Rabu, 29 Januari 2014

Keluarga Berencana Alamiah dan Pengentasan Kemiskinan

    Oleh: Karolus Boromeus Wodong, S.Fil
(Penyuluh Agama Katolik PNS - pada Kantor Departemen Agama Kota Denpasar )


I. Pendahuluan

            Berbicara tentang Keluarga  Berencana dan Kemiskinan merupakan dua kenyataan sosial yang sangat erat kaitannya. Memang banyak faktor penyebab kemiskinan dan banyak solusi mengatasi kemiskinan. Bila kita ingin menggali berbagai permasalahan sosial yang terjadi dalam masyarakat berhubungan dengan faktor ekonomi, rendahnya penghasilan, tenaga kerja, pengangguran, kemiskinan dan  anak jalanan,  maka pencarian kita akan bermuara pada beberapa akar persoalan diantaranya: jumlah penduduk yang terlalu banyak dan  tentu berdampak pada rendahnya kualitas manusia, kesulitan biaya hidup, biaya ekonomi keluarga, masalah pendidikan dan kesehatan dan masalah mendapatkan pekerjaan.   

Sering kita melihat, membaca dan mendengar berita tentang tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dipulangkan dari Malaysia karena tidak memiliki paspor atau surat-surat dokumentasi keimigrasian lainnya. Juga beberapa TKI mendapat  perlakuan tidak senonoh, bahkan disiksa atau tidak digaji oleh majikannya. Pada bagian lain ada  banyak anak jalanan, gelandangan dan pengemis berkeliaran di beberapa kota Negara kita. Semua fenomena ini memperlihatkan  sebagian dari wajah-wajah suram situasi tenaga kerja Indonesia dan lebih dari itu menunjukkan fakta kemiskinan di Indonesia.


II. Relasi Kemiskinan dan Keluarga Berencana

            Kemiskinan dan Keluarga Berencana (KB) sebenarnya berelasi sangat erat. Sebuah keluarga yang dibangun tanpa perencanaan matang, bisa saja menemukan berbagai persoalan yang sulit dipecahkan seperti masalah ekonomi, jumlah anak yang terlalu banyak, pemenuhan kebutuhan anggota keluarga, masalah kesehatan, masalah pendidikan anak yang berujung pada masalah kesempatan kerja dan  berbagai masalah lainnya.

   KB pada hakikatnya merupakan program  yang turut berperan penting dalam menciptakan generasi masa depan bangsa Indonesia yang berkualitas serta mampu bersaing dengan bangsa lain. Bila setiap keluarga di  Indonesia merencanakan kelahiran anak secara bertanggungjawab maka kita akan memiliki generasi masa depan yang berkualitas dan siap pakai.

            Kenyataan membeludaknya TKI, pengangguran, tingginya angka kemiskinan, adanya anak jalanan, selain disebabkan oleh masalah sosial seperti kurangnya persediaan lapangan pekerjaan, rendahnya pendidikan, keterampilan dan keahlian, juga di balik itu memperlihatkan  salah satu indikasi belum berhasil sepenuhnya penerapan program KB di Indonesia.

            KB merupakan  salah satu sarana bagi setiap keluarga baru untuk merencanakan pembentukan keluarga ideal, keluarga kecil bahagia dan sejahtera lahir dan bathin. Melalui program KB diharapkan terlahir manusia Indonesia yang berkualitas prima, yaitu manusia Indonesia yang memiliki kualitas diri antara lain beriman, cerdas, trampil, kreatif, mandiri, menguasai iptek, memiliki daya juang, bekerja keras, serta berorientasi ke depan. Karena itu KB seharusnya bukan hanya menjadi program pemerintah tetapi program dari setiap keluarga masyarakat Indonesia.


III. Memilih Metode KB yang aman

            Sikap menghargai kehidupan diajarkan di dalam setiap agama, hidup sebagai anugerah Tuhan yang harus disyukuri dan dihargai. Anak merupakan anugerah Tuhan, buah cinta kasih suami istri. Kehadiran anak bukanlah suatu “malapetaka” atau “kegagalan”. Pemahaman dasar seperti ini perlu dimiliki oleh setiap peserta KB (akseptor). Dengan demikian cara-cara ber-KB haruslah sesuai dengan pilihan hati nurani pasangan suami-istri serta sesuai dengan agama, kebudayaan dan keyakinannya.

            Beberapa pasangan suami-istri mengaalami kesulitan dalam memilih metode KB. Ada ibu yang kegemukan mengikuti suatu metode KB, ada juga yang alergi dan sebagainya. Tentu itu bukan tujuan dari program KB, Cuma efek samping tapi kadang-kadang turut mengusik kebahagiaan rumah tangga.

            Para Ahli telah  menemukan metode alamiah yang paling mudah dan tepat untuk mengetahui masa subur dan masa tidak subur pada wanita. Dr. Lyn- JJ Billings, pasangan suami-istri dari Australia, menemukan suatu teori bahwa ovulasi dapat diketahui dengan mengamati pengeluaran lendir dari alat vital wanita. Billings menemukan metode KB alamiah dengan cara mengamati “siklus kewanitaan”, dalam siklus tersebut terdapat masa haid (menstruasi), masa subur dan masa kering. Masa subur adalah masa di mana persetubuhan akan menghasilkan keturunan. Sedangkan persetubuhan yang terjadi pada masa kering tidak dapat menghasilkan pembuahan (keturunan). Masa subur berlangsung sekitar tiga hari setelah masa haid ditandai dengan rasa basah (lengket seperti putih telur) pada alat vital wanita.  Masa subur berlangsung antara 8 sampai 12 hari, disusul masa kering yang berlangsung sekitar 13 hari. Masa kering berakhir dengan datangnya kembali masa haid.

 Panjang-pendeknya masa-masa tersebut berbeda-beda pada setiap wanita, karena itu perlu pengamatan serta pencatatan yang tekun dan teliti oleh akseptor. Juga harus dapat dibedakan antara lendir kesuburan pada masa basah dan lendir karena rangsangan seksual atau karena adanya jamur. Bagi akseptor yang ingin menunda atau menjarangkan kehamilan maka hubungan intim dilakukan pada masa kering, sedangkan pada masa basah dapat memilih metode alternatif  seperti kondom dan senggama terputus asal dilakukan dengan tepat dan hati-hati. Metode ovulasi Billings  dikembangkan di Australia sejak tahun 1950 dan mulai disebarluaskan ke  seluruh dunia  sejak tahun 1964. Pada tahun 1976 mulai diperkenalkan di Indonesia oleh PERDHAKI (Persatuan Karya Dharma Kesehatan Indonesia) dibantu oleh Pusat Metode Ovulasi (PUSMO). Setelah diadakan penelitian yang saksama akhirnya metode ini diterima oleh BKKBN pusat dengan surat Nomor 6668/KS/002/E2/90 tanggal 28 Desember 1990 sebagai metode KB yang
sah.
            Beberapa keuntungan menggunakan metode KB alamiah antara lain: tidak mengubah system hormonal tubuh, maka tidak mengganggu kesehatan atau tidak berefek samping. Juga akseptor dapat merencanakan kelahiran anak berikutnya. Selain itu dapat meningkatkan rasa saling pengertian, perhatian dan kasih saying suami-istri.


IV. Efektivitas  Metode KB
    Efektif atau tidaknya metode KB dalam mengatur kehamilan tergantung dari konsistensi dan ketepatan penggunanya serta metode yang dipilihnya. Keterlibatan kita mengikuti program KB berarti turut membangun bangsa  dalam rangka menghasilkan generasi baru yang berkualitas prima  dan tidak kalah bersaing dengan bangsa lain.

V. Penutup
            Keluarga kecil bahagia dan sejahtera memang merupakan satu solusi yang harus dipraktekan oleh seluruh masyarakat bangsa ini bila kita ingin ke luar dari berbagai persoalan khususnya salah satu persoalan besar bangsa yaitu masalah kemiskinan, peningkatan kesejahteraan hidup dan kualitas manusia yang dapat bersaing dengan bangsa lain. Sangat ketinggalan jaman bila sekarang kita masih menganut prinsip kuno : ”banyak anak banyak rejeki”. Kini saatnya kita membenahi diri untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi mulai dari komunitas terkecil masyarakat yaitu keluarga.Untuk itu perlu diperhatikan beberapa saran berikut:
  1. Peran pemerintah dari pusat sampai daerah dalam mengkempanyekan program KB perlu ditingkatkan kembali seperti pada jaman Orde Baru.
  2. Dukungan dan teladan dari para tokoh agama dalam hal KB, menyarankan masyarakat untuk mengikuti program KB dalam berbagai kesempatan terlebih dalam kegiatan keagamaan, kotbah, renungan dan ceramah di tempat-tempat ibadat dari keenam agama resmi di Indonesia.
  3. Informasi yang benar dan kondusif dari instansi KB dan berbagai instansi terkait tentang pentingnya ber-KB.
  4. Kerjasama berbagai  instansi baik pemerintah, swasta, LSM dan berbagai komponen masyarakat untuk menyukseskan program KB.
  5. Usaha penanaman pemahaman positif  tentang peran KB bagi keluarga dan masyarakat pada umumnya serta membuang jauh segala prasangka, curiga dan pikiran negatif tentang KB.
  6. Penjelasan yang benar dan tepat serta penggunaan metode KB yang benar dan tepat, mudah dipahami dan dijalankan oleh masyarakat berpendidikan rendah sekalipun.

REFERENSI:

Sr. A. Simamora, CB. Keluarga Berencana (Makalah pada pelatihan Tenaga Pembina Pastoral Keluarga Katolik), Denpasar 3-6 April 2006.


Kliping Mahasiswa Akademi Kebidanan Denpasar, tentang Keluarga Berencana, 2007

Selasa, 28 Januari 2014

Contoh Model Pertemuan Bimbingan Penyuluhan dan Pembangunan (Vero P)

Artikel oleh Veronica P. S.Pd (III/d) dengan NIP 150 301 290
(Penyuluh Agama Katolik Kabupaten Kuningan)
==========================================
(Sasaran : Ibu-Ibu Wanita Katolik dan Umat di lingkungan)

1.       Tema           : PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM GERAJA
2.       Tujuan :
Pertemuan ini bertujuan agar peserta melihat dan menempatkan perempuan sesuai dengan keberadaannya dan segala potensi yang dimilikinya pada posisi yang benar.

3.       Pemikiran Dasar :
a.       Perempuan memiliki potensi dan talenta yang perlu dimanfaatkan dengan baik.
b.      Kenyataannya talenta dan potensi pada perempuan kurang dimanfaatkan dengan baik untuk kesejahteraan dan kebahagiaa dirinya dan orang lain.
c.       Baik dalam sejarah Gereja sepanjang masa maupun dalam sejarah dunia, peranan perempuan dalam kehidupan sangat besar. Ia bisa membangun dunia dan masyarakat, tetapi juga bisa menghancurkan kehidupannya sendiri dan kehidupan orang lain.
d.      Perempuan dari kodratnya memberikan hirup baru kepada manusia.

4.       Pembukaan : Doa
Ya Tuhan alangkah senangnya kalau boleh memiliki kehendak yang kuat. Kami teringat akan orang-orang yang memiliki kamuan keras membaja. Mereka terus berusaha membangun dunia. Diantara mereka terdapat juga banyak perempuan yang mempunyai kemampuan dan kehendak kuat untuk menyelamatkan dunia ini. Maria Bunda Putra-Mu dan Bunda kami adalah Putra-nya. Engkau mengganjar dengan mengangkatNya ke surga dengan jiwa dan raga. Kami mohon dengan perantaraan Bunda perkasa ini agar kami dianugerahi kekuatan dan ketabahan dalam memperjuangkan keberanian dan keadilan. Salam Maria.............

5.       Pengantar Pemandu
Saudar aterkasih, dalam pertemuan ini, kita akan melihat secara khusus posisi perempuan dalam Gereja. Mengapa? Karena permasalahan gender ini lebih banyak menyangkut perempuan. Bagaimana Gereja atau umat beriman menempatkan perempuan dalam status yang sebenarnya? Untuk itu kita mencoba mendiskusikan sebuah kasus yang dialaminya oleh Ibu Ari.

KISAH IBU ARI

Ibu Ari, siapa yang tidak mengenalnya? Sejak masih kuliah, dia sudah aktif di mana-mana : di kampus, di paroki, di masyarakat. Dia memang menyenangkan sehingga pertemuan-pertemuan menjadi terasa kurang lengkap tanpa dia. Wisma Mahasiswa itu terasa sepi kalau dia tak hadir. Berada di sekitarnya bukan karena tertarik pada gagasan-gagasannya yang kreatif dan kerjasama yang rapi, tetapi orang senang karena dia pandai berbicara. Tak hanya pembicaraan  yag berat dan serius, tetapi juga humor-humornya yang segar membuat orang tidak merasa rugi untuk menghabiskan waktu bersama dia. Itulah sebabnya dia mendapat nama kedua : Woro Criwis.
       Perkawinanya tidak membuatnya berubah. Kalau dia boleh disebut seorang ratu, dia bukan hanya ratu rumah tangga : kegiatan-kegitannya membuat namanya dikenal sampai di lua batas paroki, kota, keuskupan dan priponsi tempat tinggalnya.
       Tugas pokoknya adalah menjadi guru Matematika di SMA. Tetapi waktu-waktu kosongnya dipakai untuk membaca banyak buku yang menyangkut kehidupan sosial. Kegiatan-kegiatan sosialnya menjadikan kegemaran membacanya sebagai pemenuhan kebutuhan sehingga ia tidak hanya menjadi orang yang suka ikut-ikutan, tetapi memiliki pendapat, pemikiran, bahkan merumuskan dan meawarkan gagasan, menentukan langkah dan mengevluasi perubahan yang terjadi.
       Kini kedua anaknya sudah besar. Ria anak yang kedua yang kuliah di Fakultas Sosial dan Politik nampaknya tak kalah aktif dibandingkan ketik ibu Ari masih muda. Dan yang menarik adalah anak perempuannya ini dapat dijadikan teman diskusi yang memperkaya. Sudah berapa lama anaknya pulang dan membawa cerita tentang bagaimana dia dan teman-temannya mengembangkan studi tentang perempuan. Dia pun ikut tertarik. Pelan-pelan dia sadari bahwa ada masalah besar di kalangan perempun bangsanya. Dalam perjalanannya ke Bali yang terakhir, perempuan-perempuan yang menjadi kuli bngunan di jalan yang disaksikannya telah mengusik hatinya. Gambaran perempuan dengan pakaian dekil, mengangkat beban berat itu kerap kali muncul di benaknya. Sudah hampir dua semester ini berbagai bahan bacaan tentang perempuan di lalapnya. Ketika adiknya yang mau pulang dari belajar di Amerika menanyakan oleh-oleh yang diinginkan, satu jawabannya ialah buku-buku tentang gerakan perempuan.
       Dia merasa bahwa di dalam hatinya timbul sesuatu yang mengganggu, menentang dan sekaligu mendorong untuk berbuat sesuatu. Dia merasakan tumbuhnya kepekaan baru. Dia jadi mudah tersinggung bila ada berita tentang perempuan yang dilecehkan. Dalam sebuah perjalanan, untuk mengisi waktu, dia membaca “Bekisar Merah” – nya Ahmad Tohari. Dia menitikkan air mata. Apa yang diderita oleh Lasi itu adalah lambang penderitaan banyak sekali perempuan di Indonesia. Juga, kematian Srintil Ronggeng Dukuh Paruk dari penulis yang sama dan Buku Jantera Bianglala adalah kisah nyata yang masih dengan mudah dapat didengar jaman ini. Akan tetapi semuanya dirasakan belum encukupi. Dia ikut beberapa seminar tentang perempuan dan disana ia mengenal teman-teman baru.
       Anak-anaknya sudah beranjak dewasa. Suaminya juga tidak banyak rewel. Dia punya cukup waktu untuk mematangkan gagasannya. “Aku harus memulai,” itulah kata-katanya pada suatu hari. Maka ia mulai bergabung dengan kelompok-kelompok yang aktif dalam gerakan ini. Di sana dia menemukan bekas muridnya. Dia senang. Hanya saja kalau sendirian di rumah dia merasa begitu sepi. Di beberapa kegiatan yang diikuti, dia lebih banyak menemukan pemikir-pemikir serta aktivis vokal yang masih muda, hampir tidak ada yang seumur. Juga tidak ada yang seagama dengannya, Maka dia putuskan untuk menawarkan gagasannya ini kepada teman-teman di paroki dan diorganisasi Wanita Katolik.
       Dia temui beberapa teman. Tanggapannya berbagai macam. Sekian banayk tanggapan itu dia catat baik-baik. Ibu sutanto, misalnya, dosen Akutansi di Universitas Katolik, semula nampak berminat, bahkan sekali pernah mengundang ke rumahnya. Setelah beberapa kali bertemu, Bu Tanto mengatakan, “Ah jeng, mbok jangan aneh-aneh. Kodrat perempuan kan memang begitu. Dia kan memang harus tunduk pada suami, mendidik anak dengan baik. Kalaupun dia bekerja, itu kan hanya untuk keluarganya. Lihat to, nama kita ini. Sejak kawin kan orang tidak memandang saya “Sri”. Saya lbih dikenal dengan ‘Ibu Sutanto”. Kitab Suci saja mengatakan ,”Hai istri, tunduklah kepada suamimu, seperti kepada tuhan, karena suami adalah kepala istri sama seperti Kristus kepala jemaat..... (Lih Ef 5:22). Dan lagi, kita ini kan memang hanya pembantu suami. Panggilan kita adalah di dalam keluarga. Itulah sbabnya sejak dulu saya tidk masuk organisasi-organisasi gereja. Bukankah Kitab Suci sendiri mengatakan ,” Sama seperti semua jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemun-pertemuan jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan juga oleh Hukum Taurat. Jika mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka menanyakan kepada suaminya di rumah. Sebab tidak sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam pertemuan jemaat (1 Kor 14:34 – 35)
       Ibu Ari terkejut sekali dengan jawaban itu, Lalu dia bertanya, “Lo, tetapi ibu kan seorang dosn...?” “Iyah jeng, semua itu kan untuk cari tambahan nafkah, untuk pendidikan anak-nak yang sekarang ini semakin mahal dan lagi suami kan juga senang kalau kita bisa ikut ‘urun-urun” Ini lho Jeng, saya kira lebih menarik, beberapa ibu merencanakan untuk ziarah ke Laourdes. Mereka sudah mengumpulkan uang. Sekarang tinggal mencari seorang untuk mengorganisasikannya. Anda kan selama ini pintar berorganisasi. Bergabung ya....?
       Pembicaraan itu terekam lama di hatinya. Tetapi Ibu Ari tidak tinggal diam. Dia temui ibu Mira yang selam ini terkenal sebagai pengusaha katering yang berhasil. Memang ibu Mira juga berminat. Bahkan dalam perjalanan ziarah ke Sendangsono, bulan Mei yang lalu, dia sempatkan untuk duduk di samping bu Ari. Di dengarnya gagasan-gagasan Bu Ari seperti seorang anak mendengarkan gurunya. Ini sebuah kisah yang lain dari pada kehidupan sehariannya melayani pesanan. Ini juga hal baru selama sekolah di IKIP jurusan Tata Boga tak pernah didengarnya. Dia tertarik pada kisah tentang perempuan di Muangthai yang dijual oleh keluarganya untuk dijadikan pelacur. Dia terkesan juga oleh cerita Sadisah yang menjadi buruh di Tanggerang dan tinggal dibedeng-bedeng kumuh yang ketika Lebaran enggan pulang ke dusun karena tidak membawa oleh-oleh bagi keluarganya yang mengira kalau bekerja di kota pasti akan pulang ke dusun sebagai orang kaya.
       Memang Bu, perempuan-perempuan banyak yang menderita. Menurut saya, itu karena mereka kurang pendidikan sehingga mereka tidak tahu apa yang harus diperbuat dalam hidup ini. Kalau nanti bu Ari mau memulai sebuah usaha pendidikan untuk mereka, jangan segan-segan mengajak saya.”
Pada suatu hari, Ibu Mira datang ke rumah Ibu Ari. Dia menyerahkan uang satu juta dengan meninggalkan pesan, “bu, ini syukuran, si Nita baru saja luus, silahkan dijadikan modal buat pendidikan anak-anak perempuan....siapa tahu dapat mengurangi jumlah mereka yang harus jadi buruh murah....”
       Bu Ari tercengang. Dua bulan kemudian, pada bulan agustus dia telepon ke rumah Bu Mira, untuk mengajaknya mengikuti seminar tentang perempuan. Tetapi jawaban dari ujung sana membuatnya merasa sendirian lagi. Selama sebulan Bu Mira akan pergi ke luar negeri, ke Amerika dan pulangnya lewat Eropa.  Dia mau mengambil program S2 di Wasington University.
       Untuk  beberapa lama bu Ari merasa sendiri. Dia mau memulai sesuatu. Tetapi masih ad hal yang kurang. Dia harus mempunyai sebuah komunitas. Pada suatu hari di sebuah pesta nikah, dia ditemui oleh Anas bekas muridnya yang menjadi Sarjana Hukum dan aktif di gerakan perempuan. ‘Ya, Bu, tentu kami senang kalau ibu mau bergabung bersama kami, kami punya banyak program penyadaran. Orang-orang kami tinggal bersama perempuan-perempuan yang menjadi korban struktur budaya, sosial, ekonomi dan politik. Kami tulis keadaan mereka, kami ajak melihat sebab-sebabnya. Kami juga mempunyai bagian publiksi yang menyiarkan sebanyak mungkin penderitaan perempuan. Kami mencita-citakan sebuah kesetaraan. Juga, ada bagian Advokasi hukum. Salah satu penderitaan perempuan di negeri ini karena banyak rumusan hukum yang tidak adil. Kami ingin ubah itu bersama-sama. Kami juga membuat jaringan global karena dalam perjuangan ini kami tidak sendirian; seluruh dunia menderita karena perempuan menderita....”

Diskusi
Peserta dibagi dalam kelompok dan diberikan pertanyaa penuntun :
a.       Keprihatinan ibu Ari mengenai perempuan mendapat tanggapan. Dalam tuturan ini ada tiga ibu ; Ibu Susanto, Ibu Mira dan Ibu Anas. Dari ketiga tanggapan itu, Anda tertarik pada tanggapan mana/ Silahkan memilih salah satu saja. Mengapa anda berpendapat bahwa tanggapan orang yang Anda pilih itu adalah yang baik?
b.      Saya anggap tanggapan ibu .....adalah tanggapan yan pling baik karena .....................
c.       Saya tidak mengganggap tanggapan ibu ....sebagai tanggapan yang terbaik karena ...............................
d.      Tanggapan dari lingkungan saya kebanyakan dekat dengan tanggapan saya.................... dengan contoh .......

6.       Kelompok Masuk dalam pleno
Peserta diminta untuk memilih dari ketiga kekuatan ibu-ibu itu. Bagaimana kekuatan nilai yang dipilih itu mau dikembangkan.

7.       Perluasan pandangan dan Refleksi
Pemandu :
Kalau masing-masing kelompok dengan alasannya memilih kekuatan-kekuatan yang ada pada ketiga ibu tersebut, ya... pasti ada segi positifnya dan negatifnya juga. Kita tidak melihat mana yang benar dan mana yang salah, tetapi mau meliaht nilai atau kekuatan yang harus dikembangkan demi mengatasi permasalahan gender sehingga baik laki-laki maupun perempuan dapat menghayati hidupnya sesuai dengan kepribadiannya.
Gereja dalam Gaudium et Spes 8 mengatakan ,”Adapun dalam kehidupan keluarga muncullah berbagai ketidakserasian, baik dengan kondisi kependudukan, ekonomi dan sosial, yang serba mendesak, maupun karena kesulitan-kesulitan yang timbul antara angkatan-angkatan yang beruntun atau pun juga karena hubungan-hubungan sosial yang baru antara laki-laki dan perempuan.”
Dengan ini Gereja juga melihat adanya ketidakserasian dalam relasi laki-laki dan perempuan akibat perjalanan waktu dan perkembangan relasi dalam bidang ekonomi, kebudayaan dan sosial. Dalam GS 9 dinyatakan, “ Kaum perempuan menuntut kesamaam dengan kaum laki-laki berdasarkan hukum maupun di dalam kenyataan, bila kesamaan itu belum mereka peroleh’.
Dengan ini Gereja juga menghendaki kesamaan laki-laki dan perempuan sesuai dengan keberadaan masing-masing.
Sebab itu GS 60 jelas-jelas melihat bahwa sudah waktunya kesamaan harus diwujudkan dalam : “karena sekarang terbuka peluang untuk membebaskan jumlah orang yang amat besar dari bncana kebodohan, maka merupakan kewajiban yang cocok sekali denagn jaman sekarang, terutama bagi umat kristen, untuk dengan tekun berupaya supaya di bidang ekonomi maupun politik pda tingkat nasional maupun tingkat internasional diambil keputusan-keputusan fundamental agar dimanapun juga diakui dn diwujudkan secara nyata hak semua orang atas kebudayaan manusiawi, soal, selaras dan martabat pribadi, tanpa membeda-bedakan suku, laki-laki dan perempuan, bangsa, agama atau kondisi sosial.....”
Di Indonesia, himbauan Gereja ini perlu juga diperhatikan bersama karena permasalahan perempua cukup memprihatinkan. Kalau kita kembali melihat refleksi dan sharing-sharing pengalaman sesama di atas....lalu bagaimana sikap kita pada masa mendatang, apakah yang mau kita laksanakan sebagai tanggapan atas himbauan Gereja dalam situasi kita ini?

8.       Tindakan ke Masa Depan
a.       Menanggapi segala kekerasan dengan cara bijaksana. Ini harus dimulai dari diri sendiri.
b.      Membina saat-saat kebersamaan, seperti makan bersama, rekreasi bersama, doa bersama (baik di dalam komunitas dan di dalam keluarga)
c.       Mengubah hubungan-hubungan negatif seperti perbudakan, majikan-buruh dengan hubungan positif seperti persaudaraan, rekan kerja, baik di tempat kerja, di sekolah, di rumah dengan anak, pembantu, serta tetangga.
d.      Perjuangan disesuaikan dengan kesadaran dan ketabahan
e.      Perlu dialog dan pembicaraan bersama dalam menghdapi persoalan dan masalah, baik di dalam keluarg maupun di dalm komunitas.

9.       Penutup
Doa spontan oleh peserta, kemudian disatukan dengan doa Bapa Kami dan diakhiri dengan lagu.


Senin, 27 Januari 2014

Penyuluh Agama Katolik - Dipanggil untuk Memberi Suluh Iman (Heru Asmoro, S.Ag)

Pengantar:

Admin pengelola blog ini akan menampilkan materi atau tulisan/artikel yang dikirimkan ke Subdit Penyuluhan Pusat, DITJENBIMAS Katolik Kementerian Agama RI. Tulisan ini ditampilakan apa ada dan bukan untuk komersial. Masukan dan kritik positif diterima dengan tangan terbuka. Kali ini ditampilkan tulisan Heru Asmoro,S.Ag. Semoga bermanfaat. 

PENYULUH  AGAMA  KATOLIK
Dipanggil untuk Memberi Suluh Iman
Oleh: Heru Asmoro, S.Ag
( Penyuluh Agama Katolik pada Kementrian Agama Kanwil Prov. Sumbar )



Siapakah Penyuluh Agama Katolik itu?

a.   Beberapa Istilah dan Pengertiannya

Sebelum kita melangkah lebih jauh untuk berbicara perihal siapa penyuluh Agama Katolik dan bagaimana strategi yang harus diterapkan, baik kalau kita memahami terlebih dahulu beberapa istilah tekhnis perihal penyuluh. Tidak semua istilah penyuluhan akan diuraikan dalam kesempatan ini.
·         Penyuluh. Berasal dari kata “suluh”, yang artinya: barang yang dipakai untuk menerangi ( obor, senter, lampu, oncor ). Penyuluh artinya: pemberi penerangan, penunjuk jalan.
·         Pesuluh. Orang yang disuluh; orang yang diberi penerangan.
·         Penyuluhan. Proses, cara, dan kegiatan memberikan penerangan.
·         Menyuluh. Menerangi, menunjukkan jalan.
·         Penyuluh Agama. Orang yang memberikan penerangan tentang agama dan ajaran-ajaran agama yang dianut oleh pesuluh dan penyuluh itu sendiri.
·         Kelompok sasaran. Pesuluh yang menjadi tanggung jawab dari seorang penyuluh, yang biasanya dikelompokkan berdasarkan wilayah dan kategori-kategori tertentu.
·         Juru Penerang. Istilah lain yang sering dipakai untuk menunjukkan jati diri seorang penyuluh. Disebut juru penerang karena jati dirinya sebagai orang yang memberikan terang/penerangan.


b.   Tugas-Tugas Pokok Penyuluh Agama Katolik

            Siapakah penyuluh agama itu? Ini pertanyaan kita semua. Penyuluh agama adalah orang yang mengajar, menerangi, dan menjadi teladan dalam hidup beriman. Untuk menjadi pengajar yang baik, untuk menjadi penerang yang bercahaya, dan untuk menjadi teladan hidup yang dapat dianut, seorang penyuluh agama hendaknya memiliki mutu pribadi yang memadai. Mutu pribadi yang memadai sebagai seorang pengajar ialah: mempunyai wawasan yang luas dan  memahami apa yang ia ajarkan. Untuk itu seorang penyuluh agama hendaknya gemar membaca untuk  memperluas wawasan. Termasuk juga tidak gengsi bertanya kepada orang yang dipandang lebih paham tentang apa yang hendak ia ajarkan. Mutu pribadi yang memadai sebagai seorang penerang yang bercahaya ialah: memiliki iman yang tangguh dan integritas diri yang mantap. Iman dan integritas diri itu memungkinkan ia tetap bercahaya. Untuk itu, seorang penyuluh Agama Katolik hendaknya selalu dekat dengan Sumber Terang sendiri dan senantiasa menimba cahaya dari Sumber Terang itu. Sumber Terang itu ialah Yesus Kristus. Maka supaya seorang penyuluh Agama Katolik tetap bercahaya, ia harus memiliki kedekatan relasi dengan Yesus Kristus. Ibarat aki atau batteray yang selalu dipakai dan semakin lemah sehingga setiap kali harus dicas,  seorang  penyuluh Agama Katolik juga harus senantiasa “dicas”. Seorang penyuluh Agama Katolik harus senantiasa diisi dan disegarkan oleh sabda-sabda Yesus, misalnya melalui membaca Kitab Suci setiap hari. Dengan menjalin kedekatan yang mesra dengan Yesus, seorang penyuluh Agama Katolik “mencas” dirinya sehingga cahayanya tidak pernah pudar.  Mutu  pribadi  yang  memadai sebagai  seorang teladan hidup beriman ialah: memiliki pikiran, perkataan, dan perbuatan yang bermoral dan etis.  Pikiran,  perkataan,  dan   perbuatan   yang   bermoral  dan  etis  memungkinkan seorang penyuluh Agama Katolik dijadikan panutan bagi mereka yang disuluhnya. Setiap kali seorang penyuluh Agama Katolik harus menyucikan pikiran, perkataan, dan perbuatannya, pertama-tama dengan menimba kesucian itu dari Kitab Suci. Bukan saja ketika Ibadat Sabda atau Perayaan Ekaristi pada Hari Minggu, tetapi setiap hari. Apa yang kita lakukan dan ucapkan setiap kali hendak mendengarkan Injil pada Hari minggu, hendaknya juga menjadi kebiasaan kita setiap hari. Apa itu? Ketika hendak mendengarkan Injil, kita membuat tanda salib pada dahi, mulut, dan dada. Perbuatan ini bukan tanpa maksud. Sambil  membuat  tanda  salib  pada  dahi,  mulut,  dan  dada  itu,   kita mengucap  dalam  hati:  “Sucikanlah pikiranku, perkataanku, dan perbuatanku melalui Sabda-Mu ya Tuhan”. Nah, kebiasaan semacam ini hendaknya menjadi kebiasaan setiap hari bagi kita para penyuluh Agama Katolik.

            Secara konkrit, tugas-tugas pokok penyuluh Agama Katolik itu hendaknya dilaksanakan dengan memperhatikan tiga hal mendasar yang menjadi fokus keprihatinan karya pastoral Gereja Indonesia. Tiga hal mendasar itu ialah:

Pengetahuan dan penghayatan iman umat yang masih dangkal. Penghayatan iman yang benar menuntut adanya pengetahuan dan pemahaman akan apa yang diimani. Seseorang tidak mungkin menghayati sesuatu yang ia sendiri tidak tahu apa sesuatu itu. Kenyataan yang ada ialah: bahwa kebanyakan Umat Katolik saat ini tidak paham tentang berbagai hal yang menjadi pokok iman Katolik. Situasi semacam ini menuntut para penyuluh Agama Katolik untuk mengadakan “rekatekumenat” bagi umat yang dibinanya. Misalnya: kepada umat perlu diajarkan kembali arti membuat tanda salib. Mengapa? Kenyataannya banyak umat yang tidak memahami apa arti dan makna membuat tanda salib itu. Kebanyakan umat hanya tahu sekedar menggerakkan tangan ke dahi, ke dada, dan ke pundak kiri dan kanan, bahkan tanpa kata-kata. Apa makna membuat tanda salib itu, dan apa makna salib itu sendiri hendaknya diajarkan kembali. Contoh lain, penghormatan terhadap Sakramen Mahakudus tidak akan bermakna bila umat tidak paham tentang arti Sakramen Mahakudus, tentang kurban Yesus yang dirayakan dalam rupa Sakramen Mahakudus, dan tentang Ekaristi.  Begitu juga tentang Bunda Maria, api penyucian, dsb.

Kesadaran hidup menggereja yang belum benar. Perlu dipahami bahwa Gereja bukan sekedar “perkumpulan” orang-orang yang dibaptis, melainkan suatu “persekutuan” orang-orang yang dibaptis dalam Nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Persekutuan mengandaikan adanya ikatan batin satu sama lain dan perasaan senasib-sepenanggungan yang dihayati dalam semangat cinta kasih. Hidup menggereja yang baik adalah penghayatan akan persekutuan itu, di mana setiap anggota Gereja menyadari diri sebagai bagian tak terpisahkan dari satu Tubuh Gereja. Hidup menggereja yang baik tidak hanya ditunjukkan dalam perbuatan tak pernah absen merayakan Ekaristi setiap Hari Minggu, atau dalam berbagai kegiatan rayon. Tak pernah absen   dalam Ekaristi dan kegiatan rayon adalah baik, bahkan amat baik dan dianjurkan.  Namun  itu   tidak akan  bermakna  bila hati kita tertutup untuk mengasihi orang lain. Tuhan tidak pertama-tama menuntut kita supaya selalu hadir dalam Perayaan Ekaristi. Tuhan lebih menuntut kita untuk selalu hadir dalam mewujudkan cintakasih-Nya. Bukankah Yesus pernah bersabda: “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga” ( Mat 7:21 ). Kehendak Bapa ialah: supaya semua orang hidup saling mengasihi.

Partisipasi umat yang masih rendah dalam tata dunia. Dunia kita saat ini sedang diambang kehancuran. Berbagai krisis dengan segala persoalan dan risikonya tengah melanda dunia kita. Tata dunia semakin jauh dari maksud asli penciptaanya. Sebagai anggota Gereja, kita harus terlibat aktif dalam upaya-upaya menata kembali dunia ini seperti   maksud   asli   penciptaannya.   Penyuluh  Agama  Katolik  mempunyai  tugas mengajak dan memberi dorongan kepada umat Katolik untuk melibatkan diri dalam upaya-upaya itu. Bagaimana caranya? Yakni dengan mengajak umat “hidup dalam dunia nyata”. Artinya: melihat kenyataan yang ada di sekitar, dan bersikap terhadap kenyataan itu. Misalnya: kenyataan alam yang semakin rusak, kenyataan tindak kekerasan yang tak pernah surut, kenyataan rusaknya mental generasi muda, kenyataan terjadinya tindak-tindak ketidakadilan, kenyataan meledaknya populasi penduduk, dsb. Penyuluh Agama Katolik hendaknya tidak menutup mata terhadap kenyataan-kenyataan itu. Ia seharusnya aktif memberikan pengajaran dan penerangan melalui bahasa agama tentang bagaimana mengatasi berbagai kenyataan itu. Misalnya: menghadapi kenyataan bahwa peledakan populasi penduduk dirasa kurang menguntungkan, maka penyuluh Agama Katolik hendaknya memberi penerangan kepada umat tentang perlunya ikut program KB. Harus dipahami bahwa program KB yang hendaknya diikuti oleh umat Katolik adalah program KB yang sesuai dengan ajaran iman Katolik. Maka penyuluh Agama Katolik harus menerangkan definisi, tujuan, dan metode KB yang diajarkan oleh Gereja Katolik. Gereja Katolik mendukung program KB, tetapi bersikap selektif terhadap alat-alat dan metode KB. Ternyata banyak alat dan metode KB yang dikatakan bersifat kontrasepsi, tetapi ternyata bersifat   kontranidasi atau kontravita. Alat-alat kontrasepsi boleh digunakan, tetapi alat-alat kontranidasi atau kontravita dilarang oleh Gereja, karena sifatnya membunuh. Nah, hal-hal semacam ini harus diketahui oleh penyuluh Agama Katolik untuk selanjutnya diterangkan kepada umat.


2.      STRATEGI  PENYULUHAN  AGAMA  KATOLIK

 a.   Sepintas tentang Spiritualitas Penyuluh Agama Katolik

            Spiritualitas adalah: pendirian tertentu. Berasal dari kata “Spiritus” (Bahasa Latin) yang artinya: roh. Spiritualitas dapat diartikan sebagai: pendirian  yang dijiwai oleh semangat tertentu. Spiritualitas Penyuluh artinya: pendirian yang dijiwai oleh semangat pelayanan untuk memberikan penerangan sesuai bidang penyuluhannya. Spiritualitas Penyuluh Agama Katolik artinya: pendirian yang dijiwai oleh semangat pelayanan untuk memberikan penerangan tentang iman dan ajaran Gereja Katolik.

            Spiritus / roh tidak bertentangan dengan tubuh. Ahli Filsafat Yunani bernama Plato,  mempertentangkan  roh  dengan  tubuh.  Dan  Socrates,  juga  ahli Filsafat Yunani, mengatakan: “tubuh adalah  penjara  roh”.  Pandangan  Socrates  ini  sangat mempengaruhi keyakinan hidup orang-orang Athena ( Yunani ). Maka ketika St. Paulus mewartakan tentang kebangkitan kepada orang-orang Athena, mereka menolaknya. Orang-orang Athena tidak mengakui adanya kebangkitan, karena menurut mereka kebangkitan adalah penderitaan. Mengapa? Karena kebangkitan berarti: roh dipenjara lagi di dalam tubuh. Spiritualitas menurut Injil artinya: hidup menurut Roh. Hidup menurut Roh menuntut adanya semangat pembaruan sikap hidup. Roh selalu memberi pembaruan itu. Pembaruan sikap hidup dinyatakan melalui pertobatan terus-menerus. Bertobat artinya: meninggalkan cara berpikir manusiawi. Dalam Bahasa Yunani disebut “metanoia”. Berasal  dari  dua  kata: “meta” artinya: melampaui;  dan “nous”  artinya:  cara berpikir. Metanoia artinya: melampaui cara berpikir manusia. Seorang penyuluh Agama Katolik harus memiliki semangat bertobat untuk memperbarui diri dan mutu pelayanannya. Inilah yang menjadi semangat dasar dalam spiritualitas penyuluh Agama Katolik, yaitu: senantiasa memperbarui sikap hidup sesuai dengan bimbingan Roh Kudus. Spiritualitas penyuluh Agama Katolik harus bersumber dari spiritualitas Yesus Kristus yang bukan saja bersimpati, melainkan berempati dengan orang lain. Simpati berbeda dengan empati. Simpati, berasal dari kata Bahasa Yunani: “sun” artinya: bersama; dan “pasko” artinya: merasa. Simpati berarti: merasa bersama. Empati, berasal dari kata Bahasa Yunani: “En” artinya: di dalam; dan “pasko” artinya: merasa. Empati artinya: “merasa di dalam” / “memasuki hati orang”.  Empati hanya mungkin bila orang mampu melupakan diri.

            Dalam menjalankan tugasnya, seorang penyuluh Agama Katolik hendaknya senantiasa berpedoman pada spiritualitas Yesus Kristus, dan bersedia mengembangkan religiositas yang dihidupinya. Religiositas seorang penyuluh Agama Katolik adalah religiositas yang bersumber dari penghayatan imannya akan Allah, Bapa yang menyayanginya. Religiositas dapat dipahami sebagai: kesalehan yang dihayati sebagai jalan mencari keselamatan. Ada dua macam religiositas, yaitu:

1)      Religiositas fungsional: keselamatan dirasakan sebagai suatu kebutuhan. Orang mencari Allah karena merasa memiliki kekurangan yang dapat dipenuhi oleh Allah. Maka orang mencari Allah karena adanya kebutuhan.

2)      Religiositas interpersonal: keinginan untuk menjalin relasi. Orang mencari Allah karena mau membangun relasi intim dan pribadi dengan Allah, melampaui adanya kebutuhan akan diselamatkan. Keinginan membangun relasi pribadi dengan Allah ini memungkinkan orang akrab dan semakin paham tentang pribadi Allah yang sesungguhnya. Secara tidak sadar manusia sering memiliki paham yang salah tentang Allah. Misalnya: Allah tahu segala sesuatu sebelum hal itu terjadi. Kalau demikian, berarti Allah sudah tahu bahwa saya akan masuk neraka. Pertanyaan kita ialah: kalau begitu untuk apa Allah menciptakan saya? Masakan Allah menciptakan saya untuk celaka di neraka. Allah macam apa itu? Maka paham kita tentang Allah harus diluruskan. Kita memahami Allah bukan pertama-tama Allah yang Mahatahu dan Mahakuasa, melainkan Allah yang Mahakasih. Maka kita percaya  bahwa  Allah menciptakan kita bukan untuk celaka di neraka, melainkan untuk  dikasihi-Nya


b.      Strategi Penyuluhan Agama Katolik

Sebagai suatu kegiatan yang memiliki sasaran dan tujuan, penyuluhan hendaknya terencana dan berstrategi. Rencana penting untuk menentukan arah, sasaran, dan tujuan penyuluhan. Strategi penting supaya  kegiatan penyuluhan dapat terlaksana secara terarah dan berkesinambungan. Strategi juga diperlukan untuk menjamin ketepatan sasaran penyuluhan. Strategi yang diterapkan untuk memberikan penyuluhan kepada orang dewasa tentu berbeda dengan strategi yang diterapkan untuk memberikan penyuluhan kepada anak-anak. Barangkali tema atau materinya sama, tetapi gaya dan cara penyampaiannya bisa saja atau bahkan harus berbeda. Misalnya: kita akan memberikan penyuluhan dengan tema “Melestarikan Lingkungan hidup”. Acuan kita ialah: Kitab Kejadian 1:26-28. Tema dengan acuan yang sama, mau kita sampaikan kepada dua kelompok sasaran, kelompok orang dewasa dan kelompok anak-anak.  Berceramah dan berdiskusi mungkin menjadi strategi yang bisa diterapkan dalam penyuluhan kepada orang dewasa. Tetapi bila ceramah dan diskusi itu diterapkan dalam penyuluhan kepada anak-anak,  mungkin  hasil   yang  diharapkan  tercapai justru tidak tersentuh sama sekali. Bercerita dan bermain barangkali lebih cocok bagi anak-anak. Anak-anak lebih menyukai penjelasan langsung-konkrit daripada harus mendengarkan ceramah yang bagi mereka sesuatu yang membosankan. Akan lebih efektif bila ketika menerangkan tentang dampak membuang sampah sembarangan, anak-anak kita ajak untuk mengamati dan membersihkan got yang tersumbat oleh sampah. Maka dalam memberikan penyuluhan, kita mesti paham siapa kelompok sasaran yang kita hadapi supaya dengan demikian kita dapat menetapkan strategi yang sesuai.

Kita akan membicarakan strategi penyuluhan dengan berpolakan pada strategi Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah model penyuluhan kita. Ia mengabdikan seluruh hidup-Nya untuk memberikan penyuluhan / penerangan lewat sabda dan karya nyata. Penyuluhan yang dilakukan oleh Yesus Kristus bersifat tak terbatas, dalam arti memiliki cakupan dan jangkauan yang luas. Kita coba melihat satu contoh dalam Kitab Suci, bagaimana strategi yang diterapkan oleh Yesus Kristus dalam kegiatan penyuluhan. Sambil merenungkan Kitab Suci, kita mencoba memahami strategi penyuluhan Yesus Kristus, untuk selanjutnya terapkan dalam kegiatan penyuluhan kita. Kita ingin mengambil model Yesus Kristus dalam kegiatan penyuluhan.  Kita renungkan perikop berikut ini:  

YESUS  MEMBANGKITKAN  ANAK  MUDA  DI  NAIN ( Luk 7:11-17 )


11 Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain. Murid-murid-Nya pergi bersama-sama dengan Dia, dan juga orang banyak menyertai-Nya berbondong-bondong. 12 Setelah Dia dekat pintu gerbang kota, ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu. 13 Dan ketika Tuhan MELIHAT janda itu, TERGERAKLAH HATINYA OLEH BELASKASIHAN, lalu Dia berkata kepadanya: ‘Jangan menangis!’ 14 Sambil menghampiri usungan itu Dia MENYENTUHNYA, dan sedang para pengusung berhenti, Dia berkata: ‘Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!’ 15 Maka bangunlah orang itu dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya. 16 Semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: ‘Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita,’ dan ‘Allah telah melawat umat-Nya’. 17  Maka tersiarlah kabar tentang Yesus di seluruh Yudea dan di seluruh daerah sekitarnya.

            Dalam kisah injil tadi diceritakan bahwa yang mati adalah seorang anak laki-laki muda, dan ibunya adalah seorang janda.  Anak tunggal dari seorang janda. Itu berarti bahwa anak laki-laki muda yang meninggal itu adalah tulang punggung kehidupan ibunya yang sudah janda. Ibunya pasti menggantungkan harapan dan segala kebutuhan ekonominya pada anaknya itu. Kalau anaknya itu mati, maka ibu janda itu kehilangan tumpuan harapan kehidupannya. Dia akan berjuang sendiri untuk menghidupi dirinya, tanpa seorangpun membantunya. Yesus tidak sampai hati membiarkan keadaan pedih, menderita, dan susah payah itu dialami oleh janda itu. Yesus menaruh belaskasihan yang besar kepada janda itu. Maka Yesus mengembalikan kegembiraan dan harapan janda itu dengan membangkitkan anak laki-lakinya yang mati. Dengan demikian janda itu memiliki kembali harapan dan tumpuan hidupnya yang selama ini digantungkan pada anak laki-lakinya. Sungguh besar kasih Yesus kepada orang yang menderita.

            Tindakan Yesus membangkitkan orang mati menjadi tanda:

a.   Allah berbelaskasih
      Belas  kasih  Allah  menjadi  nyata dalam pribadi Yesus yang mau peduli terhadap situasi  hidup manusia. Tindakan Yesus  membangkitkan anak muda di Nain membawa kegembiraan bagi ibunya yang sudah janda. Yesus peduli akan kesedihan janda itu, karena setelah kematian suaminya, barangkali anak satu-satunya itu menjadi tumpuan hidupnya. Yesus tidak sampai hati melihat tumpuan hidup janda itu mati. Maka dengan penuh belas kasih Yesus mengembalikan kegembiraan janda itu dengan membangkitkan anaknya yang mati.

b.   Allah senantiasa melawat umat-Nya.
      Tindakan  Yesus  membangkitkan orang mati menjadi tanda bahwa Allah senantiasa hadir di dalam hidup manusia. Allah berada di tengah-tengah kehidupan manusia, dan senantiasa mengusir kesedihan manusia. Dalam tindakan-Nya membangkitkan anak dari seorang janda di Nain, Yesus menyatakan kehadiran Allah yang mengusir kesedihan janda itu.

c.   Kabar gembira yang memberi keselamatan dan kehidupan.
      Yesus  adalah  kabar  gembira  dari Allah yang memberi keselamatan dan kehidupan kepada manusia. Melalui tindakan-Nya membangkitkan orang mati, Yesus secara nyata menampilkan kedatangan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah adalah kabar gembira yang menyelamatkan dan menghidupkan seluruh umat manusia.

Pertanyaan untuk direnungkan:
1)      Apa motivasi Yesus membangkitkan anak muda itu dari kematian?
2)      Menurut Anda, siapa nama anak muda yang dibangkitkan oleh Yesus itu?
3)      Menurut Anda, dalam hal mana janda itu sangat berterimakasih kepada Yesus?
4)      Bagaimana strategi penyuluhan Yesus dalam perikop ini?

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu ialah:

1.   Motivasi Yesus membangkitkan anak muda itu ialah: Yesus mau mencurahkan kasih-Nya yang besar kepada ibu anak muda yang sudah janda itu. Yesus ingin mengembalikan kegembiraan dan kebahagiaan janda itu yang telah direnggut oleh kematian anak satu-satunya itu. Anak itu adalah satu-satunya tumpuan hidup bagi ibunya yang sudah janda. Yesus tahu betapa besar kesedihan janda itu oleh karena kematian anaknya. Maka Yesus ingin melepaskan janda itu dari kesedihannya dengan menghidupkan kembali tumpuan harapannya.

2.   Anak itu bernama “Yesus”. Nama Yesus, dalam Bahasa Ibrani ialah: “Yehosuah” atau “Yosua”. Yehosuah/Yosua artinya: “Tuhan pertolonganku”. Peristiwa Yesus membangkitkan anak muda itu menjadi tanda besar bahwa Tuhan adalah pertolongan bagi orang yang menderita. Dalam peristiwa Yesus membangkitkan anak muda itu menjadi nyata bahwa Tuhan hadir dalam setiap penderitaan manusia sebagai seorang penolong.

3.      Janda itu sangat berterimakasih kepada Yesus karena Yesus telah mengembalikan satu-satunya tumpuan harapan hidupnya. Janda itu tidak punya siapa-siapa untuk curhat,  berkeluh-kesah,  menggantungkan  harapannya, kecuali  anak satu-satunya itu.
Baginya, anaknya itu sungguh harta yang tak ternilai harganya. Betapa ia harus menanggung kesedihan yang luar biasa karena harta termahal dalam hidupnya itu harus pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. Dan Yesus paham akan kesedihan janda itu, maka Ia menghapus kesedihannya dengan membangkitkan anaknya yang sudah mati.

4.      Strategi penyuluhan Yesus ialah:

o   Datang dan melihat. Yesus datang ke tempat kejadian dan melihat sendiri kenyataan yang ada. Untuk mengetahui situasi yang terjadi, kita harus datang ke tempat kejadian dan melihat sendiri situasi yang ada. Melihat sendiri peristiwa yang terjadi jauh lebih akurat daripada hanya sekedar mendengar informasi. Penyuluh Agama Katolik harus paham situasi dan kebutuhan kelompok sasaran penyuluhannya.  Untuk paham situasi dan kebutuhan mereka, kita harus hadir di tengah-tengah mereka dan melihat secara langsung bagaimana kehidupan mereka. Memahami situasi dan kebutuhan mereka memungkinkan kita tahu memberikan yang cocok dan terbaik bagi mereka. Seperti halnya seorang dokter, ia akan dapat memberikan obat atau resep kepada pasien bila ia telah memeriksa dan mengetahui apa penyakit pasiennya itu.

o   Bersimpati dan berempati. Melihat kesedihan janda itu, tergeraklah hati Yesus oleh belaskasihan. Yesus tidak saja merasa sedih bersama dengan janda itu ( simpati ), tetapi sungguh memasuki hati janda itu untuk turut bersedih bersamanya ( empati ). Untuk ikut bersedih, Yesus menempatkan diri seolah-olah sebagai janda itu. Kita, sebagai penyuluh Agama Katolik, tidak boleh tinggal diam melihat berbagai kenyataan yang terjadi dalam lingkungan kelompok sasaran kita. Kita harus memiliki simpati dan empati terhadapnya.  Simpati  dan  empati  ini  memungkinkan kita dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memberikan penyuluhan. Kita harus menaruh hati pada kenyataan yang terjadi. Bila seorang penyuluh Agama Katolik tidak memiliki/menaruh hati pada situasi kelompok sasarannya, maka kegiatan penyuluhannya itu harus dipertanyakan. Hati yang peduli dan berbelaskasih harus menjadi modal utama bagi seorang penyuluh Agama Katolik. Ketidakpedulian adalah dosa melawan cintakasih ( bdk kisah orang kaya dan Lazarus dalam Luk 16:19-31 ).

o   Berbuat sesuatu. Paham akan situasi yang ada, turut merasakan kenyataan yang terjadi, tidaklah berarti bila berhenti hanya sampai di situ. Kita harus berbuat sesuatu. Yesus: datang dan melihat – tergerak hati-Nya oleh belas kasihan – “menyentuh” artinya, berbuat sesuatu. Yesus tahu apa yang harus dilakukan-Nya setelah melihat dan turut merasakan kesedihan janda itu. Seorang penyuluh Agama Katolik dituntut seperti Yesus, mau berbuat sesuatu demi pelayanan dan pengabdian kepada kelompok sasarannya. Sebagai seorang penyuluh Agama Katolik, tidak cukup bila kita hanya membuat catatan-catatan perihal situasi yang terjadi dalam lingkungan kelompok sasaran lalu melaporkannya kepada pastor paroki. Sesudahnya kita tidak berbuat apa-apa. Kita memang harus membuat catatan-catatan itu, tetapi juga harus berbuat sesuatu.

3.      MATERI  PENYULUHAN  AGAMA  KATOLIK


3.1.   Materi Penyuluhan di Bidang Agama Katolik

a.   Bidang Ajaran Iman Gereja Katolik

Tujuan Penyuluhan: Memberikan penerangan dan pemahaman kepada Umat Katolik ( kelompok binaan ) tentang pokok-pokok iman Gereja Katolik.

Materi Penyuluhan: Beberapa materi penyuluhan di bidang Ajaran Iman Gereja Katolik antara lain:

Paham tentang Allah Tritunggal Mahakudus. Iman Gereja ( Katolik ) tentang Allah memiliki ciri istimewa  ( perbedaan ) dibandingkan dengan iman agama-agama non-Kristen. Soal Allah Tritunggal merupakan salah satu dogma ( kebenaran yang harus diterima ) dalam Agama Katolik. Dalam Kitab Suci, khususnya Perjanjian Baru, ditemukan di banyak tempat keyakinan pokok ini. Dogma Allah Tritunggal adalah keyakinan bahwa Allah itu mempunyai satu kodrat, tetapi terdiri dari tiga pribadi berbeda: Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Bagaimana ini dapat dimengerti? Bukankah Agama Kristen ( termasuk Katolik ) digolongkan dalam agama monoteis? Pertama-tama harus dikatakan bahwa ini adalah misteri Allah ( rahasia diri Allah yang tak mungkin dipahami oleh akal budi manusiawi ). Orang Kristen hanya mengetahuinya karena Allah sendiri mewahyukan       ( membuka rahasia ) diri-Nya secara demikian. Yang jelas Allah itu tak bisa dirangkum oleh pengertian manusia; Ia tak bisa dibilang atau dihitung seperti halnya kalau kita menghitung benda-benda: satu, dua, tiga, dst. Menghitung suatu barang berarti mengidentifikasi dan mengindividualisasi barang tsb; tampak jelas oleh kita batas-batas antara individu yang satu dengan individu yang lain. Tetapi Allah tak terbatas; kita manusia tak mungkin melihat “batas-batas” Allah. Maka kalau dikatakan Allah itu Mahaesa, “esa” di sini bukan berarti “satu” dalam pengertian bilangan yang kita kenakan dalam menghitung benda-benda fisik. Kalau seandainya sungguh demikian, bagaimana menjelaskan bahwa Allah itu ada di mana-mana?; bahwa Dia mengatasi ruang dan waktu? Sebenarnya di dunia ini ada beberapa hal yang kadang-kadang dipakai dalam usaha mencoba mendekati misteri Allah yang demikian besar: Sungai itu, misalnya, walaupun satu tetapi dapat dibedakan sebagai hulu sungai, hilir sungai, dan muara sungai. Matahari yang satu, dialami sebagai tiga hal berbeda: cahaya, panas, dan energi. Kadang-kadang secara lebih filosofis dikatakan: Bapa adalah yang mengasihi, Putera adalah yang dikasihi, Roh Kudus adalah kasih itu sendiri.

Paham tentang Yesus Kristus sebagai Putera Allah.  Sebenarnya cukup banyak hal dalam  Bahasa Indonesia di mana digunakan kata”anak”, misalnya: anak kunci, anak tangga, anak panah, anak sungai, dll. Apakah harus ditanyakan di manakah bapak atau ibu kunci, tangga, panah, atau sungai itu?; kapan mereka kawin?, kapan anak kunci, tangga, panah, atau sungai itu lahir?, dst. Di kalangan manusia pun orang yang lebih tua memanggil yang lebih muda dengan sapaan “anak”. Sebaliknya yang lebih muda menyapa yang lebih tua “bapak” atau “ibu”. Padahal mereka yang saling menyapa itu tak punya hubungan darah satu sama lain. Itu adalah sapaan yang menunjukkan sopan-santun dan keakraban. Dalam iman Kristiani, hubungan Yesus (sebagai pribadi kedua dalam Trinitas) dengan Allah Bapa (sebagai pribadi pertama dalam Trinitas) adalah sedemikian akrab dan mesra. Hubungan yang sangat khusus dan istimewa ini jauh melebihi hubungan persaudaraan, apalagi persahabatan. Nah, bahasa manusiawi demikian miskin untuk dapat mengungkapkan secara persis dan tepat relasi ilahi tsb. Maka digunakanlah istilah yang mendekatinya, yaitu “anak” dan “bapak”. Intinya adalah relasi cinta antara Allah Bapa dan Allah Putera.

Paham tentang Berdoa bagi Orang Mati dan Api Penyucian.  1) Berdoa bagi orang mati. Apakah ada ayat Kitab Suci yang mendukung kebiasaan Umat Katolik mempraktikkan berdoa bagi orang mati / doa arwah? Ada, di antaranya ialah: 2 Mak 12:38-45. Dalam perikop ini diceritakan bagaimana para tentara Yahudi yang tewas dalam perang suci yang dipimpin oleh Yudas Makabe itu kedapatan memiliki jimat-jimat dari berhala Kota Yamnia di bawah jubah mereka. Memiliki jimat adalah tindakan yang bertentangan dengan Hukum Taurat. Menurut Kitab Makabe, dosa memiliki jimat itulah yang menyebabkan kematian mereka. Maka dari itu, teman-teman mereka yang masih hidup berdoa bagi mereka: “semoga dosa yang telah dilakukan itu dihapus oleh Allah” ( ayat 42 ). Selain berdoa, teman-teman mereka mengumpulkan dana yang cukup besar dan mengirimkan uang itu ke Yerusalem agar dipersembahkan kurban penghapus dosa bagi para tentara yang tewas. Bantuan rohani bagi orang mati itu dianggap sebagai perbuatan yang saleh dan baik ( ayat 43 ). Bantuan  rohani bagi orang yang sudah mati dapat berupa: doa-doa, sedekah, puasa, kurban.  Selain  2 Mak 12:38-45,  ayat  Kitab  Suci  yang  mendukung praktik berdoa bagi orang mati ialah: Sir 7:33 “Hendaklah kemurahan hatimu meliputi semua orang yang hidup, tetapi orang mati pun jangan kamu kecualikan pula dari kemurahan hatimu. Bagaimana memberikan kemurahan hati kepada orang yang sudah mati?  Apakah cukup dengan memakamkannya secara pantas, menyimpan fotonya, dan mengenang jasa-jasanya? Itu semua baik, tetapi belum cukup. Yang paling sempurna ialah kemurahan hati yang kita wujudkan dalam tidakan doa. 2) Paham tentang api penyucian. Apakah ada ayat Kitab Suci yang mendukung keyakinan Umat Katolik akan adanya api penyucian? Apakah api penyucian itu? Masih adakah pengampunan dosa setelah kematian? Pertanyaan-pertanyaan ini akan kita jawab.  Api penyucian adalah suatu keadaan sementara di mana orang-orang mati tidak masuk neraka, tetapi di sisi lain mereka belum siap masuk surga karena dia masih mempunyai banyak cacat cela dan akibat-akibat dosanya masih melekat padanya. Untuk memahami hal ini perlu kita ketahui paham Gereja Katolik mengenai dosa. Setiap dosa tidak hanya menjauhkan manusia dari Tuhan, melainkan juga mengakibatkan ketidaksempurnaan dan cacat cela bagi jiwa si pendosa, dan biasanya mendatangkan hukuman dari Tuhan. Jadi, meskipun dosa-dosa orang sudah diampuni, itu tidak berarti bahwa semuanya sudah beres. Memang dosa-dosanya sendiri sudah diampuni dan karenanya si pendosa itu diterima kembali oleh Tuhan, tetapi akibat-akibat dosa dan silih/hukuman bagi dosanya masih perlu ditanggung oleh si pendosa itu. Di mana orang harus menjalani semuanya itu, jika dia mati sebelum sempat menjalankan semuanya itu selama masih hidup? Tidak mungkin di neraka atau di surga, sebab neraka dan surga bersifat definitif ( sudah pasti / tetap ). Artinya: sekali di neraka tetap di neraka, sekali di surga tetap di surga. Tidak ada roh yang pindah dari neraka ke surga, atau sebaliknya. Lalu di mana orang harus menghapus akibat-akibat dosanya itu? Jawaban Gereja Katolik ialah: di api penyucian yang sifatnya cuma sementara. Setelah hari kiamat, api penyucian tidak ada lagi, karena pada hari kiamat semua orang, baik yang hidup maupun yang mati ( di api penyucian ) akan dihakimi oleh Yesus, lalu akan ditempatkan entah di surga entah di neraka. Maka fungsi api penyucian ialah: menampung untuk sementara waktu ( sampai pada hari kiamat ) roh-roh manusia yang belum siap masuk surga. Di dalam api penyucian itu, roh-roh akan dibebasakan dari dosa-dosa kecil yang belum diampuni, dan menjalani hukuman akibat dosa-dosanya itu. Proses ini menyakitkan, sehingga dilambangkan dengan api. Bagaimana roh-roh itu dapat dibebaskan dari dosa? Yaitu dengan bantuan rohani dari orang yang masih hidup. Paham tentang adanya api penyucian dapat kita pertanggungjawabkan berdasarkan sabda Yesus sendiri: “Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak” ( Mat 12:32 ). Kesimpulan yang bisa kita tarik dari ayat ini ialah: kalau ada dosa tertentu yang tidak dapat diampuni, baik di dunia ini maupun di dunia yang akan datang, maka ada pula dosa-dosa lain yang bisa diampuni, baik di dunia ini maupun di dunia yang akan datang. Masalahnya sekarang ialah: di mana dan bagaimana dosa-dosa itu diampuni? Kalau orang masuk surga, tentunya itu berarti bahwa dia sudah tidak memerlukan pengampunan. Sebaliknya, kalau orang masuk neraka, baginya tidak ada lagi kemungkinan untuk diampuni dan masuk surga ( bdk Luk 16:19-31 ). Jadi, bagaimana mungkin ada dosa-dosa yang bisa diampuni  sesudah  orang  mati?  Nah,  inilah  iman  Gereja  Katolik,  berdasarkan sabda Yesus dalam Mat 12:32, Gereja Katolik yakin bahwa ada tempat sementara di mana masih ada pengampunan setelah kematian, yaitu API PENYUCIAN.

Penghormatan  kepada  Bunda  Maria.  Kritik dari Gereja-Gereja Protestan: Peranan Maria selesai pada saat ia telah melahirkan Yesus. Sesudah itu ia tidak lagi ikut dalam karya penyelamatan Allah, karena karya penyelamatan Allah itu sepenuhnya dilakukan oleh Yesus. Umat Katolik menyejajarkan Maria dengan Yesus. Buktinya: Umat Katolik berdoa kepada Maria, memberikan banyak gelar kepadanya, dan mengakui bahwa Maria diangkat ke surga jiwa dan badannya sama seperti Yesus. Kebiasaan-kebiasaan itu menimbulkan kesan kuat bahwa Umat Katolik  menyembah Maria. Tanggapan kita: Satu catatan penting: UMAT KATOLIK TIDAK PERNAH MENYEMBAH MARIA. UMAT KATOLIK MENGHORMATI MARIA SEBAGAI BUNDA YESUS DAN BUNDA GEREJA. Penghormatan Umat Katolik tidak pertama-tama tertuju pada pribadi Maria, melainkan kepada Allah yang telah dan sedang berkarya dalam diri Bunda Maria. Kita menghormati Bunda Maria karena keikutsertaannya yang unik dan tanpa syarat dalam karya penebusan Kristus. Penghormatan kita kepada Bunda Maria kita nyatakan misalnya melalui doa rosario, memakai nama baptis Maria, masuk dalam anggota Legio Mariae, berziarah ke goa-goa Maria. Kita patut menghormati Bunda Maria karena berkat imannya kepada Allah kita bisa berjumpa dengan Yesus, Putera Allah yang dilahirkannya. Bunda Maria mempunyai jasa yang amat besar dalam tugas penebusan Kristus bagi kita. Kita mengenal Allah Putera dalam diri Yesus Kristus karena iman dan kesediaan Bunda Maria menerima rencana Allah untuk melahirkan Yesus. Melalui Bunda Marialah kita sampai kepada iman akan Yesus  ( per Mariam ad Iesum ). Tentang keperawanan Maria, seringkali terdengar pertanyaan sinis: “Mungkinkah Maria tetap perawan setelah melahirkan anak ( Yesus )?”  Pertanyaan lain: “Bukankah melalui beberapa ayat Kitab Suci, kita tahu bahwa setelah melahirkan Yesus, Maria juga melahirkan adik-adik Yesus?” Ayat-ayat Kitab Suci yang menguatkan pendapat ini ialah: Mat 1:25: “Yusuf tidak bersetubuh dengan Maria SAMPAI  MARIA  MELAHIRKAN  ANAKNYA  LAKI-LAKI“; Luk 2:7: “…… Anaknya yang sulung”;  Mrk 6:3: “Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudaranya perempuan ada bersama kita?”  Jawaban kita atas kritik mereka yang didasarkan pada ayat-ayat Kitab Suci itu ialah:

·         Teks Mat 1:25 sebenarnya hanya mau mengatakan bahwa Yesus dikandung dan dilahirkan Maria dari Roh Kudus, bukan karena keinginan seorang laki-laki ( bdk Yoh 1:13 ). Jadi, tidak ada keterlibatan dari pihak Yusuf/Yosef. Tetapi secara hukum sipil yusuf bertindak sebagai ayah Yesus, sehingga ia berhak memberi nama pada bayi Yesus itu ( bdk Mat 1:25 ). Dari Yusuf        ( ayah-Nya secara hukum sipil ) inilah Yesus mendapat silsilah sebagai keturunan Raja Daud.

·         Sedangkan pernyataan Yesus sebagai anak sulung yang terdapat dalam Luk 2:7,  mau menyatakan bahwa dalam konteks penyelamatan seluruh umat manusia, Yesus adalah Putera Maria yang mendapat tempat istimewa dalam keluarga Kerajaan Allah. Dalam arti tertentu, kita semua yang percaya kepada Yesus adalah putera-puteri Maria, adik-adik Yesus, yang juga mendapat tempat dalam keluarga Kerajaan Allah. Jadi dalam keluarga Kerajaan Allah, kita adalah adik-adik Yesus. Berkat Sakramen Baptis, kita diangkat menjadi anak-anak angkat Allah oleh Yesus Kristus.

·         Bagaimana dengan kalimat: “saudara dan saudari Yesus” dalam Mrk 6:3? Pertama, dalam Bahasa Semit / Ibrani, istilah saudara mempunyai konotasi luas seperti dalam budaya kita, bukan hanya saudara kandung. Bukankah  dalam Kitab Suci tidak ada kalimat yang menyatakan bahwa Yesus mempunyai saudara kandung? Yang dikatakan dalam Kitab Suci ialah: Yesus mempunyai saudara laki-laki dan perempuan. Jadi, mungkin saja yang dimaksud dengan saudara/saudari Yesus itu ialah: saudara/saudari sepupu Yesus. Kedua, seandainya Yesus mempunyai adik kandung, mengapa saat disalibkan Dia menyerahkan ibu-Nya kepada Yohanes? “Sejak saat itu Yohanes menerima Maria di dalam rumahnya” ( Yoh 19:25-27 ). Andai saja Yesus mempunyai saudara/saudari kandung yang dilahirkan oleh ibu-Nya, Maria, tentulah Maria tidak dititipkan kepada Yohanes.

Paham tentang Penggunaan Patung-Patung   Kritik dari Gereja-Gereja Protestan: Umat Katolik telah melanggar perintah Allah yang di antaranya tertulis dalam Kel 20:4-5: “Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya, sebab Aku, Tuhan, Allahmu adalah Allah yang cemburu…”. Dengan membuat dan menempatkan berbagai patung di gereja, di rumah, di sekolah, di rumah sakit, dan di mana saja, Umat Katolik berarti telah melanggar perintah Allah itu dan juga telah menyembah patung-patung itu. Tanggapan kita: Umat Katolik tidak pernah menganggap patung-patung itu sebagai dewa/dewi yang harus disembah. Penghormatan ( jadi bukan penyembahan ) kepada patung hanyalah ungkapan rasa hormat kita pada pribadi yang mau digambarkan oleh patung itu.

Berikut ini kami mencoba menjawab dua pertanyaan yang sering dilontarkan oleh saudara/saudari dari Gereja Protestan:

·         Mengapa Gereja Katolik mengizinkan penggunaan patung? Jawaban kita ialah: manusia itu makhluk yang membutuhkan lambang atau simbol. Untuk menjelaskan hal ini, baiklah kita ambil beberapa contoh. Contoh dari dunia profan adalah bendera. Bendera adalah lambang dari suatu bangsa. Bendera itu bukanlah bangsa itu sendiri. Ini jelas sekali. Semua orang tahu akan hal ini. Namun orang harus menghormati bendera itu dengan tunduk di depannya, atau mengangkat tangannya. Orang yang berani menurunkan bendera lalu menginjak-injaknya, pasti akan dihukum, sebab itu sama dengan menghina bangsa yang dilambangkan oleh bendera itu. Contoh lain, banyak orang memasang foto orang tua mereka yang telah meninggal. Mengapa? Orang tua yang telah meninggal itu tidak kelihatan lagi, namun tetap hidup dalam hati dan pikiran mereka. Dengan memasang foto orang tua yang telah meninggal dan tidak kelihatan lagi itu, mereka merasa selalu bertemu dengannya. Ketika mereka merindukannya, mereka akan memandang foto itu. Maka foto orang tua yang telah meninggal itu bisa menjadi sarana komunikasi, di mana orang dapat mengobati rasa rindu, dapat berkontak batin, dapat mendoakannya. Nah, tidak berbeda dengan Umat Katolik yang memasang patung Yesus dan Maria di gereja atau di rumahnya. Yesus dan Maria kini tidak kelihatan lagi.  Namun  Umat  Katolik  senantiasa  mencintai  dan merindukan Yesus dan Maria yang tidak kelihatan itu. Dengan memandang patung Yesus dan Maria, Umat Katolik yakin bahwa kerinduannya kepada Yesus dan Maria terobati. Lebih daripada  sekedar mengobati rasa rindu, Umat Katolik dengan memandang patung Yesus dan Maria semakin terbantu untuk merasakan perjumpaan dengan Yesus dan Maria. Patung Yesus dan Maria dapat menjadi sarana bagi Umat Katolik untuk semakin mencintai Yesus dan Maria, semakin mempersatukan diri dengan Yesus dan Maria, dapat memusatkan hati dan pikiran dengan lebih baik saat berdoa di depan patung itu. Sekalipun patung-patung itu penting, namun Umat Katolik tidak pernah menyembah patung-patung itu. Tanpa patung pun kita bisa berdoa dengan baik. Maka patung-patung itu pun dalam Gereja Katolik bukanlah sesuatu yang dimutlakkan/diharuskan. Penyembahan berhala terjadi bila orang meng-Tuhan-kan patung itu sendiri, sehingga kehilangan patung itu berarti kehilangan Tuhan. Umat Katolik tidak seperti itu. Kita bisa berdoa dengan baik tanpa patung-patung itu, sebab patung-patung itu hanyalah sarana saja, dan bukan Tuhan Allah yang kita sembah. Memang harus diakui bahwa kadang-kadang orang menghormati patung secara berlebih-lebihan. Orang suka mengelus patung, mencium patung, bahkan memandikannya dengan kembang. Bagi orang yang tidak memahaminya, itu memberi kesan penyembahan berhala. Lalu orang bisa berkata: “Kalau penghormatan patung bisa membuat orang cenderung kepada penyembahan berhala, mengapa masih dipertahankan?” Kalau ada pertanyaan begitu, kita menjawabnya demikian: “Penyelewengan-penyelewengan memang selalu bisa terjadi. Akan tetapi hal itu tidak perlu menjadi alasan untuk menghapuskan sesuatu, apabila halnya itu sendiri mempunyai arti yang cukup besar bagi banyak orang. Orang toh tidak akan berkata: `Janganlah menikah, sebab cukup banyak orang yang bercerai` atau `Jangan naik mobil, karena sering terjadi kecelakaan”.

·         Bukankah penggunaan patung bertentangan dengan Kel 20:4-5 dan  Ul 4:15?  Jawaban kita ialah: Memang Allah melarang pembuatan patung apa pun. Tetapi larangan pembuatan patung  ini dilanjutkan dengan larangan “penyembahannya”. Maka yang dilarang itu bukanlah PEMBUATAN PATUNG, melainkan PENYEMBAHAN PATUNG. Bukankah patung itu adalah hasil karya seni? Seandainya segala bentuk seni patung itu dilarang, mengapa dalam Kel 25:18-20 Tuhan sendiri memerintahkan pembuatan dua kerub dari emas untuk ditempatkan di atas penutup tabut perjanjian?  ( Kerub adalah makhluk surgawi yang menyerupai manusia bersayap dan yang berwajah binatang). Atau, mengapa dalam bait suci yang kelak di bangun oleh Salomo, ditaruh juga sepasang kerub dari kayu minyak yang dilapisi emas?( Baca 1 Raj 6:23-28 ).  Nah, maka dengan membuat patung,  Gereja Katolik tidak bertentangan dengan Kel 20:4-5 dan Ul 4:15.  Sebab, sekali lagi kami tekankan, yang dilarang dalam Kel 20:4-5 dan Ul 4:15 adalah PENYEMBAHAN PATUNG, dan bukan PEMBUATAN PATUNG.  Karena  ternyata Allah sendiri menyuruh Musa membuat kerub dari emas ( Kel 25:18-20 );  membuat  patung ular dari tembaga ( Bil 21:8 ); Tuhan mengizinkan Salomo membuat patung kerub di dalam Bait Suci ( 1 Raj 6:23-28 ).

b.   Bidang Ajaran Moral Gereja Katolik

Tujuan Penyuluhan: Memberikan penerangan dan pemahaman kepada Umat Katolik ( kelompok binaan ) tentang prilaku hidup baik yang seharusnya menjadi habitus baru dalam seluruh kehidupannya berdasarkan iman Gereja Katolik.

Materi Penyuluhan: Beberapa materi penyuluhan di bidang Ajaran Moral Gereja Katolik antara lain:

Paham tentang Suara Hati. Gereja Katolik percaya bahwa Allah dalam Roh Kudus-Nya bersemayam dalam hati manusia. Roh Kudus itu berperan mengarahkan dan membimbing manusia kepada jalan dan pilihan hidup yang baik. Suara Allah dalam hati manusia itulah yang diyakini oleh Gereja Katolik sebagai suara hati. Manusia, dalam mengatur dan mengarahkan dunia, memiliki otonomi yang dihayati dalam keputusan suara hati, sebab bagi manusia otonomi berarti tanggung jawab. Kesadaran akan tanggung jawab itu disebut “kesadaran moral”, dan pengarahan hidup serta tindakan manusia disebut “keputusan suara hati”. Suara hati ialah: kemampuan manusia untuk menyadari tugas moral dan untuk mengambil keputusan moral. Suara hati tidak hanya menilai sarana dan tujuan usaha manusia sesuai dengan arah hidupnya. Keputusan suara hati juga merupakan pedoman dan daya penggerak bagi tindakan yang etis dan bermoral. Bagi manusia yang telah menemukan Tuhan sebagai dasar dan tujuan hidupnya, keputusan suara hati juga merupakan jawaban terhadap Tuhan. Di dalam imanlah, manusia bertemu dengan Tuhan. Maka bagi orang beriman keputusan suara hati berarti perwujudan iman, sebab sebagaimana hidup menjadi kenyataan kalau membuat sesuatu yang konkrit, demikian juga iman menjadi hidup dalam keputusan mengenai tugas dan kewajiban sehari-hari di hadapan Tuhan.

Paham tentang Pengguguran Janin.  Masa awa hidup, yaitu masa hidup dalam kandungan, mempunyai arti yang khas,  baik bagi bayi maupun bagi ibunya. Hidup manusia baru itu berelasi dengan ibunya dan relasi itu meliputi: dimensi-dimensi biologis, medis, psikologis, dan juga pribadi. Bayi di dalam kandungan menerima hidup seluruhnya dari ibunya. Dalam hal ini terjalin relasi amat mesra antara ibu dan bayi yang dikandungnya. Apakah kita sampai hati menodai dan mengkhianati relasi mesra itu dengan cara menggugurkan janin itu? Mengenai pengguguran janin, Gereja Katolik tegas mengatakannya sebagai dosa pembunuhan. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa pengguguran janin  sebagai suatu “tindakan kejahatan yang durhaka”, sama dengan pembunuhan anak. Gereja Katolik mengajarkan bahwa sejak detik pertama terjadinya pembuahan/konsepsi ( menyatunya sel sperma dengan sel telur ) telah terbentuklah kehidupan manusia. Maka segala usaha penguguran, juga dengan alasan terapeutik, bertentangan dengan tugas memelihara dan meneruskan hidup. Karenanya, pengguguran adalah dosa melawan kehendak Allah yang menginginkan agar manusia memelihara kehidupan.

Paham tentang Hukuman Mati.  Gereja tidak mendukung adanya hukuman mati, namun tidak melarangnya juga. Gereja mempertahankan, bahwa kuasa negara yang sah berhak menjatuhkan hukuman mati dalam kasus yang amat berat. Kendatipun demikian, banyak orang bertanya: adakah hukuman mati sesuai dengan moral Kristiani? Dengan hukuman mati, dan dengan hukuman pada umumnya, masyarakat mendenda perbuatan seseorang yang di pengadilan terbukti bersalah. Namun perlu dipertanyakan: apakah hukuman mati perlu supaya keadilan dapat ditegakkan? Tidak adakah cara lain untuk menegakkan keadilan selain hukuman mati? Apa gunanya membela diri melawan suatu perbuatan yang sudah terlanjur terjadi dengan membunuh seseorang? Apakah dengan matinya si penjahat, keadilan dan kesejahteraan dipulihkan dan penjahat diperbaiki? Orang terhukum dengan kasus amat berat sekalipun, adalah manusia yang memiliki hak azasi atas hidup sama seperti orang-orang lain. Maka dalam hal ini, hukuman mati sebenarnya tidak diperbolehkan. Hanya satu yang mempunyai hak atas hidup dan mati manusia, yaitu: Tuhan.

Paham tentang Euthanasia.   Hal euthanasia sebetulnya sama seperti pengguguran. Tidak diperbolehkan mempercepat kematian seseorang secara “aktif” dan terencana, juga jika secara medis ia tidak lagi dapat disembuhkan dan juga kalau euthanasia dilakukan atas permintaan pasien sendiri. Tak seorangpun berhak mengakhiri hidup orang lain, biarpun karena rasa iba. Tidak dibenarkan mengakhiri hidup orang hanya karena kasihan atau rasa iba. Penderitaan harus diringankan bukan dengan pembunuhan, melainkan dengan pendampingan oleh seorang teman. Euthanasia, entah apapun alasannya, adalah dosa pembunuhan  melawan kehendak Allah.
Paham tentang Keluarga Berencana.   Gereja mendukung program KB yang digalakkan oleh pemerintah. Namun Gereja hanya dapat menasihati para penganutnya untuk mengikuti program KB sejauh tidak bertentangan dengan Ajaran Gereja, dan tidak melawan kodrat manusia sebagai ciptaan Tuhan. Metode KB yang dianjurkan Gereja ialah KBA (Keluarga Berencana Alamiah). Namun kendati Gereja menganjurkan metode KBA, Gereja Indonesia melalui para uskupnya mengatakan bahwa dalam keadaan terpaksa, dengan tidak melawan hati nuraninya, para suami-istri dapat menggunakan metode lain (KB Buatan) asalkan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
·         Tidak merendahkan martabat suami atau istri. Misalnya: Suami atau istri memaksa pasangannya untuk menggunakan salah satu metode KB buatan. Pemaksaan jelas merupakan pelecehan/perendahan martabat orang lain.
·         Tidak berlawanan dengan hidup manusia. Jadi, metode KB yang bersifat abortif (membunuh) ditolak, termasuk juga sterilisasi, karena ini mengurangi keutuhan badan manusia.
·         Dapat dipertanggungjawabkan secara medis. Artinya: tidak membawa efek samping yang menyebabkan kesehatan atau nyawa ibu  terancam.             
     
      Bagaimana penilaian moral Gereja untuk masing-masing metode KB?
ü  Gereja sangat menganjurkan metode KB alamiah seperti:
o   metode kalender
o   metode temperatur (pengukuran suhu basal)
o   metode ovulasi Billings
o   metode simptotermal
ü  Metode yang dilarang oleh Gereja karena bersifat abortif antara lain:
o   abortus provocatus (pengguguran dengan sengaja)
o   spiral (spiral menghancurkan sel sperma dan sel telur yang telah menyatu/bakal bayi. Maka spiral bersifat abortif)
o   pil mini (bersifat abortif karena meracuni bakal bayi)
ü  Metode yang boleh digunakan dalam keadaan terpaksa, dengan tidak melawan hati nurani, antara lain: kondom, diafragma, spermasid, coitus interruptus (disebut juga senggama terputus), pil anti hamil, suntikan anti hamil, susuk.


c.   Bidang Ajaran Sosial Gereja Katolik

Tujuan Penyuluhan: Memberikan penerangan dan pemahaman kepada Umat Katolik ( kelompok binaan ) tentang hakikat manusia sebagai makhluk sosial dan perannya dalam membangun kehidupan yang adil dan sejahtera.

Materi Penyuluhan: Beberapa materi penyuluhan di bidang Ajaran Sosial Gereja Katolik antara lain:

Paham tentang Hak Azasi Manusia.   Ajaran Sosial Gereja Katolik menegaskan: “Karena semua manusia mempunyai jiwa berbudi dan diciptakan menurut citra Allah, karena mempunyai kodrat dan asal yang sama, serta – karena penebusan Kristus – mempunyai panggilan dan tujuan ilahi yang sama, maka kesamaan azasi antara manusia harus senantiasa diakui” ( GS 29 ). Dari ajaran ini tampak pandangan Gereja Katolik tentang hak azasi manusia, yakni hak yang melekat pada diri manusia sebagai insan, ciptaan Allah. Hak ini tidak diberikan kepada seseorang karena kedudukan, pangkat, atau situasi; hak ini dimiliki setiap orang sejak lahir, karena dia seorang manusia. Hak ini bersifat azasi bagi manusia, karena kalau hak ini diambil, ia tidak dapat hidup sebagai manusia lagi. Oleh karena itu, hak azasi manusia merupakan tolok ukur dan pedoman yang tidak dapat diganggu-gugat dan harus ditempatkan di atas segala aturan hukum. Gereja Katolik mendesak diatasinya dan dihapuskannya setiap bentuk diskriminasi, entah yang bersifat sosial atau kebudayaan, entah yang didasarkan pada jenis kelamin, warna kulit, suku, keadaan sosial, bahasa, ataupun agama. Hak azasi itu tidak diberikan, melainkan telah ada/melekat/dimiliki dalam setiap pribadi manusia.

Paham tentang Relasi Majikan-Buruh.   Kekerasan majikan terhadap buruh masih saja sering terjadi. Bukan hanya kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan moral, psikis, dan ekonomi. Kita harus ikut mengupayakan kemajuan dan kesejahteraan para buruh dan pekerja. Nilai pribadi buruh dan pekerja jauh melebihi nilai kerja dan modal. Oleh karena itu, kaum buruh dan pekerja kecil, khususnya buruh anak dan wanita, harus mendapat perhatian khusus dari kita umat beriman Kristiani. Para pemilik modal patut memperhatikan tata-kerja, jamsostek, hak-hak para buruh. Para pejabat negara dan politisi wajib mengusahakan peraturan dan perundang-undangan yang adil dan mendesak agar sungguh dilaksanakan. Sebaliknya, para buruh hendaknya dengan tekun dan berani serta dengan cara-cara yang tepat dan santun memperjuangkan hak-hak mereka.

Paham tentang Keadilan.   Keterlibatan dalam penegakan keadilan dan partisipasi dalam perubahan dunia merupakan unsur konstitutif pewartaan kabar gembira, yakni perutusan Gereja untuk penebusan umat manusia dan untuk pembebasannya dari segala penindasan. Gereja dan dunia tidak lagi dilihat sebagai dua bidang tersendiri, yang terpisah satu sama lain. Iman yang diungkapkan dalam Gereja harus diwujudkan dalam dunia. Pewujudan iman itu harus kelihatan antara lain melalui perjuangan menegakkan keadilan, sebagai salah satu nilai keutamaan dalam Kerajaan Allah.

Paham tentang Kesenjangan Sosial.   Masalah paling mendesak dalam dunia sosial saat ini bahwa kita mudah sekali dipecah-pecah oleh perbedaan-perbedaan ekonomi, politik, budaya, suku, agama, pertahanan dan keamanan. Maka dibutuhkan kreativitas seluruh warga bangsa, tak terkecuali Umat Katolik, guna menghidupkan semangat persatuan melampaui segala batas kelompok sosial, suku, agama, dan budaya. Hanya dengan cara itulah keadilan sosial dapat tercapai, dan kesenjangan sosial dapat terkikis.

Paham tentang Kesetiakawanan Sosial.  Upaya membantu orang kecil yang miskin dan lemah memerlukan pembaruan kepekaan sosial. Usaha ini memerlukan kesediaan bertobat. Bertobat dalam konteks kesetiakawanan sosial adalah mampu melupakan diri dan mengubah prilkaku egois yang menjadikan manusia bersikap kikir dan serakah terhadap harta kekayaan. Kesetiakawanan sosial tidak akan terjalin bila manusia dalam hidupnya dikendalikan oleh prilaku egois, kikir, dan serakah.

 3.2.   Materi Penyuluhan di Bidang Pembangunan Bangsa

a.   Bidang Pendidikan Kaum Muda

Tujuan Penyuluhan: Memberikan penerangan dan pemahaman kepada Orang Muda Katolik tentang prilaku hidup yang sehat sebagai murid-murid Yesus di tengah-tengah kehidupan yang semakin diwarnai dan dikuasai oleh berbagai “nafsu duniawi”.

Materi Penyuluhan: Beberapa materi penyuluhan bagi Orang Muda Katolik antara lain:

Paham tentang NARKOBA.   Yang menjadi persoalan adalah: bukan pemakaian/penggunaan NARKOBA, melainkan penyalahgunaan NARKOBA. Penyalahgunaan NARKOBA di kalangan orang muda akhir-akhir semakin marak dan menjurus kepada kondisi gawat darurat. Kondisi semacam ini harus menjadi keprihatinan para tokoh agama sekaligus menjadi titik berat dari perjuangannya mengupayakan kehidupan orang muda yang lebih baik. Orang Muda Katolik harus berani mengatakan TIDAK terhadap penyalahgunaan NARKOBA.

 Paham tentang Seks Bebas dan HIV-AIDS.   Orang Muda Katolik harus paham akan apa yang dikatakan oleh St. Paulus: “Tubuhmu adalah Bait Roh Kudus”. Sebagai Bait Roh Kudus, tubuh harus dirawat dan dijaga agar tetap murni. Terlena dan terbuai dalam pergaulan seks bebas adalah prilaku yang bertolak belakang dengan upaya menjaga agar tubuh tetap murni. Orang Muda Katolik harus mampu menghindarkan diri dari prilaku-prilaku seks bebas. Seks bebas amat dekat dengan bahaya mematikan HIV-AIDS.

Paham tentang Keterlibatan Menggereja.  Peran aktif Orang Muda Katolik dalam kehidupan menggereja amat dibutuhkan, bukan saja demi kebaikan Gereja, tetapi juga demi perkembangan hidup yang baik bagi mereka. Keaktivan Orang Muda Katolik dalam kehidupan menggereja dapat menjadi penangkal terhadap pengaruh-pengaruh buruk seperti: penyalahgunaan NARKOBA, seks bebas, premanisme, dsb.
Paham tentang Cita-cita dan Masa Depan.   Manusia harus memiliki cita-cita hidup. Tanpa cita-cita, manusia hidup tak terarah. Orang Muda Katolik hendaknya menentukan cita-cita hidup demi masa depan yang lebih baik. Namun cita-cita itu harus pula disesuaikan dengan minat, bakat, dan kemampuan ekonomi orangtua. Perlu dipahami bahwa cita-cita yang terlalu tinggi dan tidak disesuaikan dengan kemampuan ekonomi orangtua dapat menjadikan frustrasi bila pada akhirnya tidak tercapai. Namun menggantungkan cita-cita “setinggi langit” pun perlu juga supaya dalam diri kaum muda terdapat semangat hidup.

Paham tentang Kesetaraan Gender.   Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang sifatnya tidak kodrati, melainkan diciptakan oleh kebiasaan, kebudayaan, pandangan, pengaruh ekonomi dalam masyarakat. Masalah utama dalam persoalan gender ialah: perlakuan yang kurang dan tidak adil oleh kaum laki-laki terhadap kaum perempuan. Supaya dipahami bahwa dalam Kitab Kejadian dikatakan: Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan itu SEPADAN. Kalau mereka sepadan, maka segala prilaku perendahan dan pelecehan terhadap kaum perempuan harus ditinggalkan.

Paham tentang Krisis Nilai.   Di balik segala pergulatan belajar, kaum muda terus-menerus dihadapkan pada tugas manusiawi mendasar, yaitu: menemukan dan mengembangkan bakat serta mempersiapkan pengabdiannya terhadap orangtua, agama, bangsa, dan akhirnya Tuhan sendiri. Dalam proses itu banyak kaum muda mengalami krisis nilai. Guna membantu mereka, kita perlu menciptakan hidup gerejawi  dan kemasyarakatan yang jelas menjunjung tinggi nilai-nilai dasar manusiawi, tempat para muda menemukan identitas dirinya.


b.   Bidang Kehidupan Ekonomi

Tujuan Penyuluhan: Memberikan penerangan dan pemahaman kepada Umat Katolik (kelompok binaan) tentang upaya-upaya menuju kesejahteraan pribadi dan masyarakat.

Materi Penyuluhan: Beberapa materi penyuluhan di bidang kehidupan ekonomi antara lain:

Paham tentang Prinsip “Bonum Commune”.   Gereja menilai positif usaha bisnis, dengan menunjukkan bahwa usaha tersebut merupakan suatu fungsi dalam hidup bersama. Maka baik-buruknya bisnis perlu diukur dari sejauh mana bisnis itu menghasilkan perbaikan kesejahteraan umum. Dalam kerangka itu, pemilikan upaya produksi adalah wajar dan sah bila mendukung kerja yang berfaedah bagi diri sendiri dan juga bagi masyarakat demi terciptanya kesejahteraan bersama.

 Paham tentang Etika Bisnis.   Semakin banyak usaha menuntut diciptakannya tata niaga dan pranata mengenai standar mutu, demi kepentingan konsumen maupun peningkatan dunia usaha sendiri. Namun, masih ada juga usahawan yang tidak konsisten dalam menjaga mutu. Proses pemilikan upaya produksi tidak selalu wajar dan sah. Tidak jarang keuntungan diperoleh karena fasilitas khusus dari kolusi, sehingga dinamika sejati dunia bisnis dan konsumen ternodai. Korupsi dan penindasan/pemerasan merajalela. Monopoli pun tak kalah gencar. Para usahawan Katolik  perlu diberi penerangan dan pemahaman tentang etika bisnis yang benar dan baik.

Paham tentang Peran Iptek dalam Memajukan Ekonomi.   Kita sadar bahwa penguasaan iptek merupakan syarat mutlak untuk memproduksi dan memasarkan barang serta jasa atas dasar kekuatan sendiri. Pada gilirannya hal itu dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Tetapi kebanyakan rakyat kita bahkan belum mempunyai dasar sukup untuk menggapai tekhnologi madya. Di banyak daerah, tekhnologi sederhana pun masih harus dikejar dengan susah payah. Kendati demikian, pengaruh negatif dari iptek harus kita waspadai, sebab tidak jarang kemajuan iptek itu menjerumuskan kita dalam jurang kehancuran hidup.

Paham tentang Sikap Konsumtif.   Tuntutan akan peri hidup yang lebih memuaskan dan lebih bermutu memang wajar. Namun, harus dihindari sikap konsumtif yang dibuat-buat, dan berlebihan, yang berlawanan dengan kesehatan jiwa dan raga serta di luar kewajaran sehingga merugikan martabat manusia. Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia hendaklah mengindahkan citra manusia seutuhnya, yang memperhitungkan semua dimensi hidup, yang juga mementingkan segi-segi batiniah dan rohaniah serta tidak hanya menuruti tuntutan jasmaniah.

Paham tentang Kerja.   Bekerja, di samping untuk mencari nafkah bagi diri dan keluarga sendiri, juga menjadi ungkapan martabat manusia. Kerja memiliki matra sosial dan religius. Manusia juga bekerja demi kesejahteraan umum. Orientasi dan motivasi dalam bekerja perlu dalam rangka usaha mengatur tata dunia sesuai dengan kehendak Allah.

c.   Bidang Lingkungan Hidup

Tujuan Penyuluhan:  Memberikan penerangan dan pemahaman kepada Umat Katolik ( kelompok binaan ) tentang keharusan manusia menjaga, merawat, dan melestarikan lingkungan hidup sebagai ungkapan nyata rasa syukur kepada Allah atas alam yang indah ini.

Materi Penyuluhan: Beberapa materi penyuluhan di bidang lingkungan hidup antara lain:

Paham tentang Perusakan / Pencemaran Lingkungan Hidup.   Lingkungan hidup manusia luas sekali, maka bentuk dan sebab perusakan/pencemaran lingkungan hidup pun banyak pula. Macam-macam perusakan/pencemaran lingkungan hidup antara lain:
a.   Perusakan dan Pencemaran Tanah:
      - tanah diracuni oleh pestisida, minyak bekas, limbah
   - tanah menjadi kritis karena erosi yang disebabkan oleh penggundulan hutan
b.   Pembabatan dan Perusakan Hutan:
         - banyak pepohonan ditebang demi perluasan lahan pertanian, kota, pabrik,  tempat wisata, secara   tidak proporsional
      - banyak hutan ditebang untuk berbagai perusahaan: triplek, mebel, kertas.
c.   Pemusnahan Fauna:
   - banyak jenis binatang musna karena nafsu manusia untuk berburu dan sport
   - banyak jenis binatang terancam punah karena diburu untuk diambil dagingnya, tanduknya,  kulitnya.
   - banyak jenis binatang terancam habitatnya karena pembakaran, pembalakan hutan  secara liar.
d.   Pencemaran Air dan Laut
-    air minum dicemari bahan kimia yang beracun, pestisida dan deterjen dari rumah tangga, pabrik.  
            - air laut dicemari oleh minyak dan bahan kimiawi dari limbah industri dan kapal-kapal besar.

e.   Pencemaran Udara
       - udara dicemari oleh berbagai asap pabrik dan kendaraan bermotor
    - udara menjadi berbau busuk karena timbunan sampah dan limbah serta kotoran.

Paham tentang Sebab Utama Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup.

a.  Manusia
- manusia belum/tidak menyadari akibat-akibat dari tindakannya
            - manusia serakah; memburu kepentingan / keuntungan sendiri
            - manusia memboroskan sumber kekayaan alam
            - manusia tidak bertanggungjawab untuk  generasi yang akan datang

      b.   Kepadatan penduduk dan kemiskinan
Kepadatan penduduk dan kemiskinan dapat mendorong orang mengeksploitasi sumber alam untuk   mempertahankan hidup.   Di mana ada kepadatan penduduk, apa lagi kalau penduduknya miskin, maka gampang sekali terjadi pencemaran lingkungan dan pemanfaatan sumber alam secara tidak bertanggungjawab.

Paham tentang Akibat Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup

      a.   Akibat Pencemaran Tanah
Proses pembentukan tanah yang memakan waktu jutaan tahun seakan tidak memiliki nilai sejarah yang patut disayangi. Oleh berbagai pencemaran, tanah banyak yang kembali menjadi batuan tandus. Tanah menyimpan berjuta kehidupan, dan memberikan berjuta kehidupan itu kepada manusia, melalui sifatnya yang subur. Namun oleh karena ulah manusia, kini tanah nyaris tak mampu menghidupi manusia. Jika kesuburan tanah mulai merosot, tanah terkikis erosi, tanah terlalu jenuh oleh pupuk-pupuk buatan, maka kehidupan manusia dan makhluk lain di bumi ini akan terancam.

b.   Akibat Penebangan Hutan (penghilangan jalur hijau)
            - banyak sumber air mengering dan debit air menurun
            - banyak tanah menjadi tidak subur dan terkikis erosi
            - banyak jenis satwa kehilangan “rumah”
      - suhu udara cenderung tinggi dan curah hujan berkurang
      - penyerbukan tanam-tanaman terganggu

c.   Akibat Perburuan Satwa
            - banyak jenis satwa terancam punah
            - akibat kepunahan jenis satwa, generasi mendatang tidak dapat menikmati eloknya satwa  liar
            - rantai kerjasama antar satwa akan terputus

d.   Akibat Pencemaran Air dan Udara
            - berbagai penyakit pernafasan mulai berjangkit karena udara kotor
            - penyakit kulit, disentri, muntaber mulai berjangkit karena air tercemar
            - kandungan oksigen dalam udara menipis
      - terbentuk gas-gas “rumah kaca” yang menyebabkan “pemanasan global”.   Pemanasan global    menyebabkan mencairnya es-es di kutub, yang menyebabkan permukaan laut meninggi. Permukaan laut yang meninggi menyebabkan pulau-pulau tenggelam, sehingga penghuninya  harus mengungsi. Arus pengungsian ada kalanya  menyebabkan pertikaian. 

d.  Bidang Politik

Tujuan Penyuluhan: Memberikan penerangan dan pemahaman kepada Umat Katolik ( kelompok binaan ) tentang hakikat dan tujuan politik yang bersih, benar, dan baik.

Materi Penyuluhan:   Beberapa materi penyuluhan di bidang politik antara lain:

Pancasila dan Etika Berpolitik.   Guna melaksanakan Pancasila diperlukan penyadaran mengenai etika politik di negara kita, khususnya dalam upaya membangun persatuan bangsa guna menciptakan keadilan sosial melalui proses demokratis. Minimal dalam satu dasawarsa terakhir ini Pancasila kelihatannya semakin tidak mendapat perhatian dari anak-anak bangsa Indonesia. Sekolah-sekolah mulai meninggalkan pelajaran khusus mengenai Pancasila. Situasi semacam ini menjadikan dunia perpolitikan di negara kita semakin tidak mengarah kepada prilaku politik yang etis dan bermoral. Kita harus memperjuangkan agar Pancasila tetap eksis dan dipahami secara baik dan benar.

 Kesadaran Hukum.   Kesadaran hukum dapat menolong peningkatan mutu hidup bersama sebagai satu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kesadaran hukum harus dimiliki oleh semua warga negara, baik masyarakat umum maupun aparat dan pemerintah negara. Kesadaran hukum membantu kita hidup secara baik sebagai warga negara; tahu batas-batas antara hak dan kewajiban sebagai warga negara. Sangat diharapkan bahwa kita bisa menjadi warga Gereja yang baik dan sekaligus menjadi warga negara yang baik. Untuk tujuan ini diperlukanlah sikap sadar hukum.

Kesadaran akan Persatuan dan Kesatuan Bangsa.   Kita, sebagai bagian yang tak terpisahkan dari bangsa Indonesia, bertekad membela dan mengisi persatuan bangsa dengan menolak segala pengkotak-kotakan, baik di bidang politik, hukum, ekonomi, budaya, maupun agama. Kita harus menjadi pelopor dalam mengupayakan persatuan dan kesatuan bangsa. Bhinneka Tunggal Ika harus tetap menjadi dasar dan pedoman bagi upaya membela persatuan dan kesatuan bangsa. Kita harus bercermin pada Yesus yang dalam pergaulan-Nya tidak pernah membeda-bedakan kelompok manapun.

Politikus Awam Katolik.  Tugas langsung di bidang politik merupakan tugas kaum awam mengdusukan tata dunia. Di sanalah panggilan mereka secara khas, yaitu agar politik dijalankan demi kesejahteraan rakyat seluruhnya. Kegiatan politik awam Katolik harus dijiwai oleh iman Katolik yang benar, namun mereka berjuang atas nama pribadi atau kelompok politiknya, bukan atas nama Gereja. Tiada seorang pun dapat mengatasnamakan Gereja (Katolik) dalam langkah politiknya. Satu hal penting adalah: politikus awam Katolik janganlah ikut-ikutan terseret dalam berbagai prilaku yang merugikan bangsa dan negara. Ajaran iman Katolik harus dipegang teguh.

e.   Bidang Kebudayaan

Tujuan Penyuluhan: Memberikan penerangan dan pemahaman kepada Umat Katolik ( kelompok binaan ) tentang hakikat dan makna terdalam dari setiap kebudayaan yang muncul dalam masyarakat.

Materi Penyuluhan:  Beberapa materi penyuluhan di bidang kebudayaan antara lain:

Hiburan dan Kebudayaan.   Semakin banyak orang yang terbiasa menyisihkan waktu untuk mencari hiburan. Mereka ingin menikmati suasana refresing. Hiburan sehat memang diperlukan dan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan jasmani dan rohani. Namun, sering kurang kewaspadaan kita mencegah banyak orang terjerumus ke dalam hiburan yang justru merusak keluarga dan karena itu merusak kebahagiaan seluruh masyarakat. Pola-pola hiburan yang tidak sehat sesungguhnya menciptakan kebudayaan baru yang dapat memperlemah dan merusak tata hidup yang etis dan bermoral. Hiburan-hiburan tak sehat yang seringkali merendahkan martabat manusia sudah semakin membudaya. Hal ini harus kita cegah.

Hiburan yang Kreatif.   Banyak orang yang diperbudak oleh rasa senang melulu. Mereka mencari hiburan yang tidak menyebabkan budaya “re-creatio”, artinya: budaya yang merangsang hasrat menciptakan kembali atau bersikap produktif. Kadang kala hiburan malah menurunkan martabat manusia, dengan mengobyekkan manusia atau merangsang kekerasan. Hiburan hendaknya membawa produktivitas sejati, mengembangkan kreativitas dan aktivitas tubuh.

Budaya Pemersatu.   Amat terasa betapa akhir-akhir ini bangsa kita mengalami pengkotak-kotakan relasi akibat berbagai perbedaan budaya, agama, suku, status sosial, dsb. Padahal, kita mengetahui bahwa perpecahan mudah disulut oleh kata-kata atau tindakan kurang bijaksana dalam forum agama, budaya, pendidikan, ekonomi, suku, dsb. Memang sudah muncul diskusi-diskusi dan dialog-dialog mengenai perlunya budaya pemersatu yang menyebabkan rakyat tidak saling menjauhi, melainkan inklusif. Kita masih harus mencari jalan yang berdayaguna dan berhasilguna untuk membangun persatuan tanpa batas. Untuk itu kta harus mendukung berabagai kegiatan dan lembaga atau forum yang mengarah pada upaya mempersatukan bangsa.


Inkulturasi.   Gereja Katolik tidak menolak apa saja yang baik dalam kebudayaan setempat. Kita ingin menjadi Gereja yang berakar, tumbuh, dan berkembang secara dialogis di dalam masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Mengikuti para nabi, Gereja ingin bersama masyarakat membebaskan diri dari rasa takut ke arah pendewasaan yang merangkul semua pihak dengan semangat iman kepada Tuhan. Inkulturasi berarti kita masuk dalam budaya setempat, berakar dalam budaya setempat, hidup dalam budaya setempat, dan akhirnya berkembang dalam budaya setempat. Iman Gereja hendaknya menjadi jiwa dari stiap kebudayaan, menggantikan jiwa-jiwa animisme dan tahyul. Dengan inkulturasi diharapkan bahwa terjadi perubahan budaya dari berorientasi pada tahyul kepada berorientasi pada ajaran iman Gereja yang kudus. 

***