Pendahuluan
Pada tataran
Pembangunan Nasional: Pembangunan nasional memerlukan partisipasi aktif pelaku-pelaku
pembangunan, baik dalam bentuk pernyataan maupun kegiatan. Keterlibatan aktif
masyarakat dalam pembanguanan dapat dipercepat melalui program-program
penyuluhan pembangunan yang efektif dan handal. Untuk itu maka kegiatan
pembangunan perlu dan harus ditangani
oleh tenaga profesional dengan dukungan tenaga profesional di bidang
penyuluhan pembangunan dengan dilandasi komitmen yang kuat dari berbagai
pihak.
Dalam hal ini
subtansi keahlian dan kesungguhan bergerak serta bertindak dari para
pelaku pembangunan, para pelaku penyuluhan merupakan prasyarat utama.
Demikianpun halnya
dengan Penyuluh Agama Katolik PNS. Tentu memiliki peran yang penting dalam
pembangunan nasional.
Dasar Hukum
Keputusan Bersama
Menteri Agama RI dan Kepala Badang Kepegawaian
Negara No. 574 Tahun 1999 dan Nomor 178 Tahun 1999 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya
Siapa itu Penyuluh Agama Katolik
Penyuluh adalah
PNS yang diberi tugas , tanggungjawab, wewenang dan hak secara penuh oleh
pejabat yang berbewenang untuk melaksanakan bimbingan/penyuluhan Agama dan
Pembangunan.
Apa Itu Penyuluhan?
Adalah suatu
kegiatan bimbingan/penyuluhan dan pembangunan lewat bahasa agama untuk
meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan nasional
Peran Strategis Penyuluh
Penyuluh memiliki
peran yang sangat strategis. Peran penyuluh tidak hanya sebatas pada fungsi
menyampaikan inovasi dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh sasaran penyuluhannya, akan tetapi harus mampu menjadi
jembatan penghubung antara pemerintah atau lembaga penyuluhan yang diwakilinya dengan
masyarakat sasaran, baik dalam hal menyampaikan inovasi atau
kebijakan-kebijakan pembangunan maupun untuk menyampaikan umpan balik atau
tanggapan kepada pemerintah/lembaga penyuluhan yang bersangkutan.
Jadi Penyuluh
haruslah dapat beperan sebagai pembimbing, organisator, dinamisator, pelatih, teknisi, dan jembatan penghubung antara masyarakat
sasaran dan lembaga yang diwakilinya.
Menurut Rogers
(1983) penyuluh sebagai agen pengubah adalah seseorang yang atas nama pemerintah atau lembaga
penyuluhan berkewajiban untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh sasasaran penyuluhan untuk mau dan mampu melakukan perubahan
dengan mengadopsi suatu inovasi. Karena itu, seorang penyuluh seperti
dikemukakan Mardikanto (1992) haruslah memiliki kualifikasi tertentu,
baik yang menyangkut kepribadian, pengetahuan, sikap, dan keterampilan menyuluh
yang professional.
Profesinalisme
Profesi diukur
berdasarkan kepentingan dan tingkat kesulitan yang dimiliki. Dalam dunia keprofesian kita mengenal
berbagai terminologi kualifikasi profesi yaitu : profesi, semi profesi, terampil, tidak terampil, dan quasi
profesi.
Bulle
seperti dikutip Gilley Dan Eggland (1989) mendefinisikan profesi sebagai
bidang usaha manusia berdasarkan pengetahuan, dimana keahlian dan pengalaman
pelakunya diperlukan oleh masyarakat. Definisi ini meliputi asapek yaitu :
a.
Ilmu pengetahuan tertentu
b.
Aplikasi kemampuan/kecakapan, dan
c.
Berkaitan dengan kepentingan umum
Aspek-aspek yang
terkandung dalam profesi tersebut juga merupakan standar pengukuran profesi
penyuluhan
Proses
Profesional
Proses
professional adalah proses evolusi yang menggunakan pendekatan organisasi
dan sistemastis untuk mengembangkan profesi ke arah status professional
(peningkatan status).
Secara teoritis
menurut Gilley Dan Eggland (1989) pengertian profesional dapat didekati
dengan empat prespektif pendekatan yaitu orientasi filosofis,
perkembangan bertahap, orientasi karakteristik, dan orientasi non-tradisonal.
Orientasi Filosofi
Ada tiga
pendekatan dalam orientasi filosofi, yaitu:
pertama lambang
keprofesionalan adalah adanya sertifikat, lissensi, dan akreditasi. Akan tetapi
penggunaan lambang ini tidak diminati karena berkaitan dengan aturan-aturan
formal.
Pendekatan kedua yang digunakan untuk tingkat
keprofesionalan adalah pendekatan sikap individu, yaitu pengembangan sikap
individual, kebebasan personal, pelayanan umum dan aturan yang bersifat
pribadi. Yang penting bahwa layanan individu pemegang profesi diakui oleh dan
bermanfaat bagi penggunanaya.
Pendekatan ketiga
: electic, yaitu pendekatan yang menggunakan prosedur, teknik, metode
dan konsep dari berbagai sumber, sistim, dan pemikiran akademis. Proses
profesionalisasi dianggap merupakan kesatuan dari kemampuan, hasil kesepakatan
dan standar tertentu. Pendekatan ini berpandangan bahwa pandangan individu
tidak akan lebih baik dari pandangan kolektif yang disepakati bersama.
Sertifikasi profesi memang diperlukan, tetapi tergantung pada tuntutan
penggunanya.
Orientasi Pengembangan
Orientasi
perkembangan menekankan pada enam langkah pengembangan profesionalisasi,
yaitu:
a. Dimulai dari
adanya asosiasi informal individu-individu yang memiliki minat terhadap profesi.
b. Identifikasi
dan adopsi pengetahuan tertentu.
c. Para praktisi
biasanya lalu terorganisasi secara formal pada suatu lembaga.
d. Penyepakatan
adanya persyaratan profesi berdasarkan pengalaman atau kualifikasi
tertentu.
e. Penetuan kode
etik.
f. Revisi
persyaratan berdasarkan kualifikasi tertentu (termasuk syarat akademis) dan
pengalaman di lapangan.
Orientasi Karakteristik:
Profesionalisasi
juga dapat ditinjau dari karakteristik profesi/pekerjaan. Ada delapan
karakteristik pengembangan profesionalisasi, dengan yang lain saling
terkait:
a. Kode etik
b. Pengetahuan
yang terorganisir
c. Keahlian dan kompetensi yang bersifat khusus
d. Tingkat
pendidikan minimal
e. Sertifikat
keahlian
f. Proses
tertentu sebelum memangku profesi untuk bisa memangku tugas dan tanggung jawab
g. Kesempatan
untuk penyebarluasan dan pertukaran ide diantara anggota
h. Adanya
tindakan disiplin dan batasan tertentu jika terjadi malpraktek.
Orientasi non-tradisional
Prespekti
pendekatan yang keempat yaitu prespektif non-tradisonal menyatakan bahwa
seseorang dengan bidang ilmu tertentu diharapkan mampu melihat dan merumuskan karakteristik yang unik dan
kebutuhan dari sebuah profesi. Oleh karena itu perlu dilakukan
identifikasi elemen-elemen penting untuk sebuah profesi, misalnya termasuk pentingnya sertifikasi
profesional dan perlunya standarisasi profesi untuk menguji kelayakannya
dengan kebutuhan lapangan.
Revolusi Informasi dan Tantangan Penyuluhan
Hampir semua orang
sependapat bahwa teknologi informasi telah, sedang dan akan merubah kehidupan
umat manusia dengan menjanjikan cara kerja dan cara hidup yang lebih efektif, lebih
bermanfaat, dan lebih kreatif. Sebagaimana dua sisi, baik dan buruk, teknologi
informasi juga memiliki hal yang demikian. Sebagai teknologi, kedua sisi
tersebut keberadaanya sangat tergantung pada pemakainya.
Adi Sasono ( 1999) mengidentifikasi beberapa pernyataan
berikut yang bisa memberikan pertimbangan kemana seharusnya teknologi
ini diarahkan dan ditempatkan dengan sebenar-benarnya, karena apabila keliru,
suatu bangsa akan mengalami akibatnya secara fatal, yaitu :
Teknologi baru sering membuka peluang bagi
perubahan hirarki sosial yang ada di masyarakat sehingga mendorong
terjadinya demokratisasi, tetapi disisi lain hirarki sosial yang ada dapat
dipertahankan oleh teknologi dan bahkan diperkuat lagi.
Menurut Adi
Sasono (1999) menambahkan revolusi teknologi informasi yang pesat telah
mengaburkan batas-batas tradional yang membedakan bisnis, media dan pendidikan.
Teknologi informasi juga mendorong permaknaan ulang perdagangan dan investasi.
Revolusi ini secar
pasti merasuki semua aspek kehidupan, pendidikan, segala sudut usaha, kesehatan, entertaiment, pemerintahan, pola
kerja, perdagangan, pola roduksi, bahkan pola relasi antar masyarakat dan antar individu.
Suatu hal yang merupakan tantangan bagi semua bangsa, masyarakat dan individu.
Pada dasarnya,
adanya teknologi informasi telah memungkinkan dan memudahkan manusia saling
berhubungan dengan cepat,
mudah,terjangkau, dan memiliki potensi untuk mendorong pembangunan
masyarakat. Teknologi yang semacam ini harus
dimiliki oleh rakyat secara luas untuk dapat membantu rakyat
mengorganisir diri secara modern dan efisien, sehingga pada gilirannya rakyat
yang mendapat manfaat terbesar .
Dalam rangka meningkatkan profesionalisme
penyuluhan, terjadinya revolusi teknologi informasi seperti diatas
adalah sebuah tantangan yang harus mampu dipecahkan. Adanya revolusi informasi
harus dapat dimanfaatkan oleh bidang penyuluhan sebagai alat mencapai
tujuannya.
Untuk itu, perlu
didukung oleh suatu kehendak dan etika yang dilandasi oleh keilmuan penyuluhan
dengan dukungan berbagai pengalaman para praktisi penyuluhan di lapangan.
Peran program
pendidikan yang mempersiapkan tenaga ahli penyuluhan , seperti perguruan
tinggi, Pusdiklat dan lembaga pendidikan kemasyarakatan lainnya perlu
mempersiapkan pelaku-pelaku penyuluhan yang mampu menyampaikan informasi
pembangunan dan mampu memotivasi masyarakat
untuk melakukan tindakan yang tepat, sesuai dengan tuntutan perkembangan
teknologi informasi dan kebutuhan masyarakat sasaran penyuluhan
Profesionalisme dalam Penyuluhan
Sistem penyuluhan
seharusnya berorientasi pada kegiatan mendalami dan mengembangkan perubahan
perilaku masyarakat dan merupakan proses pendidikan berkelanjutan yang
dilakukan dengan cara persuasive atau membujuk.
Namun, hingga saat ini tidak jarang berubah bentuk
menjadi proses instruksi dengan cara paksaan. Hal ini terjadi karena kegiatan
penyuluhan dilakukan dengan cara berorientasi pada kepentingan sektoral atau target
pembangunan tertentu tanpa memikirkan kepentingan dan kesiapan khalayak dalam
menerima berbagai tawaran perubahan tersebut.
Sistem penyuluhan
yang berorientasi pada keterpaduan dengan mengutamakan kepentingan khalayak
sasaran penyuluhan seharusnya dijadikan tolok ukur dalam merancang suatu
program penyuluhan.
Dalam hal ini
etika penyuluhan (kode etik) merupakan suatu hal yang perlu disepakati
keberadaannya sehingga tidak semua orang atau semua pihak merasa mampu
melakukan penyuluhan. Lewat etika penyuluhan sekaligus dapat dipertemukan
berbagai kepentingan dengan beragam kepentingan khalayak sasaran penyuluhan.
Dengan demikian
pendekatan pembangunan dari bawah (bottom-up) dan pendekatan pembangunan
dari atas (top-down) dapat dan mau dipertemukan dalam suasana keakraban.
Oleh karenanya,
kerjasama antara pelaku pembangunan
dan pelaku penyuluhan harus saling terkait dan saling memerlukan
Kode etik
penyuluhan akan berfungsi sebagai norma hukum dan sekaligus sebagai norma
kemasyarakatan. Oleh karenanya kelembagaan profesionalisme penyuluhanpun sangat diperlukan untuk
menghindari penyuluhan yang terkotak-kotak karena alasan struktur birokratisasi
atau kepentingan pembangunan sektoral.
Untuk itu, maka
setiap penyuluh dan setiap kelembagaan penyuluhan tidak perlu harus memiliki
sistem penyuluhan sendiri dengan khalayak sasaran penyuluhan yang juga
tersendiri.
Dengan demikian
maka tidak akan terjadi kebingungan khalayak sasaran penyuluhan dalam menerima
informasi yang dirancang dan disampaikan dengan berbagai gaya dan kemasan yang
tidak jarang mengakibatkan timbulnya salah informasi dan salah pemikiran
tentang makna informasi tersebut .
Profesionalisme
penyuluhan juga harus didukung oleh
kompetensi yang standar yang harus
dikuasai oleh para penyuluh professional.
Salah satu dari kompetensi tersebut adalah pemilikan kemampuan
menggunakan teknologi informasi yang terus-menerus berkembang sesuai dengan
kemajuan dan kebutuhan masyarakat.
Keahlian yang
bersifat khusus, tingkat pendidikan minimal, dan sertifikat keahlian haruslah
dipandang perlu sebagai prasarat untuk menjadi penyuluh professional.
Selain itu, agar
profesi penyuluhan dapat berkembang maka evaluasi dan uji kelayakan profesi
harus terus menerus dilakukan.
Dengan demikian
maka, pengembangan profesionalisme penyuluhan juga harus mempersyaratkan hidup
dan berperanannya organisasi profesi penyuluhan, sehingga terjadi
penyebarluasan dan pertukaran ide diantara anggota dalam menjaga kode etik dan
pengembangan profesi.
Melalui cara
demikian, maka tindakan penyuluhan akan sesuai dengan bidang ilmu dari profesi
penyuluhan dan mampu mengikuti tuntutan
perkembangan serta perubahan masyarakat penggunanya.
Daftar Bacaan:
- Gilley, Jerry W and Steven A.Eggland (1989). Prinsiples of Human Resouces Development. NY:Addison Wesley Pub Comp.Inc.
- Sasono, Adi (1999). Ekonomi Kerakyatan dalam Dinamika Perubahan: Paper Konferensi Internasional Ekonomi Jaringan, Jakarta: 6-7 Desember.
- Vitalaya S.Hubeis, Aida dkk. (ed.) (1992). Penyuluhan Pembangunan di Indonesia, Jakarta: Pt.Pustakan pembangunan Nusantara.
(Redaktur)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar