersama-kwi-pgi-tahun-2014/

Sabtu, 15 November 2014

Pesan KWI Menyongsong Tahun Hidup Bakti 2015


“Betapa Indah Panggilan-Mu, Tuhan!”(bdk Mzm 84:2)

Saudara-saudari Umat Beriman, para Imam, Frater, Bruder dan Suster yang terkasih,

Dalam pertemuan dengan para Pemimpin Umum Tarekat Religius di Roma pada tanggal 27-29 November 2013, Paus Fransiskus mencanangkan tahun 2015 sebagai Tahun Hidup Bakti. Pada tahun yang sama Gereja memperingati 50 tahun dua dokumen penting Konsili Vatikan II, yaitu Perfectae Caritatis (Dekret Tentang Hidup Bakti) dan Lumen Gentium (Konstitusi Dogmatis Tentang Umat Allah). Kedua Dokumen ini secara khusus berbicara tentang hidup bakti. Kita juga mengenang dengan rasa syukur Dokumen Konsili Ad Gentes yang berbicara tentang peran khusus komunitas hidup bakti dalam perutusan Gereja. Tahun Hidup Bakti akan dibuka secara resmi pada tanggal 21 November 2014 dan akan ditutup pada tanggal 21 November 2015. Pada tanggal 21 November itu diperingati Santa Perawan Maria Dipersembahkan Kepada Allah. Sepanjang tahun itu seluruh umat diajak untuk berdoa dan merenungkan makna hidup bakti bagi hidup dan tugas perutusan Gereja. Hidup Bakti dipahami sebagai hidup yang dipersembahkan kepada Allah dengan kesetiaan mengikuti dan melaksanakan nasihat-nasihat Injil dalam ketaatan, kemurnian dan kemiskinan. Hidup Bakti merupakan tanda nyata dari cita-cita kesempurnaan hidup kristiani yang ditawarkan Allah kepada seluruh umat beriman.

Makna dan Tujuan Tahun Hidup Bakti

Pencanangan Tahun Hidup Bakti patutlah disyukuri sebagai ajakan kepada seluruh Gereja untuk semakin menyelami makna dan pentingnya pilihan hidup bakti sebagai salah satu bentuk panggilan khusus untuk hidup dan karya pelayanan Gereja. Lebih jauh pencanangan itu dimaksudkan untuk mengobarkan semangat dan cinta putra-putri Gereja agar semakin terbuka, lapang hati dan dengan keberanian iman menjawab panggilan Allah. Tahun Hidup Bakti patutlah dijadikan kesempatan untuk merenung dan membaharui komitmen kesetiaan kepada Tuhan, kepada pelayanan Gereja, kepada pemikiran dan cita-cita dasar pendiri tarekat masing-masing, dan kepada masyarakat pada zaman ini, meskipun ditemui banyak kesulitan dan tantangan. Kesempatan ini sungguh tepat untuk merenungkan kembali bagaimana seluruh umat beriman, khususnya kaum muda, dipanggil Allah untuk mempersembahkan seluruh hidup melalui penghayatan akan nasihat-nasihat Injil demi kemuliaan Allah dan keselamatan sesama serta keutuhan alam ciptaan. Tokoh iman yang patut dijadikan suri-teladan dalam kehidupan demikian adalah Bunda Maria, yang sungguh berserah-diri secara total kepada Allah dengan menyimpan segala perkara iman dalam hatinya dan merenungkannya.

Tujuan mulia dari pencanangan Tahun Hidup Bakti: Pertama, untuk “mengenang dengan penuh syukur masa lalu”. Kendatipun turut mengalami tantangan dari krisis yang melanda dunia dan Gereja, para pemeluk hidup bakti tetap berusaha hidup di dalam pengharapan. Gereja bersyukur karena hidup dan pelayanan tarekat-tarekat hidup bakti tidak didasarkan semata-mata atas kekuatan manusia, tetapi terlebih atas iman dan harapan kepada Allah. “Karena kami mempunyai pengharapan yang demikian, maka kami berani bertindak dengan penuh keberanian” (2Kor 3:12). Diteguhkan oleh sabda Kristus, para pemeluk hidup bakti memperoleh keyakinan untuk turut berucap: “Di dalam Dia, tidak ada yang dapat merampas harapan kita” (bdk. Yoh 16:22). Kedua, untuk “merangkul masa depan dengan harapan”. Pengharapan ini tidak dapat menjauhkan hidup umat beriman dari semangat untuk tetap menjalani hidup yang telah dianugerahkan Allah. Para pemeluk hidup bakti tetap berusaha mengarahkan pandangan kepada Kristus yang hidup mulia dalam kemuliaan surgawi. Ketiga, untuk mendorong para religius khususnya agar “menjalani hidup hari ini dengan penuh semangat.” Semangat hidup dengan penghayatan nilai Injili berhubungan dengan “hidup dalam kasih, persahabatan sejati, dan persatuan yang mendalam.” Tahun Hidup Bakti 2015 akan terpusat pada pewartaan Injil, dengan maksud membantu umat beriman makin memahami makna “indahnya mengikuti Kristus” yang terungkap melalui berbagai bentuk panggilan hidup membiara.

Pemeluk Hidup Bakti dan Peranannya dalam Gereja

Dalam setiap zaman ada pria dan wanita yang karena taat kepada panggilan Bapa dan dorongan Roh Kudus, berani mengikuti Kristus dan mengabdikan diri kepada Allah, dengan memusatkan perhatian pada perkara-perkara Tuhan (bdk. 1 Kor 7:34). Meneladani semangat hidup apostolik, mereka bercita-cita meninggalkan segala sesuatu, agar dengan bantuan Roh Kudus dan kebebasan pribadi melayani Allah dan umat beriman melalui penghayatan hidup bakti. Dengan cara hidup yang khusus, para pemeluk hidup bakti turut-serta menjadikan misteri Allah tetap bersinar dan misi Gereja terlaksana dengan cara yang khas. Itulah makna hidup mereka demi pelayanan umat dan pembaharuan masyarakat.

Hidup Bakti adalah suatu cara hidup khusus bagi mereka yang mengalami sapaan pribadi oleh Allah dan menanggapinya secara khas. Sapaan ini pada hakekatnya adalah sapaan kasih, yang menjadikan seorang religius menjadi teguh, bersemangat dan senantiasa gembira dalam menghayati hidup baktinya. Karena cinta yang diperoleh dari perjumpaan pribadi dengan Tuhan Yesus itulah para pemeluk hidup bakti mengalami sentuhan rohani dan terdorong untuk menjadi nabi yang siap menjadi pendengar dan pelaku sabda (bdk. Luk 10: 25-37), dan akhirnya mendorong mereka menghayati panggilan hidup mistik, yang nyata dalam hidup doa yang mendalam, serta pada kepekaaan terhadap tanda-tanda zaman.

Harapan ke Depan

Konferensi Pimpinan Tinggi Antar Religius Indonesia (KOPTARI) sebagai lembaga yang menaungi tarekat-tarekat religius Indonesia telah merencanakan sejumlah hal untuk mengisi Tahun Hidup Bakti. Tema yang dipilih adalah “Mensyukuri dan Memberi Kesaksian tentang Keindahan Mengikuti Kristus sebagai Religius”. Ucapan yukur dan kesaksian itu diungkapkan dan diwujudkan dalam berbagai kegiatan.

Dalam kerjasama dengan Gereja setempat, Tahun Hidup Bakti dapat dilaksanakan dengan berbagai kegiatan untuk mengembangkan rasa syukur dan kesadaran iman atas keluhuran panggilan Allah dalam Gereja. Seluruh umat beriman, bukan hanya para pemeluk hidup bakti kami himbau dengan sangat agar berusaha menanamkan rasa syukur dan kagum atas panggilan suci dengan berpedomankan Sabda Tuhan: “Betapa indah panggilanMu, Tuhan!” Usahakan agar kesaksian hidup Injili dan sukacita sebagai orang-orang yang menjalani panggilan hidup bakti selalu terwujud dalam hidup dan pelayanan sebagai bentuk nyata kesaksian atas cinta kasih Allah.

Keuskupan-keuskupan, paroki-paroki, dan terutama keluarga-keluarga Katolik diharapkan selalu membina kerjasama dengan sekolah-sekolah dan terus-menerus mendorong orang muda katolik dan putra-putri Gereja untuk turut berusaha menumbuh-kembangkan rasa cinta atas panggilan hidup bakti. Jadikanlah keluarga-keluarga sebagai lahan persemaian benih panggilan melalui doa, keteladanan iman dan kepekaan atas panggilan Allah.

Kiranya doa Bunda Allah yang termanis Perawan Maria, yang hidupnya merupakan suri teladan bagi semua orang, para pemeluk hidup bakti dari hari ke hari akan makin berkembang dan membuahkan hasil penyelamatan yang makin berlimpah.


Jakarta, 21 November 2014

KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA,


Mgr. Ignatius Suharyo Mgr. Johannes Pujasumarta

Ketua Sekretaris Sumber: http://www.mirifica.net/2014/11/15/pesan-kwi-menyongsong-perayaan-hidup-bakti-2015/

Pesan Sidang Tahunan 2014 KWI: Mewartakan Sukacita Injil

SAUDARI-saudara seiman yang terkasih,

Sukacita Injil, Seruan Apostolik Paus Fransiskus, 24 November 2013, ditujukan kepada para waligereja, imam dan diakon, kaum religius serta umat beriman. Dengan penuh sukacita kami, para waligereja Indonesia menyambut seruan apostolik tersebut, mempelajarinya, membuka hati, budi dan pikiran untuk memahaminya. Kami merasa berkewajiban meneruskannya kepada seluruh umat, agar hati kita berkobar untuk mewartakan sukacita Injil kepada Indonesia dewasa ini.

Agar Injil dapat kita wartakan secara tepat, kita perlu mengenal kenyataan Indonesia dewasa ini yang dari waktu ke waktu mengalami perubahan-perubahan semakin cepat, yang mencengangkan dan sekaligus mencemaskan. Dalam terang Injil kita ingin mengalami hati yang penuh sukacita karena perjumpaan dengan Kristus. Berkat daya Roh Kudus kita ingin menerima kasih Allah sebagai Bapa bagi semua. Sukacita Injil mewarnai cara baru menjadi Gereja Katolik Indonesia.

Saudari-saudara seiman yang terkasih,

Perubahan-perubahan semakin cepat

Kita sedang menyaksikan perubahan-perubahan semakin cepat karena arus globalisasi yang melanda Indonesia. Perubahan-perubahan tersebut berdampak pada kenyataan Indonesia.

Kita bersyukur atas kemajemukan budaya yang merupakan anugerah hidup bersama sebagai bangsa. Keanekragaman suku, agama, ras, dan golongan tumbuh dalam semangat bhineka tunggal ika. Perjuangan bersama sebagai bangsa merekatkan perbedaan menuju persatuan bangsa berlandaskan Pancasila. Perkembangan sikap saling menghormati demi kebaikan bersama ditempuh melintasi perubahan-perubahan zaman yang dari waktu ke waktu semakin cepat karena arus globalisasi.

Kita berprihatin karena arus globalisasi yang ditandai oleh komunikasi lintas batas negara dan budaya menggoncangkan tata nilai dan hubungan antar manusia. Batas-batas wilayah dan batas-batas budaya yang menjadi dasar jatidiri suatu bangsa menjadi kabur. Komunikasi dan pertukaran informasi yang semakin mudah dan cepat menawarkan banyak pilihan. Ketidakpastian menggantikan nilai-nilai luhur yang dipegang sebagai warisan leluhur. Hati manusia dipenuhi dengan ketamakan. Orang mencari kepuasan diri dan menganggap sesama sebagai saingan. Pola hubungan antar manusia sebagai pribadi berubah menjadi pola hubungan untung rugi, yang merendahkan martabat pribadi manusia.

Dalam hubungan antar manusia yang tidak bermartabat itu orang yang tidak memiliki kemampuan akan tertinggal, tersingkir dan tidak berdaya. Akibatnya, terjadilah ketergantungan ekonomi, kesenjangan sosial, ketidakseimbangan antara alam, manusia dan tradisi. Pertumbuhan ekonomi yang memakmurkan rakyat mengubah masyarakat menjadi konsumeris. Hadirnya penanam-penanam modal di daerah-daerah pedalaman, yang semestinya menumbuhkan semangat kerja, justru menimbulkan berbagai pertikaian dan kecemburuan sosial. Kemajuan teknologi komunikasi yang memberi peluang kerjasama malah menjadikan masyarakat semakin egois dan menutup diri. Pembangunan yang seharusnya menyejahterakan seluruh rakyat mengakibatkan kerenggangan hubungan antar manusia dan kerusakan lingkungan hidup.

Kerinduan untuk bersaudara, yang berakar pada kemanusiaan terdalam, dan bertumbuh dari keluarga sulit berkembang karena menyempitnya rasa setiakawan. Orang cenderung menghindari tanggungjawab dan mementingkan diri sendiri atau kelompok. Kemanusiaan mengalami kerusakan karena hubungan antarsuku menumpulkan hati nurani. Hubungan antarumat beragama seringkali memudarkan cita-cita membangun persaudaraan sejati. Kesenjangan ekonomi-sosial yang makin lebar mengakibatkan orang kecil, lemah, miskin, tersingkir semakin tidak diperhitungkan. Manusia menciptakan berhala baru, yaitu uang, dan dengan begitu Allah disingkirkan, dan hidup manusia menjadi kosong dari pengalaman rohani.

Saudari-saudara seiman yang terkasih,

Penuh sukacita karena perjumpaan dengan Kristus

Di tengah-tengah segala perubahan yang kita saksikan, kita temukan ada yang tetap sama, tidak berubah, yaitu Yesus Kristus. “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.” (Ibrani 13:8) Pada-Nya kita belajar berdoa kepada Bapa, “Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga” (Mat. 6:10). Kita berdoa, agar Kerajaan Allah datang, dan kehendak-Nya terjadi di bumi Indonesia seperti di surga. “Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus” (Roma 14: 17).

Mengawali seruan apostoliknya Bapa Suci menyatakan, bahwa “sukacita Injil memenuhi hati dan hidup semua orang yang menjumpai Yesus” (EG. 1). Di dalam perjumpaan dengan Yesus, Sang Putra, dan dalam perjumpaan kita sebagai saudara, kita mengalami Allah, Bapa yang maharahim, suatu pengalaman rohani yang menjadi daya kekuatan bagi kita untuk mewartakan sukacita Injil kepada semua bangsa.

Dengan penuh syukur dan sukacita kita terima amanat perutusan Tuhan, “…. pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus (Mat. 28:19). Agar Kerajaan Allah hadir secara nyata, dan Injil Kerajaan Allah tetap diwartakan, Kristus mendirikan Gereja-Nya, himpunan orang beriman Kristiani berkat baptisan air. Baptisan air tersebut menjadikan seseorang anggota Gereja, tubuh Kristus. Kita berdoa dan bersyukur, karena rahmat-Nya Gereja tumbuh, berakar, mekar dan berbuah di bumi Indonesia. Kristus membaptis dengan Roh Kudus (bdk. Mrk. 1: 8),

Roh Kudus mengubah manusia lama yang dikuasai dosa menjadi manusia baru “Roh Kudus dapat dikatakan memiliki kreativitas tak terbatas, tepat untuk pikiran ilahi, yang tahu bagaimana melonggarkan simpul-simpul permasalahan manusia, bahkan yang paling rumit dan sulit dipahami” (EG. 178) Karena daya Roh Kudus itulah yang berbeda menjadi tidak berlawanan, melainkan terpadu saling melengkapi, yang jauh tidak menjadi terpisah, melainkan menjadi dekat, yang asing menjadi saling mengenal satu sama lain sebagai saudara. Karya Roh Kudus itu kita kenali dalam peristiwa-peristiwa hidup yang mempersatukan banyak suku yang berbeda, aneka budaya dan beragam bahasa untuk membangun persaudaraan sejati, karena kesediaan melaksanakan kehendak Allah. Yesus Kristus melaksanakan kehendak Allah, Bapa-Nya, secara tuntas dengan bersedia menapaki jalan salib menuju kematiaan-Nya di Golgota. Di puncak Golgota itulah diakui, bahwa Yesus Kristus sungguh Anak Allah. Karena itu, meskipun dibunuh Ia tetap hidup.

Allah yang Mahakudus memanggil semua orang kepada kekudusan. Panggilan kepada kekudusan adalah panggilan yang mempersatukan manusia dengan Allah, dengan sesama dan dengan semua makhluk, bukan memisahkan dan menceraiberaikannya. Pengalaman manusia akan Yang Kudus membangun dalam hati setiap orang sikap kasih dan hormat kepada Allah, yang menjadi dasar bagi sikap kasih dan hormat kita kepada sesama dan semua makhluk.

Di bumi Indonesia yang majemuk beriman berarti beriman dalam kebersamaan dengan yang lain, yang berbeda agama, suku, ras dan golongan. Dialog antaragama memerlukan “sikap terbuka terhadap kebenaran dan terhadap kasih” (EG. 250) Karena itu, membangun persaudaraan sejati tidak cukup dengan sikap toleran, suatu sikap sekedar menerima yang lain karena ada. Lebih daripada sikap toleran dibutuhkan sikap kasih seorang akan yang lain, dan hormat menghormati untuk mewujudkan persaudaraan sejati antar sesama manusia dan semua makhluk, di mana Alllah menjadi Bapa bagi semua.

Allah Bapa mengangkat kita menjadi saluran kasih untuk menjumpai sesama kita terutama yang jatuh menjadi korban-korban terluka di pinggiran jalan salib kehidupan manusia. Mereka adalah kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir dan yang terlupakan, yang menjadi korban tatanan sistim politik, ekonomi, budaya, dan komunikasi yang tidak adil. Setiap orang beriman kristiani diutus untuk mewartakan sukacita Injil dengan hadir di dalam dunia, dan mengubahnya dari dalam laksana ragi dengan nilai-nilai Injil.

Kita umat Kristiani dipangil untuk memperhatikan mereka yang lemah di bumi, untuk melindungi dunia yang rapuh di mana kita hidup, dan semua orang di dalamnya (Bdk. EG. 209-216). Pengalaman pendampingan terhadap mereka yang lemah, yang tersisih, seperti orangtua tunggal, penderita HIV/AIDS, pengungsi, korban penyalahgunaan narkoba, anak jalanan, orang miskin dan yang terabaikan membuka kesadaran kita, bahwa dalam perubahan-perubahan yang begitu menggoncangkan itu masih ada orang yang menghargai perbedaan dan kesetaraan antarsesama manusia. Mereka itu digerakkan oleh keyakinan bahwa setiap pribadi adalah jauh lebih berharga daripada seluruh dunia. Sikap yang perlu ditumbuhkan dalam kemanusiaan kita adalah menghormati, menghargai dan membuka ruang perjumpaan.

Saudari-saudara seiman yang terkasih,

Cara baru menjadi Gereja Katolik Indonesia

Faham Gereja menurut Konsili Vatikan II, yaitu Gereja sebagai sakramen keselamatan dan persekutuan, diwujudkan dalam gereja setempat di Indonesia dengan mengembang-kan jati dirinya sebagai persekutuan komunitas-komunitas murid-murid Kristus yang menghadirkan Kerajaan Allah. Agar kehadiran Gereja menjadi sukacita bagi warganya dan masyarakat, Gereja Katolik tetap melanjutkan upayanya untuk mencari dan melaksanakan cara baru menjadi Gereja Katolik Indonesia.

Gereja sebagai persekutuan komunitas-komunitas umat beriman lahir dari persekutuan Tritunggal Mahakudus. Oleh sebab itu, hendaklah Gereja masuk ke dalam misteri persekutuan dengan Allah, mengalami dan merasakan perjumpaan pribadi dengan Allah sendiri melalui doa, kontemplasi, dan sakramen-sakramen terutama Ekaristi, sumber dan puncak hidup beriman, serta sakramen tobat. Perjumpaan dan persekutuan pribadi dengan Allah dan dengan yang lain menjadi sumber sukacita sejati yang menjiwai dan mendorong Gereja untuk mewartakan kabar sukacita kepada segala bangsa. Kabar sukacita yang diwartakan hendaklah bertumbuh dari Kristus sendiri yang berbicara dan menyapa manusia melalui Kitab Suci.

Persekutuan dengan Allah mendorong Gereja untuk keluar dari dirinya sendiri, melewati lorong-lorong kehidupan untuk merangkul semua orang, dan menjumpai mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan yang terabaikan. Kepada siapa pun yang dijumpai, Gereja diutus untuk membawa cintakasih dan kegembiraan, perdamaian dan keadilan, persatuan dan persaudaraan sejati. Pintu Gereja terbuka untuk siapa saja, Gereja adalah rumah bagi semua orang. Di dalam Gereja Kristus tidak ada orang asing, karena semua orang adalah saudara.

Dalam menjalankan perutusannya untuk mencari dan menjumpai orang lain dan dunia sekitarnya Gereja berupaya menampilkan wajah Allah yang maharahim dan berbe-laskasih, peka terhadap bimbingan Roh Kudus untuk selalu menyadari misteri ilahi di tengah segala kenyatan dan peristiwa yang terjadi. Roh Kudus menjadi daya kekuatan bagi kita untuk memantapkan iman, meneguhkan harapan akan masa depan yang lebih baik, dan memancarkan kasih yang mempererat tali persaudaraan antar semua orang, di mana Allah menjadi segala bagi semua.

Agar dapat melaksanakan perutusan tersebut, Gereja harus bersedia membarui diri terus-menerus dalam bimbingan Roh Kudus, dan membenahi tata organisasinya. Gereja menjadi bermakna bagi dunia dewasa ini dan tidak kehilangan kredibilitasnya. Kehadiran dan pelayanan Gereja semakin berbuah sukacita bagi siapa saja dan apa saja. Pembaruan diri Gereja semakin berdampak, bila para gembala menjadi teladan dalam pelayanan bagi seluruh umat. Keteladanan para pemimpin yang sederhana membangkitkan harapan akan kehidupan yang lebih bermutu. Pendidikan nilai dan suara hati yang dilakukan sejak dini mewujud dalam Gereja yang merangkul setiap perbedaan demi persaudaraan sejati.

Saudari-saudara seiman yang terkasih,

Seruan Apostolik “Sukacita Injil” kami harapkan menjadi bahan pembelajaran yang berkelanjutan bagi kami sendiri para waligereja, para imam dan diakon, kaum religius serta umat beriman untuk mencecap kesegaran dari Injil, sumber suka cita bagi kita yang menjadi saksi Kristus pada zaman sekarang ini

18. Kita bersyukur bersama Maria, bunda evangelisasi, yang telah menerima kabar sukacita dari malaikat Tuhan, dan mewartakan kabar sukacita itu pertama-tama kepada Elisabeth, dan selanjutnya kepada Gereja dan melalui Gereja kepada seluruh dunia. Sesuai dengan teladannya marilah kita semua bertekun dan setia menapaki jalan salib kehidupan, dan secara kreatif mengembangkan cara baru menjadi Gereja Katolik Indonesia, sehingga Gereja menjadi sukacita bagi dunia. Terpujilah Yesus Kristus kini dan sepanjang masa!

Jakarta, 5 November 2014

Konferensi Waligereja Indonesia,

Mgr. Ignatius Suharyo
K e t u a

Mgr. Johannes Pujasumarta
Sekretaris Jenderal

SUmber: Mirifica.net

Kamis, 06 November 2014

Tanya Jawab Seputar Peraturan Menag dan Mendagri Nomor 9/8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah Wakil Kepadal Daerah dalam Pemeliharaan KerukunanUmat Beragama, Pemberdayaan FKUB dan Pendirian Rumah Ibadat



BAB I
KETENTUAN UMUM

1.       Apa yang dimaksud dengan kerukunan umat beragama?
Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dankerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2.       Apa yang dimaksud dengan pemeliharaan kerukunan umat beragama?
Pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upaya bersama umat beragama dan Pemerintah di bidang pelayanan,  pengaturan, dan pemberdayaan umat beragama.

3.       Mengapa digunakan istilah ‘pemeliharaan kerukunan umat beragama’ bukan ‘pembinaan kerukunan umat beragama?
Kata ‘pemeliharaan’ menunjukkan keaktifan masyarakat (umat beragama) untuk mempertahankan sesuatu yang telah ada  yaitu ‘kondisi kerukunan’. Sedangkan kata ‘pembinaan’ menunjukkan keaktifan dari atas (Pemerintah dan Pemerintah Daerah) untuk menciptakan kerukunan umat beragama.

4.       Apakah yang dimaksud dengan rumah ibadat?
Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk rumah ibadat keluarga.

5.       Apa sajakah sebutan/nama rumah ibadat keluarga untuk masing-masing agama?
Rumah ibadat keluarga dalam Islam disebut musalla/langgar/surau/meunasah; dalam Kristen disebut kapel/rumah doa; dalamKatolik disebut kapel; dalam Hindu disebut sanggah/mrajan/panti/paibon; dalam Buddha disebut cetya; dan dalamKonghucu disebut siang hwee/ co bio/ cong bio/kong tek su

6.       Apa yang dimaksud dengan Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan (Ormas Keagamaan)?
Ormas Keagamaan adalah organisasi non-pemerintah bervisi kebangsaan yang dibentuk berdasarkan kesamaan agama oleh warga negara Republik Indonesia secara sukarela, berbadan hukum, dan telah terdaftardi pemerintah daerah setempat serta bukan organisasi sayap partai politik

7.       Apa saja contoh-contoh Ormas Keagamaan dari berbagai agama?
Ormas KeagamaanIslam antara lain Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Dewan Dakwah Islamiyah (DDI), Mathlaul Anwar.

Ormas Keagamaan Kristen antara lain Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Persatuan Injili Indonesia (PII), Persatuan GerejaPantekosta Indonesia (PGPI)

Ormas Keagamaan Katolik antara lain Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)

Ormas KeagamaanHindu antara lain Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Prajaniti Hindu Indonesia (Prajaniti), Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI), Pemuda Hindu Indonesia, Widyapit.

Organisasi Keagamaan Buddha antara lain Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI).

Organisasi Keagamaan Konghucu antara lain Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN), Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN), Generasi Muda Khonghucu (GEMAKU), Perempuan Khonghucu Indonesia (PERKHIN).

8.       Apa yang dimaksud dengan Pemuka Agama?
Pemuka agama adalah tokoh komunitas umat beragama baik yang memimpin ormas keagamaan maupun tidak memimpin ormas keagamaan yang diakui dan atau dihormati oleh masyarakat setempat sebagai panutan.

9.       Apa yang dimaksud dengan Forum Kerukunan Umat Beragama?
Forum Kerukunan Umat Beragama, yang selanjutnya disingkat FKUB, adalah Forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah (dalam hal ini pemerintah daerah) dalam rangka membangun, memelihara dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.

10.   Apa yang dimaksud dengan panitia pembangunan rumah ibadat?
Panitia pembangunan rumah ibadah adalah panitia yang dibentuk oleh umat beragama, ormas keagamaan atau pengurus rumah ibadat.

11.   Apa yang dimaksud dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) rumah ibadat?
IMB rumah ibadat adalah izin yang diterbitkan oleh bupati/walikota untuk pembangunan rumah ibadat.

12.   Mengapa dalam istilah ‘IMB rumah ibadat’  menggunakan huruf r dan I (dengan huruf kecil), bukan huruf R dan I (dengan huruf besar)?
Penggunaan huruf r dan I (dengan huruf kecil) dalam istilah ‘IMB rumah ibadat’ mengandung makna bahwa pengertian IMB tersebut sama dengan IMB gedung lainnya, hanya saja penggunaannya diperuntukkan bagi rumah ibadat.



BAB II
TUGAS KEPALA DAERAH
DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

1.       Siapakah yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan kerukunan umat beragama?
Pemeliharaan kerukunan umat beragama menjadi tanggung jawab bersama umat beragama, pemerintah daerah dan Pemerintah.

2.       Mengapa dalam urutan tanggung jawab pemeliharaan kerukunan itu yang lebih dulu disebut adalah masyarakat, kemudian pemerintahan daerah, dan Pemerintah? Apa maknanya?
Unsur ‘masyarakat’ ditempatkan di urutan nomor pertama yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan kerukunan umat beragama. Hal itu mengandung makna bahwa masyarakat memegang peranan penting dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama.

3.       Di pihak Pemerintah, siapakah yang mempunyai tugas dan kewajiban dalam pemeliharaan kerukunan di wilayah provinsi?
Pemeliharaan kerukunan umat beragama di tingkat provinsi menjadi tugas dan kewajiban gubernur, karena kerukunan umat beragama merupakan bagian penting dari kerukunan nasional. Dalam pelaksanaannya, tugas dan kewajiban tersebut dibantu oleh wakil gubernur dan aparat terkait, serta kepadal kantor wilayah departeman (Kementerian) Agama provinsi.

4.       Di pihak Pemerintah, siapakah yang mempunyai tugas dan kewajiban dalam pemeliharaan kerukunan di tingkat kabupaten/kota?
Pemeliharaan kerukunan umat beragama di tingkat kabupaten/kota menjadi tugas dan kewajiban bupati/walikota karena kerukunan umat beragama merupakan bagian penting dari kerukunan nasional. Dalam pelaksanaannya, tugas dan kewajiban bupati/walikota tersebut dibantu oleh wakil bupati/wakil walikota dan aparat terkait serta kepala kantor departemenagama kabupaten/kota.

5.       Sebutkan tugas dan kewajiban gubernur dalam rangka pemeliharaan kerukunan di wilayahnya?
Tugas dan kewajiban gubernur dalam rangka  pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah :
a.       memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di provinsi;
b.      mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama;
c.       menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian,saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama; dan
d.      membina dan mengoordinasikan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama.

6.       Kepada siapakah gubernur dapat mendelegasikan tugas-tugas dalam rangka pemeliharaan kerukunan umat beragama tersebut?
Pelaksanaan tugas pemeliharaan kerukunan umat beragama oleh gubernur dapat didelegasikan kepada wakil gubernur, yaitu yang menyangkut tugas mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi, mengoordinasikan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama, tugas menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya  di antara umat beragama.

7.       Sebutkan tugas dan kewajiban bupati/walikota dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama?
Tugas dan kewajiban bupati/walikota dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah:
a.       memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama  di kabupaten/kota;
b.      mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama;
c.       menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian,saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama;
d.      membina dan mengoordinasikan camat, lurah, atau kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama; dan
e.      menerbitkan IMB rumah ibadat; khusus untuk Provinsi DKI Jakarta diterbitkan oleh gubernur.

8.       Kepada siapakah bupati/walikota dapat mendelegasikan tugas-tugas dalam rangka pemeliharaan kerukunan umat beragama?
Pelaksanaan tugas pemeliharaan kerukunan umat beragama oleh bupati/walikota dapat didelegasikan kepada wakil bupati/wakil walikota, yaitu yang menyangkut tugas mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota, dan mengoordinasikan camat, lurah, dan kepala desa dalampenyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupab beragama.

9.       Apakah bupati/walikota juga dapat melimpahkan sebagian tugasnya kepada camat dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama?
Dapat, yaitu dalam memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama, dan dalam menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama.

10.   Sebutkan tugas dan hak camat dalam rangka pemeliharaan kerukunan umat beragama!
a.       memelihara ketenteraman dan ketertiban termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di wilayah kecamatan;
b.      menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama; dan
c.       membina dan mengoordinasikan  lurah dan kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalamkehidupan keagamaan.

11.   Sebutkan tugas dan kewajiban lurah/kepala desa dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama!
Tugas dan kewajiban lurah/kepala desa adalah:
a.       memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di wilayah kelurahan/desa; dan
b.      menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati dan saling percaya di antara umat beragama.




BAB III
FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (FKUB)

1.       Untuk apa Forum Kerukunan Umat Beragama dibentuk?
Pembentukan FKUB bertujuan untuk memelihara dan mengembangkan kerukunan umat beragama dalam kehidupan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2.       Dimana kedudukan FKUB dalam tata pemerintah kita?
FKUB ada di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

3.       Apakah FKUB dapat dibentuk di tingkat kecamatan dan kelurahan/desa?
FKUB dapat dibentuk di tingkat kecamatan dan kelurahan/desa untuk kepentingan dinamisasi kerukunan,  tetapi tidak memiliki tugas formal sebagaimana FKUB tingkat provinsi, kabupaten/kota

4.       Siapa yang membentuk FKUB?
FKUB dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah daerah.


5.       Bagaimana hubungan antara FKUB provinsi dengan FKUB kabupaten/kota?
Hubungan keduanya bersifat konsultatif.

6.       Apa tugas FKUB provinsi?
Tugas FKUB provinsi:
a.       melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;
b.      menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;
c.       menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur; dan
d.      melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat.

7.       Apa tugas FKUB kabupaten/kota?
Tugas FKUB provinsi:
a.       melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;
b.      menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;
c.       menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan bupati/walikota;
d.      melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat;
e.      memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat, dan memberikan pendapat tertulis untuk izin sementara pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat yang diberikan oleh bupati/walikota; dan
f.        memberikan pendapat atau saran dalam hal penyelesaian perselisihan pendirian rumah ibadat kepada bupati/walikota.

8.       Siapa saya yang berhak menjadi anggota FKUB?
Keanggotaan FKUB terdiri dari pemuka-pemuka agama yaitu tokoh komunitas umat beragama baik yang memimpin ormas keagamaan maupun yang tidak memimpin ormas keagamaan yang diakui atau dihormati oleh masyarakat setempat sebagai panutan.

9.       Berapa jumlah FKUB?
Untuk tingkat provinsi jumlah anggota FKUB maksimal 21 orang dan untuk tingkat kabupaten/kota maksimal anggotanya berjumlah 17 orang.

10.   Berikan contoh cara penghitungan anggota FKUB di suatu daerah!
Di satu provinsi misalnya telah ditetapkan jumlah anggota FKUB sebanyak 21 orang (dua puluh satu) orang. Diasumsikan bahwa di provinsi tersebut terdapat 6 (enam) agama yang dipeluk masyarakat , yaitu: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, danKhonghucu. Langkah pertama diambil 6 (enam) orang sebagai perwakilan setiap agama untuk menjadi anggota FKUB. Setelah itu dihitung, 100% dari jumlah umat beragama dari provinsi dibagi 21 (dua puluh satu) orang anggota FKUB provinsi, berarti seorang anggota FKUB provinsi memerlukan proporsi penduduk umatnya4,76% dari keseluruhan jumlah umat beragama provinsi. Jika proporsi suatu umat beragama  adalah 4,76% atau kurang, maka seorang wakil yang telah ditetapkan di atas berarti hanya satu itulah wakilnya. Demikian seterusnya setiap kelipatan 4,76% bertambah wakilnya seorang lagi. Jika kelipatan tersebut tidak persis 4,76% maka dimusyawarahkan bersama.

Demikian pula cara untuk penghitungan anggota FKUB kabupaten/kota. Di suatu kabupaten/kota misalnya telah ditetapkan jumlah FKUB sebanyak 17 (tujuh belas) orang. Diasumsikan bahwa di kabupaten/kota tersebut terdapat 6 (enam) agama yang dipeluk masyarakat, yaitu: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, danKhonghucu. Langkah pertama diambil 6 (enam) orang sebagai perwakilan setiap agama untuk menjadi anggota FKUB. Setelah itu dihitung, 100% dari jumlah umat beragama kabupaten/kota dibagi 17 (tujuh belas) orang anggota FKUB kabupaten/kota, berarti seorang anggota FKUB kabupaten/kota memerlukan proporsi penduduk umatnya 5,88% dari keseluruhan jumlah umat beragama kabupaten/kota. Jika suatu proporsi suatu umat beragama adalah 5,88% atau kurang, maka seorang wakil yang telah ditetapkan di atas berarti hanya satu itulah wakilnya. Demikian seterusnya setiap kelipatan 5,88% bertambah wakilnya seorang lagi. Jika kelipatan tersebut tidak persis 5,88% maka dimusyawarahkan bersama.

11.   Kenapa keanggotaan FKUB dihitung menurut perimbangan jumlah penduduk?
Perhitungan menurut perimbangan jumlah penduduk dipandang lebih mendekati keadilan.

12.   Apakah sistem keanggotaan FKUB tidak membuat FKUB itu seperti lembaga perwakilan?
FKUB  bukanlah lembaga perwakilan. FKUB merupakan suatu forum/wadah yang dibentuk untuk menampung seluruh aspirasi kepentingan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat. Demikian pula FKUB dalam mengambil keputusan selalu melalui musyawarah dan mufakat, serta tidak melalui voting.

13.   Bagaimana jika setelah dilakukan perhitungan berdasarkan proporsi jumlah penduduk  ternyata jumlah anggota FKUB tidak pas, dalam arti bertambah atau berkurang 1 orang?
Dalam hal demikian, maka para pemuka agama yang bersangkutan bermusyawarah untuk memperoleh jumlah sesuai dengan yang ditetapkan menurut pasal 10 ayat (2).

14.   Bagaimana struktur kepemimpinan FKUB?
FKUB dipimpin oleh seorang ketua, dibantu oleh 2 orang wakil ketua, satu orang sekretaris dan satu orang wakil sekretaris. Pengurus tersebut dipilih secara musyawarah oleh anggota.

15.   Apa tugas Dewan Penasehat FKUB
Tugas Dewan Penasehat FKUB:
a.       Membantu kepala daerah dalammerumuskan kebijakan pemeliharaan kerukunan umat beragama; dan
b.      Memfasilitasi hubungan kerja FKUB dengan pemerintah daerah dan hubungan antar sesama instansi pemerintah di daerah dalam rangka pemeliharaan kerukunan umat beragama.

16.   Siapa saja yang duduk sebagai anggota Dewan Penasehat FKUB di tingkat provinsi?
Anggota Dewan Penasehat FKUB adalah para pejabat di lingkungan pemerintah daerah yang ditetapkan oleh gubernur dengan susunan anggota sebagai berikut:
Ketua                   : wakil gubernur
Wakil Ketua       : kepala kantor wilayah departemen agama provinsi;
Sekretaris           : kepala badan kesatuan bangsa dan politik provinsi
Anggota              : pimpinan instansi terkait, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku

17.   Siapa saja yang duduk sebagai anggota Dewan Penasehat FKUB di tingkat kabupaten/kota?
Anggota Dewan Penasehat  FKUB adalah para pejabat di lingkungan pemerintah daerah yang ditetapkan oleh bupati/walikota dengan susunan sebagai berikut:
Ketua                   :  wakil bupati/walikota;
Wakil Ketua       :  kepala kantor departemen agama kabupaten/kota
Sekretaris           :  kepala badan kesatuan bangsa dan politik kabupaten/kota
Anggota              : pimpinan instansi terkait, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

18.   Bagaimana pola hubungan FKUB dengan Dewan Penasehat FKUB?
FKUB dan Dewan Penasehat FKUB adalah dua struktur organisasi yang terpisah namun kedua lembaga tersebut mempunyai hubungan kemitraan.

19.   Apa saja yang diatur oleh Peraturan Gubernur?
Yang diatur oleh Peraturan Gubernur mengenai FKUB dan Dewan Penasehat  FKUB baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota antara lain adalah:
a.       Pengukuhan/pelantikan anggota FKUB dan Dewan Penasehat FKUB;
b.      Masa kerja FKUB dan Dewan Penasehat FKUB;
c.       Penggantian antar waktu FKUB dan Dewan Penasehat  FKUB bila berhalangan tetap, pindah alamat, dan sebab-sebab lain karena tidak mampu melaksanakan tugasnya;
d.      Tata administrasi umum dan keuangan FKUB dan Dewan Penasehat  FKUB; dan
e.      Prinsip dasar tata kelola FKUB yang selanjutnya diatur dalam anggaran rumah tangga FKUB.






BAB IV
PENDIRIAN RUMAH IBADAT

1.       Apa yang menjadi dasar utama keinginan mendirikan rumah ibadat?
Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan bagi pelayanan umat beragamayang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa. Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah kelurahan/desa sebagaimana dimaksud di atas tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi.

2.       Apa yang dimaksud dengan keperluan nyata dan sungguh-sungguh?
Keperluan nyata  dan sungguh-sungguh adalah bila terdapat sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) pemeluk agama dewasa (dengan KTP) di suatu wilayah kelurahan/desa atau kecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi.

3.       Apa lagi yang harus dipertimbangkan bila mendirikan rumah ibadat?
Pendirian rumah ibadat dilakukan dengan tetap menjaga  kerukunan umat beragama,tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturanperundang-undangan.

4.       Di kelurahan/desa manakah rumah ibadat itu didirikan apabila pendirian suatu rumah ibadat didasarkan atas perhitungan pada tingkat kecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi?
Rumah ibadat itu didirikan di kelurahan/desa dimana terdapat dukungan 60 (enam puluh) orang dewasa penduduk setempat.

5.       Siapa sajakah yang boleh menjadi pendukung itu?
Penduduk setempat di luar yang 90 (sembilan puluh) orang tanpa memandang agama yang dianut.

6.       Apabila persyaratan 90 (sembilan puluh) orang terpenuhi dan dukungan 60 (enam puluh) orang sudah terpenuhi, persyaratan apalagi yang diperlukan?
Ada dua persyaratan lagi yaitu rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota dan rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.

7.       Apakah dukungan 60 (enam puluh) orang tersebut bersifat mutlak?
Tidak. Apabila dukungan itu tidak mencapai 60 (enam puluh) orang maka pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat.

8.       Apakah ketentuan mengenai kedua rekomendasi tersebut berlaku untuk seluruh provinsi?
Ya, kecuali untuk DKI Jakarta karena di DKI Jakarta IMB diterbitkan oleh Gubernur maka rekomendasi-rekomendasi yang diperlukan tersebut disesuaikan pada tingkat provinsi.
9.       Apa yang dimaksud persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung?
Persyaratan administratif adalah seperti surat keterangan tanah dan lain-lain. Adapun persyaratan teknis bangunan gedung  adalah seperti persyaratan tata bangunan gedung. Kedua tata persyaratan tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

10.   Bagaimana cara FKUB menerbitkan rekomendasi itu?
Rekomendasi FKUB harus berbentuk tertulis yang merupakan hasil musyawarah dan mufakat dalam rapat FKUB.

11.   Siapa yang harus mengajukan permohonan pendirian rumah ibadat?
Permohonan pendirian rumah ibadat diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadat. Panitia pembangunan rumah ibadat  dibentuk oleh umat beragama, ormas keagamaan atau pengurus rumah ibadat.

12.   Kepada siapa permohonan IMB rumah ibadat diajukan?
Permohonan IMB rumah ibadat diajukan kepada bupati/walikota, khusus untuk DKI Jakarta diajukan kepada Gubernur.

13.   Berapa lama jangka waktu bupati/walikota/ gubernur DKI Jakarta memberikan keputusan terhadap permohonan IMB rumah ibadat?
Bupati/walikota/Gubernur DKI Jakarta memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan pendirian rumah ibadat diajukan. Penghitungan  waktu 90 (sembilan puluh) hari dimulai pada saat panitia pembangunan menyerahkan syarat-syarat yang lengkap kepada pemerintahan kabupaten/kota/Gubernur DKI Jakarta.

14.   Tindakan apa yang harus dilakukan pemerintah daerah terhadap bangunan rumah ibadat yang telah memiliki IMB apabila terjadu perubahan tata ruang?
Pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan lokasi baru dan segala kompensasi serta ganti rugi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.












BAB V
IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN
BANGUNAN GEDUNG

1.       Apakah suatau bangunan gedung yang bukan rumah ibadat dapat difungsikan sebagai rumah ibadat sementara?
Bangunan gedung bukan rumah ibadat, dapat digunakan sebagai rumah ibadat sementara oleh kelompok umat beragama di suatu wilayah, setelah memperoleh Surat Keterangan Pemberian Izin Sementara Pemanfaatan Gedung dari Bupat/Walikota/Gubernur DKI Jakarta

2.       Apa syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan gedung sebagai rumah ibadat?
Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah:
a.       laik fungsi yang mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang bangunangedung.
b.      terpeliharanya kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban masyarakat dengan persyaratan meliputi:
1)      izin tertulis pemilik bangunan;
2)      rekomendasi tertulis lurah/kepala desa;
3)      pelaporan tertulis kepadaFKUB kabupaten/kota; dan
4)      pelaporan tertulis kepada kepala kantor departemen agama kabupaten/kota.

3.       Apa dasar pertimbangan bupati/walikota/Gubernur DKI Jakarta untuk menerbitkan Surat Keterangan Pemberian Izin Sementara rumah ibadat?
Surat Keterangan Pemberian Izin Sementara pemanfaatan  bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat diterbitkan bupati/walikota/Gubernur DKI Jakarta setelah mempertimbangkan pendapat tertulis kepada kepala departemen agama dan FKUB Kabupaten/kota.

4.       Berapa lama masa berlaku Surat Keterangan Pemberian Izin Sementara tersebut?
Surat Keterangan Pemberian Izin Sementara pemanfaatan  bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat tersebut berlaku paling lama 2 (dua) tahun.

5.       Bagaimana apabila masa 2 (dua) tahun telah berakhir?
Pengguna bangunan gedung bukan rumah ibadat dapat mengajukan kembali permohonan Surat Keterangan Pemberian Izin Sementara pemanfaatan  bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat sesuai persyaratan dalam pasal 18 ayat (1), (2), dan (3).

6.       Apakah wewenang bupati/walikota/Gubernur DKI Jakarta menerbitkan Surat Keterangan Izin Sementara Pemanfaatan Bangunan Gedung bukan rumah ibadat itu, dapat dilimpahkan kepada pejabat lain?
Penerbitan Surat Keterangan Pemberian Izin Sementara pemanfaatan  bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat yang difungsikan sebagai rumah ibadat , dapat dilimpahkan kepada camat setelah mempertimbangkan pendapat tertulis kepala kantor departemen agama dan FKUB kabupaten/kota setempat. Khusus untuk DKI Jakarta gubernur dapat melimpahkan kepada pejabat di bawahnya.


BAB VI
PENYELESAIAN  PERSELISIHAN

7.       Apa yang dimaksud dengan perselisihan akibat pendirian dan penggunaan rumah ibadat?
Yang dimaksud dengan perselisihan akibat pendirian rumah ibadat ialah perselisihan antara pihak panitia pendiri atau pengguna atau calon pengguna rumah ibadat dengan pihak masyarakat setempat, dengan pemerintah daerah, dengan kantor departemen agama kabupaten/kota atau dengan FKUB setempat dalam hal ini berkaitan dengan izin dan persyaratan pendirian rumah ibadat, ataupun penggunaan bangunan gedung bukan rumah ibadat yang akan atau telah dipergunakan sebagai rumah ibadat.

8.       Apa yang menyebabkan terjadinya perselisihan tersebut?
Tindakan yang mengganggu ketenteraman dan ketertiban masyarakat sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

9.       Bagaimana proses penyelesaian perselisihan akibat pendirian rumah ibadat?
a.       Penyelesaian perselisihan akibat pendirian rumah ibadat harus diselesaikan secara berjenjang diawali di tingkat kelurahan/desa, kecamatan, dan terakhir di tingkat kabupaten/kota dengan mengedepankan prinsip musyawarah yang difasilitasi oleh para pemuka masyarakat setempat termasuk FKUB.
b.      Dalam hal musyawarah  penyelesaian perselisihan oleh masyarakat setempat tidak tercapai maka penyelesaiannya ditingkatkan kepada bupati/walikota yang dibantu oleh kepala kantor departemen agama dengan mempertimbangkan pendapat/saran FKUB kabupaten/ kota dan harus dilakukan secara adil dan tidak memihak sehingga masing-masing pihak yang berselisih tidak ada yang dirugikan. Pihak-pihak yang berselisih dihadirkan bersama dengan pihak-pihak terkait. Hasil keputusan musyawarah dituangkan dalam bentuk kesepakatan tertulis yang ditandatangani para pihak yang berselisih dan menjadi dokumen yang mengikat.
c.       Jika penyelesaian perselisihan  yang dilakukan bupati/walikota setempat tidak tercapai kesepakatan, barulah penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan Negeri setempat. Kepada Pengadilan Negeri hendaknya disampaikan bukti-bukti dan dokumen berita acara yang telah dicapai pada musyawarah penyelesaian perselisihan di tingkat-tingkat sebelumnya. Dengan demikian proses penyelesaian perselisihan pendirian atau penggunaan rumah ibadat hendaknya dilakukan secara bertahap, tidak secara langsung ke Pengadilan Negeri setempat demi untuk menjaga semangat kebersamaan, ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan keagamaan.

10.   Bagaimana kalau perselisihan itu terjadi dalam hal penggunaan rumah ibadat ?
Penyelesaian perselisihan penggunaan rumah ibadat ini sama dengan proses penyelesaian perselisihan pendirian rumah ibadat.

11.   Bagaimana tanggung jawab gubernur terhadap penyelesaian perselisihan  yang berkaitan dengan rumah ibadat?
Gubernur bertanggun jawab melaksanakan pembinaan yakni monitoring, pengarahan, dan pengawasan terhadap bupati/walikota serta instansi terkait  di daerahnya dalam menyelesaikan perselisihan pendirian danpenggunaan rumah ibadat agar berlaku secara adil dan tidak memihak.


BAB VII
TENTANG PENGAWASAN DAN PELAPORAN


1.       Apa saja substansi yang diawasi oleh gubernur di wilayahnya?
Gubernur dibantu oleh kepala kantor wilayah departemen agama provinsi melakukan pengawasan terhadap bupati/walikota serta instansi terkait di daerahnya atas pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan pendirian rumah ibadat

2.       Apa saja substansi yang diawasi oleh bupati/walikota di wilayahnya?
Bupati/walikota dibantu oleh kepala kantor departemenagama kabupaten/kota melakukan pengawasan terhadap camat dan lurah/kepala desa serta instansi terkait di daerahnya atas pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan pendirian rumah ibadat.

3.       Bagaimana mekanisme dan waktu pelaporan gubernur  atas pelaksanaan tugas dan wewenang tanggung jawabnya?
Gubernur melaporkan pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadat di provinsi.
·         Laporan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama.
·         Tembusan dikirim kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, sertaMenteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat.
·         Laporan disampaikan setiap 6 (enam) bulan pada pulan Januari dan Juli atau sewaktu-waktu jika dipandang perlu.

4.       Bagaimana mekanisme dan waktu pelaporan bupati/walikota  atas pelaksanaan tugas dan wewenang tanggung jawabnya?
Bupati/walikota melaporkan pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadat di kabupaten/kota.
·         Laporan disampikan kepada gubernur.
·         Tembusan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama.
·         Laporan disampaikan setiap 6 (enam) bulan pada pulan Januari dan Juli atau sewaktu-waktu jika dipandang perlu.



BAB VIII
BELANJA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
TERHADAP PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT
BERAGAMA SERTA PEMBERDAYAAN FKUB

Dari mana anggaran belanja pembinaan dan dan pengawasan terhadap pemeliharaan kerukunan umat  beragama serta pemberdayaan FKUB?
Anggaran belanja pembinaan dan pengawasan terhadap pemeliharaan kerukunan umat beragama serta pemberdayaan FKUB ditentukan sebagai berikut:
a.       di tingkat nasional didanai dari dan atas beban APBN;
b.      di tingkat provinsi didanai dari dan atas beban APBD provinsi; dan
c.       di tingkat kabupaten/kota didanai dari dan atas beban APBD kabupaten/kota.



BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

1.       Kapan batas akhir pembentukan FKUB dan Dewan Penasehat FKUB di provinsi dan kabupaten/kota?
FKUB dan Dewan Penasehat FKUB di provinsi dan kabupaten/kota dibentuk paling lambat tanggal 21 Maret 2007.

2.       Bagaimana dengan FKUB atau forum sejenis yang sudah dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota sebelum berlakunya Peraturan Bersama Menteri ini?
FKUB atau forum sejenis yang sudah dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota disesuaikan dengan Peraturan Bersama Menteri ini paling lambat 21 Maret 2007.

3.       Bagaimana status izin bangunan gedung rumah ibadat yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah  sebelum berlakunya Peraturan Bersama Menteri ini?
Izin bangunan gedung rumah ibadat yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah sebelum berlakunya Peraturan Bersama Menteri ini dinyatakan sah dan tetap berlaku.

4.       Bagaimana proses renovasi bangunan gedung rumah ibadat yang telah mempunyai IMB rumah ibadat?
Renovasi bangunan gedung rumah ibadat yang telah mempunyai IMB rumah ibadat, diproses sesuai dengan ketentuan IMB yang mengacu pada peraturan perundang-undangan, sepanjang tidak terjadi pemindahan lokasi.

5.       Bagaimana apabila bangunan gedung rumah ibadat yang telah digunakan secara permanen dan/atau memiliki nilai sejarah tetapi belum memiliki IMB rumah ibadat sebelum berlakunya Peraturan Bersama Menteri ini?
Bupati/walikota membantu memfasilitasi  kemudahan penerbitan IMB untuk rumah ibadat dimaksud namun pihak pengguna bangunan rumah ibadat tetap harus mengurus IMB rumah ibadat.

6.       Bagaimana status peraturan perundang-undangan yang mengatur pendirian rumah ibadat yang telah ditetapkan pemerintah daerah, sebelum keluarnya Peraturan Bersama Menteri ini?
Peraturan Perundang-Undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah , sebelum keluarnya Peraturan Bersama Menteri ini, wajib disesuaikan dengan Peraturan Bersama Menteri ini paling lambat tanggal 21 Maret 2008.


BAB X
KETENTUAN PENUTUP

1.       Bagaimana kedudukan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 setelah Peraturan Bersama Menteri ini diberlakukan?
Setelah Peraturan Bersama Menteri ini diberlakukan maka SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran  Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-pemeluknya, khusus mengenai ketentuan yang mengatur pendirian rumah ibadat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

2.       Kapan Peraturan Bersama Menteri ini diberlakukan?
Peraturan Bersama Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal 21 Maret 2006.


Sumber:
Buku Tanya Jawab Peraturan Bersama Menteri  Agama dan  Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006  tentang PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH   DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, PEMBERDAYAAN FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DAN PENDIRIAN RUMAH IBADAT, yang diterbitkan oleh Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, cetakan I 2007 dan digandakan kembali oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Departemen Agama RI Tahun 2009