Pengantar:
Admin pengelola blog ini akan menampilkan materi atau tulisan/artikel yang dikirimkan ke Subdit Penyuluhan Pusat, DITJENBIMAS Katolik Kementerian Agama RI. Tulisan ini ditampilakan apa ada dan bukan untuk komersial. Masukan dan kritik positif diterima dengan tangan terbuka. Kali ini ditampilkan tulisan Heru Asmoro,S.Ag. Semoga bermanfaat.
PENYULUH AGAMA
KATOLIK
Dipanggil untuk Memberi Suluh Iman
Oleh:
Heru Asmoro, S.Ag
( Penyuluh Agama Katolik pada Kementrian Agama
Kanwil Prov. Sumbar )
Siapakah Penyuluh Agama Katolik itu?
a. Beberapa Istilah dan Pengertiannya
Sebelum kita melangkah lebih jauh untuk berbicara perihal
siapa penyuluh Agama Katolik dan bagaimana strategi yang harus diterapkan, baik
kalau kita memahami terlebih dahulu beberapa istilah tekhnis perihal penyuluh.
Tidak semua istilah penyuluhan akan diuraikan dalam kesempatan ini.
·
Penyuluh. Berasal dari kata
“suluh”, yang artinya: barang yang dipakai untuk menerangi ( obor, senter,
lampu, oncor ). Penyuluh artinya: pemberi penerangan, penunjuk jalan.
·
Pesuluh. Orang yang disuluh; orang
yang diberi penerangan.
·
Penyuluhan. Proses, cara, dan
kegiatan memberikan penerangan.
·
Menyuluh. Menerangi, menunjukkan
jalan.
·
Penyuluh Agama. Orang yang
memberikan penerangan tentang agama dan ajaran-ajaran agama yang dianut oleh
pesuluh dan penyuluh itu sendiri.
·
Kelompok sasaran. Pesuluh yang
menjadi tanggung jawab dari seorang penyuluh, yang biasanya dikelompokkan
berdasarkan wilayah dan kategori-kategori tertentu.
·
Juru Penerang. Istilah lain yang
sering dipakai untuk menunjukkan jati diri seorang penyuluh. Disebut juru
penerang karena jati dirinya sebagai orang yang memberikan terang/penerangan.
b. Tugas-Tugas Pokok Penyuluh Agama Katolik
Siapakah penyuluh agama itu? Ini pertanyaan kita
semua. Penyuluh agama adalah orang yang mengajar, menerangi, dan menjadi
teladan dalam hidup beriman. Untuk menjadi pengajar yang baik, untuk menjadi
penerang yang bercahaya, dan untuk menjadi teladan hidup yang dapat dianut,
seorang penyuluh agama hendaknya memiliki mutu pribadi yang memadai. Mutu
pribadi yang memadai sebagai seorang pengajar ialah: mempunyai wawasan
yang luas dan memahami apa yang ia
ajarkan. Untuk itu seorang penyuluh agama hendaknya gemar membaca untuk memperluas wawasan. Termasuk juga tidak
gengsi bertanya kepada orang yang dipandang lebih paham tentang apa yang hendak
ia ajarkan. Mutu pribadi yang memadai sebagai seorang penerang yang
bercahaya ialah: memiliki iman yang tangguh dan integritas diri yang
mantap. Iman dan integritas diri itu memungkinkan ia tetap bercahaya. Untuk
itu, seorang penyuluh Agama Katolik hendaknya selalu dekat dengan Sumber Terang
sendiri dan senantiasa menimba cahaya dari Sumber Terang itu. Sumber Terang itu
ialah Yesus Kristus. Maka supaya seorang penyuluh Agama Katolik tetap
bercahaya, ia harus memiliki kedekatan relasi dengan Yesus Kristus. Ibarat aki
atau batteray yang selalu dipakai dan semakin lemah sehingga setiap kali harus
dicas, seorang penyuluh Agama Katolik juga harus senantiasa
“dicas”. Seorang penyuluh Agama Katolik harus senantiasa diisi dan disegarkan
oleh sabda-sabda Yesus, misalnya melalui membaca Kitab Suci setiap hari. Dengan
menjalin kedekatan yang mesra dengan Yesus, seorang penyuluh Agama Katolik
“mencas” dirinya sehingga cahayanya tidak pernah pudar. Mutu
pribadi yang memadai sebagai seorang teladan hidup beriman ialah:
memiliki pikiran, perkataan, dan perbuatan yang bermoral dan etis. Pikiran,
perkataan, dan perbuatan
yang bermoral dan
etis memungkinkan seorang
penyuluh Agama Katolik dijadikan panutan bagi mereka yang disuluhnya. Setiap
kali seorang penyuluh Agama Katolik harus menyucikan pikiran, perkataan, dan
perbuatannya, pertama-tama dengan menimba kesucian itu dari Kitab Suci. Bukan
saja ketika Ibadat Sabda atau Perayaan Ekaristi pada Hari Minggu, tetapi setiap
hari. Apa yang kita lakukan dan ucapkan setiap kali hendak mendengarkan Injil
pada Hari minggu, hendaknya juga menjadi kebiasaan kita setiap hari. Apa itu?
Ketika hendak mendengarkan Injil, kita membuat tanda salib pada dahi, mulut,
dan dada. Perbuatan ini bukan tanpa maksud. Sambil membuat
tanda salib pada
dahi, mulut, dan
dada itu, kita mengucap dalam
hati: “Sucikanlah pikiranku, perkataanku, dan
perbuatanku melalui Sabda-Mu ya Tuhan”. Nah, kebiasaan semacam ini
hendaknya menjadi kebiasaan setiap hari bagi kita para penyuluh Agama Katolik.
Secara
konkrit, tugas-tugas pokok penyuluh Agama Katolik itu hendaknya dilaksanakan
dengan memperhatikan tiga hal mendasar yang menjadi fokus keprihatinan karya
pastoral Gereja Indonesia. Tiga hal mendasar itu ialah:
q Pengetahuan
dan penghayatan iman umat yang masih dangkal. Penghayatan iman yang
benar menuntut adanya pengetahuan dan pemahaman akan apa yang diimani.
Seseorang tidak mungkin menghayati sesuatu yang ia sendiri tidak tahu apa
sesuatu itu. Kenyataan yang ada ialah: bahwa kebanyakan Umat Katolik saat ini
tidak paham tentang berbagai hal yang menjadi pokok iman Katolik. Situasi
semacam ini menuntut para penyuluh Agama Katolik untuk mengadakan
“rekatekumenat” bagi umat yang dibinanya. Misalnya: kepada umat perlu diajarkan
kembali arti membuat tanda salib. Mengapa? Kenyataannya banyak umat yang tidak
memahami apa arti dan makna membuat tanda salib itu. Kebanyakan umat hanya tahu
sekedar menggerakkan tangan ke dahi, ke dada, dan ke pundak kiri dan kanan,
bahkan tanpa kata-kata. Apa makna membuat tanda salib itu, dan apa makna salib
itu sendiri hendaknya diajarkan kembali. Contoh lain, penghormatan terhadap
Sakramen Mahakudus tidak akan bermakna bila umat tidak paham tentang arti
Sakramen Mahakudus, tentang kurban Yesus yang dirayakan dalam rupa Sakramen
Mahakudus, dan tentang Ekaristi. Begitu
juga tentang Bunda Maria, api penyucian, dsb.
q Kesadaran
hidup menggereja yang belum benar. Perlu dipahami bahwa Gereja
bukan sekedar “perkumpulan” orang-orang yang dibaptis, melainkan suatu
“persekutuan” orang-orang yang dibaptis dalam Nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus.
Persekutuan mengandaikan adanya ikatan batin satu sama lain dan perasaan
senasib-sepenanggungan yang dihayati dalam semangat cinta kasih. Hidup
menggereja yang baik adalah penghayatan akan persekutuan itu, di mana setiap
anggota Gereja menyadari diri sebagai bagian tak terpisahkan dari satu Tubuh
Gereja. Hidup menggereja yang baik tidak hanya ditunjukkan dalam perbuatan tak
pernah absen merayakan Ekaristi setiap Hari Minggu, atau dalam berbagai
kegiatan rayon. Tak pernah absen dalam
Ekaristi dan kegiatan rayon adalah baik, bahkan amat baik dan dianjurkan. Namun
itu tidak akan bermakna
bila hati kita tertutup untuk mengasihi orang lain. Tuhan tidak
pertama-tama menuntut kita supaya selalu hadir dalam Perayaan Ekaristi. Tuhan
lebih menuntut kita untuk selalu hadir dalam mewujudkan cintakasih-Nya.
Bukankah Yesus pernah bersabda: “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku:
Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan
kehendak Bapa-Ku yang di sorga” ( Mat 7:21 ). Kehendak Bapa ialah:
supaya semua orang hidup saling mengasihi.
q Partisipasi
umat yang masih rendah dalam tata dunia. Dunia kita saat ini sedang
diambang kehancuran. Berbagai krisis dengan segala persoalan dan risikonya
tengah melanda dunia kita. Tata dunia semakin jauh dari maksud asli
penciptaanya. Sebagai anggota Gereja, kita harus terlibat aktif dalam
upaya-upaya menata kembali dunia ini seperti
maksud asli penciptaannya. Penyuluh
Agama Katolik mempunyai
tugas mengajak dan memberi dorongan kepada umat Katolik untuk melibatkan
diri dalam upaya-upaya itu. Bagaimana caranya? Yakni dengan mengajak umat
“hidup dalam dunia nyata”. Artinya: melihat kenyataan yang ada di sekitar, dan
bersikap terhadap kenyataan itu. Misalnya: kenyataan alam yang semakin rusak,
kenyataan tindak kekerasan yang tak pernah surut, kenyataan rusaknya mental
generasi muda, kenyataan terjadinya tindak-tindak ketidakadilan, kenyataan
meledaknya populasi penduduk, dsb. Penyuluh Agama Katolik hendaknya tidak
menutup mata terhadap kenyataan-kenyataan itu. Ia seharusnya aktif memberikan
pengajaran dan penerangan melalui bahasa agama tentang bagaimana mengatasi
berbagai kenyataan itu. Misalnya: menghadapi kenyataan bahwa peledakan populasi
penduduk dirasa kurang menguntungkan, maka penyuluh Agama Katolik hendaknya
memberi penerangan kepada umat tentang perlunya ikut program KB. Harus dipahami
bahwa program KB yang hendaknya diikuti oleh umat Katolik adalah program KB
yang sesuai dengan ajaran iman Katolik. Maka penyuluh Agama Katolik harus
menerangkan definisi, tujuan, dan metode KB yang diajarkan oleh Gereja Katolik.
Gereja Katolik mendukung program KB, tetapi bersikap selektif terhadap
alat-alat dan metode KB. Ternyata banyak alat dan metode KB yang dikatakan
bersifat kontrasepsi, tetapi ternyata bersifat kontranidasi atau kontravita.
Alat-alat kontrasepsi boleh digunakan, tetapi alat-alat kontranidasi atau
kontravita dilarang oleh Gereja, karena sifatnya membunuh. Nah, hal-hal semacam
ini harus diketahui oleh penyuluh Agama Katolik untuk selanjutnya diterangkan
kepada umat.
2. STRATEGI
PENYULUHAN AGAMA KATOLIK
a. Sepintas tentang Spiritualitas Penyuluh Agama
Katolik
Spiritualitas adalah: pendirian tertentu. Berasal dari
kata “Spiritus” (Bahasa Latin) yang artinya: roh. Spiritualitas dapat diartikan
sebagai: pendirian yang dijiwai oleh
semangat tertentu. Spiritualitas Penyuluh artinya: pendirian yang dijiwai oleh
semangat pelayanan untuk memberikan penerangan sesuai bidang penyuluhannya.
Spiritualitas Penyuluh Agama Katolik artinya: pendirian yang dijiwai oleh
semangat pelayanan untuk memberikan penerangan tentang iman dan ajaran Gereja
Katolik.
Spiritus / roh tidak bertentangan dengan tubuh. Ahli
Filsafat Yunani bernama Plato,
mempertentangkan roh dengan
tubuh. Dan Socrates,
juga ahli Filsafat Yunani,
mengatakan: “tubuh adalah penjara roh”.
Pandangan Socrates ini
sangat mempengaruhi keyakinan hidup orang-orang Athena ( Yunani ). Maka
ketika St. Paulus mewartakan tentang kebangkitan kepada orang-orang Athena,
mereka menolaknya. Orang-orang Athena tidak mengakui adanya kebangkitan, karena
menurut mereka kebangkitan adalah penderitaan. Mengapa? Karena kebangkitan
berarti: roh dipenjara lagi di dalam tubuh. Spiritualitas menurut Injil
artinya: hidup menurut Roh. Hidup menurut Roh menuntut adanya semangat
pembaruan sikap hidup. Roh selalu memberi pembaruan itu. Pembaruan sikap hidup
dinyatakan melalui pertobatan terus-menerus. Bertobat artinya: meninggalkan
cara berpikir manusiawi. Dalam Bahasa Yunani disebut “metanoia”. Berasal dari
dua kata: “meta”
artinya: melampaui; dan “nous”
artinya: cara berpikir. Metanoia artinya:
melampaui cara berpikir manusia. Seorang penyuluh Agama Katolik harus memiliki semangat
bertobat untuk memperbarui diri dan mutu pelayanannya. Inilah yang menjadi
semangat dasar dalam spiritualitas penyuluh Agama Katolik, yaitu: senantiasa
memperbarui sikap hidup sesuai dengan bimbingan Roh Kudus. Spiritualitas
penyuluh Agama Katolik harus bersumber dari spiritualitas Yesus Kristus yang
bukan saja bersimpati, melainkan berempati dengan
orang lain. Simpati berbeda dengan empati. Simpati, berasal dari kata Bahasa
Yunani: “sun” artinya: bersama; dan “pasko”
artinya: merasa. Simpati berarti: merasa bersama. Empati, berasal dari
kata Bahasa Yunani: “En” artinya: di dalam; dan “pasko”
artinya: merasa. Empati artinya: “merasa di dalam” / “memasuki hati
orang”. Empati hanya mungkin bila orang
mampu melupakan diri.
Dalam menjalankan tugasnya, seorang penyuluh Agama
Katolik hendaknya senantiasa berpedoman pada spiritualitas Yesus Kristus, dan
bersedia mengembangkan religiositas yang dihidupinya. Religiositas seorang
penyuluh Agama Katolik adalah religiositas yang bersumber dari penghayatan imannya
akan Allah, Bapa yang menyayanginya. Religiositas dapat dipahami sebagai:
kesalehan yang dihayati sebagai jalan mencari keselamatan. Ada dua macam
religiositas, yaitu:
1)
Religiositas
fungsional: keselamatan
dirasakan sebagai suatu kebutuhan. Orang mencari Allah karena merasa memiliki
kekurangan yang dapat dipenuhi oleh Allah. Maka orang mencari Allah karena
adanya kebutuhan.
2)
Religiositas
interpersonal: keinginan
untuk menjalin relasi. Orang mencari Allah karena mau membangun relasi intim
dan pribadi dengan Allah, melampaui adanya kebutuhan akan diselamatkan.
Keinginan membangun relasi pribadi dengan Allah ini memungkinkan orang akrab
dan semakin paham tentang pribadi Allah yang sesungguhnya. Secara tidak sadar
manusia sering memiliki paham yang salah tentang Allah. Misalnya: Allah tahu
segala sesuatu sebelum hal itu terjadi. Kalau demikian, berarti Allah sudah
tahu bahwa saya akan masuk neraka. Pertanyaan kita ialah: kalau begitu untuk
apa Allah menciptakan saya? Masakan Allah menciptakan saya untuk celaka di
neraka. Allah macam apa itu? Maka paham kita tentang Allah harus
diluruskan. Kita memahami Allah bukan pertama-tama Allah yang Mahatahu dan
Mahakuasa, melainkan Allah yang Mahakasih. Maka kita percaya bahwa
Allah menciptakan kita bukan untuk celaka di neraka, melainkan
untuk dikasihi-Nya
b.
Strategi
Penyuluhan Agama Katolik
Sebagai suatu
kegiatan yang memiliki sasaran dan tujuan, penyuluhan hendaknya terencana dan
berstrategi. Rencana penting untuk menentukan arah, sasaran, dan tujuan
penyuluhan. Strategi penting supaya
kegiatan penyuluhan dapat terlaksana secara terarah dan
berkesinambungan. Strategi juga diperlukan untuk
menjamin ketepatan sasaran penyuluhan. Strategi yang diterapkan untuk
memberikan penyuluhan kepada orang dewasa tentu berbeda dengan strategi yang
diterapkan untuk memberikan penyuluhan kepada anak-anak. Barangkali tema atau
materinya sama, tetapi gaya dan cara penyampaiannya bisa saja atau bahkan harus
berbeda. Misalnya: kita akan memberikan penyuluhan dengan tema “Melestarikan
Lingkungan hidup”. Acuan kita ialah: Kitab Kejadian 1:26-28. Tema dengan acuan
yang sama, mau kita sampaikan kepada dua kelompok sasaran, kelompok orang
dewasa dan kelompok anak-anak.
Berceramah dan berdiskusi mungkin menjadi strategi yang bisa diterapkan
dalam penyuluhan kepada orang dewasa. Tetapi bila ceramah dan diskusi itu
diterapkan dalam penyuluhan kepada anak-anak,
mungkin hasil yang
diharapkan tercapai justru tidak
tersentuh sama sekali. Bercerita dan bermain barangkali lebih cocok bagi
anak-anak. Anak-anak lebih menyukai penjelasan langsung-konkrit daripada harus
mendengarkan ceramah yang bagi mereka sesuatu yang membosankan. Akan lebih
efektif bila ketika menerangkan tentang dampak membuang sampah sembarangan,
anak-anak kita ajak untuk mengamati dan membersihkan got yang tersumbat oleh
sampah. Maka dalam memberikan penyuluhan, kita mesti paham siapa kelompok
sasaran yang kita hadapi supaya dengan demikian kita dapat menetapkan strategi
yang sesuai.
Kita
akan membicarakan strategi penyuluhan dengan berpolakan pada strategi Yesus
Kristus. Yesus Kristus adalah model penyuluhan kita. Ia mengabdikan seluruh
hidup-Nya untuk memberikan penyuluhan / penerangan lewat sabda dan karya nyata.
Penyuluhan yang dilakukan oleh Yesus Kristus bersifat tak terbatas, dalam arti
memiliki cakupan dan jangkauan yang luas. Kita coba melihat satu contoh dalam
Kitab Suci, bagaimana strategi yang diterapkan oleh Yesus Kristus dalam
kegiatan penyuluhan. Sambil merenungkan Kitab Suci, kita mencoba memahami
strategi penyuluhan Yesus Kristus, untuk selanjutnya terapkan dalam kegiatan
penyuluhan kita. Kita ingin mengambil model Yesus Kristus dalam kegiatan
penyuluhan. Kita renungkan perikop
berikut ini:
YESUS MEMBANGKITKAN ANAK MUDA DI NAIN ( Luk 7:11-17 )
11 Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain. Murid-murid-Nya
pergi bersama-sama dengan Dia, dan juga orang banyak menyertai-Nya
berbondong-bondong. 12 Setelah Dia dekat pintu gerbang kota, ada orang
mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda,
dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu. 13 Dan ketika Tuhan MELIHAT
janda itu, TERGERAKLAH HATINYA OLEH BELASKASIHAN, lalu Dia berkata
kepadanya: ‘Jangan menangis!’ 14 Sambil menghampiri usungan itu Dia MENYENTUHNYA,
dan sedang para pengusung berhenti, Dia berkata: ‘Hai anak muda, Aku berkata
kepadamu, bangkitlah!’ 15 Maka bangunlah orang itu dan duduk dan mulai
berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya. 16 Semua orang itu
ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: ‘Seorang nabi besar
telah muncul di tengah-tengah kita,’ dan ‘Allah telah melawat umat-Nya’. 17 Maka tersiarlah kabar tentang Yesus di
seluruh Yudea dan di seluruh daerah sekitarnya.
Dalam
kisah injil tadi diceritakan bahwa yang mati adalah seorang anak
laki-laki muda, dan ibunya adalah seorang janda. Anak tunggal dari seorang janda.
Itu berarti bahwa anak laki-laki muda yang meninggal itu adalah tulang
punggung kehidupan ibunya yang sudah janda. Ibunya pasti menggantungkan
harapan dan segala kebutuhan ekonominya pada anaknya itu. Kalau anaknya itu
mati, maka ibu janda itu kehilangan tumpuan harapan kehidupannya. Dia akan
berjuang sendiri untuk menghidupi dirinya, tanpa seorangpun membantunya. Yesus
tidak sampai hati membiarkan keadaan pedih, menderita, dan susah payah itu
dialami oleh janda itu. Yesus menaruh belaskasihan yang besar kepada janda itu.
Maka Yesus mengembalikan kegembiraan dan harapan janda itu dengan membangkitkan
anak laki-lakinya yang mati. Dengan demikian janda itu memiliki kembali harapan
dan tumpuan hidupnya yang selama ini digantungkan pada anak laki-lakinya.
Sungguh besar kasih Yesus kepada orang yang menderita.
Tindakan Yesus membangkitkan orang
mati menjadi tanda:
a. Allah berbelaskasih
Belas
kasih Allah menjadi
nyata dalam pribadi Yesus yang mau peduli terhadap situasi hidup manusia. Tindakan Yesus membangkitkan anak muda di Nain membawa
kegembiraan bagi ibunya yang sudah janda. Yesus peduli akan kesedihan janda
itu, karena setelah kematian suaminya, barangkali anak satu-satunya itu menjadi
tumpuan hidupnya. Yesus tidak sampai hati melihat tumpuan hidup janda itu mati.
Maka dengan penuh belas kasih Yesus mengembalikan kegembiraan janda itu dengan
membangkitkan anaknya yang mati.
b. Allah senantiasa melawat umat-Nya.
Tindakan
Yesus membangkitkan orang mati
menjadi tanda bahwa Allah senantiasa hadir di dalam hidup manusia. Allah berada
di tengah-tengah kehidupan manusia, dan senantiasa mengusir kesedihan manusia.
Dalam tindakan-Nya membangkitkan anak dari seorang janda di Nain, Yesus
menyatakan kehadiran Allah yang mengusir kesedihan janda itu.
c. Kabar gembira yang memberi keselamatan dan
kehidupan.
Yesus
adalah kabar gembira
dari Allah yang memberi keselamatan dan kehidupan kepada manusia. Melalui
tindakan-Nya membangkitkan orang mati, Yesus secara nyata menampilkan
kedatangan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah adalah kabar gembira yang
menyelamatkan dan menghidupkan seluruh umat manusia.
Pertanyaan untuk
direnungkan:
1)
Apa
motivasi Yesus membangkitkan anak muda itu dari kematian?
2)
Menurut
Anda, siapa nama anak muda yang dibangkitkan oleh Yesus itu?
3)
Menurut
Anda, dalam hal mana janda itu sangat berterimakasih kepada Yesus?
4)
Bagaimana
strategi penyuluhan Yesus dalam perikop ini?
Jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan itu ialah:
1. Motivasi Yesus membangkitkan anak muda itu
ialah: Yesus mau mencurahkan kasih-Nya yang besar kepada ibu anak muda yang
sudah janda itu. Yesus ingin mengembalikan kegembiraan dan kebahagiaan janda
itu yang telah direnggut oleh kematian anak satu-satunya itu. Anak itu adalah
satu-satunya tumpuan hidup bagi ibunya yang sudah janda. Yesus tahu betapa
besar kesedihan janda itu oleh karena kematian anaknya. Maka Yesus ingin
melepaskan janda itu dari kesedihannya dengan menghidupkan kembali tumpuan
harapannya.
2. Anak itu bernama “Yesus”. Nama Yesus, dalam
Bahasa Ibrani ialah: “Yehosuah” atau “Yosua”. Yehosuah/Yosua artinya: “Tuhan
pertolonganku”. Peristiwa Yesus membangkitkan anak muda itu menjadi tanda besar
bahwa Tuhan adalah pertolongan bagi orang yang menderita. Dalam peristiwa Yesus
membangkitkan anak muda itu menjadi nyata bahwa Tuhan hadir dalam setiap
penderitaan manusia sebagai seorang penolong.
3. Janda itu sangat berterimakasih kepada Yesus karena
Yesus telah mengembalikan satu-satunya tumpuan harapan hidupnya. Janda itu
tidak punya siapa-siapa untuk curhat,
berkeluh-kesah,
menggantungkan harapannya,
kecuali anak satu-satunya itu.
Baginya, anaknya itu sungguh harta yang tak ternilai
harganya. Betapa ia harus menanggung kesedihan yang luar biasa karena harta
termahal dalam hidupnya itu harus pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Dan Yesus paham akan kesedihan janda itu, maka Ia menghapus kesedihannya dengan
membangkitkan anaknya yang sudah mati.
4.
Strategi penyuluhan Yesus ialah:
o
Datang dan melihat. Yesus datang
ke tempat kejadian dan melihat sendiri kenyataan yang ada. Untuk mengetahui
situasi yang terjadi, kita harus datang ke tempat kejadian dan melihat sendiri
situasi yang ada. Melihat sendiri peristiwa yang terjadi jauh lebih akurat
daripada hanya sekedar mendengar informasi. Penyuluh Agama Katolik harus paham
situasi dan kebutuhan kelompok sasaran penyuluhannya. Untuk paham situasi dan kebutuhan
mereka, kita harus hadir di tengah-tengah mereka dan melihat secara langsung
bagaimana kehidupan mereka. Memahami situasi dan kebutuhan mereka memungkinkan
kita tahu memberikan yang cocok dan terbaik bagi mereka. Seperti halnya seorang
dokter, ia akan dapat memberikan obat atau resep kepada pasien bila ia telah
memeriksa dan mengetahui apa penyakit pasiennya itu.
o
Bersimpati dan berempati. Melihat
kesedihan janda itu, tergeraklah hati Yesus oleh belaskasihan. Yesus tidak saja
merasa sedih bersama dengan janda itu ( simpati ), tetapi sungguh memasuki hati
janda itu untuk turut bersedih bersamanya ( empati ). Untuk ikut bersedih,
Yesus menempatkan diri seolah-olah sebagai janda itu. Kita, sebagai penyuluh
Agama Katolik, tidak boleh tinggal diam melihat berbagai kenyataan yang terjadi
dalam lingkungan kelompok sasaran kita. Kita harus memiliki simpati dan empati
terhadapnya. Simpati dan
empati ini memungkinkan kita dapat mengambil
langkah-langkah yang tepat untuk
memberikan penyuluhan. Kita harus menaruh hati pada kenyataan yang terjadi.
Bila seorang penyuluh Agama Katolik tidak memiliki/menaruh hati pada situasi
kelompok sasarannya, maka kegiatan penyuluhannya itu harus dipertanyakan. Hati
yang peduli dan berbelaskasih harus menjadi modal utama bagi seorang penyuluh
Agama Katolik. Ketidakpedulian adalah dosa melawan cintakasih ( bdk kisah orang
kaya dan Lazarus dalam Luk 16:19-31 ).
o
Berbuat sesuatu. Paham akan
situasi yang ada, turut merasakan kenyataan yang terjadi, tidaklah berarti bila
berhenti hanya sampai di situ. Kita harus berbuat sesuatu. Yesus: datang dan melihat
– tergerak hati-Nya oleh belas kasihan – “menyentuh” artinya, berbuat sesuatu.
Yesus tahu apa yang harus dilakukan-Nya setelah melihat dan turut merasakan
kesedihan janda itu. Seorang penyuluh Agama Katolik dituntut seperti Yesus, mau
berbuat sesuatu demi pelayanan dan pengabdian kepada kelompok sasarannya.
Sebagai seorang penyuluh Agama Katolik, tidak cukup bila kita hanya membuat
catatan-catatan perihal situasi yang terjadi dalam lingkungan kelompok sasaran
lalu melaporkannya kepada pastor paroki. Sesudahnya kita tidak berbuat apa-apa.
Kita memang harus membuat catatan-catatan itu, tetapi juga harus berbuat
sesuatu.
3. MATERI PENYULUHAN AGAMA KATOLIK
3.1. Materi Penyuluhan di Bidang Agama Katolik
a. Bidang Ajaran Iman Gereja Katolik
Tujuan Penyuluhan:
Memberikan penerangan dan pemahaman kepada Umat Katolik ( kelompok binaan )
tentang pokok-pokok iman Gereja Katolik.
Materi Penyuluhan:
Beberapa materi penyuluhan di bidang Ajaran Iman Gereja Katolik antara lain:
q Paham
tentang Allah Tritunggal Mahakudus. Iman Gereja ( Katolik ) tentang
Allah memiliki ciri istimewa ( perbedaan
) dibandingkan dengan iman agama-agama non-Kristen. Soal Allah Tritunggal
merupakan salah satu dogma ( kebenaran yang harus diterima ) dalam Agama
Katolik. Dalam Kitab Suci, khususnya Perjanjian Baru, ditemukan di banyak
tempat keyakinan pokok ini. Dogma Allah Tritunggal adalah keyakinan bahwa Allah
itu mempunyai satu kodrat, tetapi terdiri dari tiga pribadi berbeda: Bapa,
Putera, dan Roh Kudus. Bagaimana ini dapat dimengerti? Bukankah Agama
Kristen ( termasuk Katolik ) digolongkan dalam agama monoteis? Pertama-tama
harus dikatakan bahwa ini adalah misteri Allah ( rahasia diri Allah yang tak
mungkin dipahami oleh akal budi manusiawi ). Orang Kristen hanya mengetahuinya karena
Allah sendiri mewahyukan ( membuka
rahasia ) diri-Nya secara demikian. Yang jelas Allah itu tak bisa
dirangkum oleh pengertian manusia; Ia tak bisa dibilang atau dihitung seperti
halnya kalau kita menghitung benda-benda: satu, dua, tiga, dst. Menghitung
suatu barang berarti mengidentifikasi dan mengindividualisasi barang tsb;
tampak jelas oleh kita batas-batas antara individu yang satu dengan individu
yang lain. Tetapi Allah tak terbatas; kita manusia tak mungkin melihat
“batas-batas” Allah. Maka kalau dikatakan Allah itu Mahaesa, “esa” di sini
bukan berarti “satu” dalam pengertian bilangan yang kita kenakan dalam
menghitung benda-benda fisik. Kalau seandainya sungguh demikian, bagaimana
menjelaskan bahwa Allah itu ada di mana-mana?; bahwa Dia mengatasi ruang dan
waktu? Sebenarnya di dunia ini ada beberapa hal yang kadang-kadang dipakai
dalam usaha mencoba mendekati misteri Allah yang demikian besar: Sungai itu,
misalnya, walaupun satu tetapi dapat dibedakan sebagai hulu sungai, hilir
sungai, dan muara sungai. Matahari yang satu, dialami sebagai tiga hal berbeda:
cahaya, panas, dan energi. Kadang-kadang secara lebih filosofis dikatakan: Bapa
adalah yang mengasihi, Putera adalah yang dikasihi, Roh Kudus adalah kasih itu
sendiri.
q Paham
tentang Yesus Kristus sebagai Putera Allah. Sebenarnya cukup banyak hal dalam Bahasa Indonesia di mana digunakan
kata”anak”, misalnya: anak kunci, anak tangga, anak panah, anak sungai, dll.
Apakah harus ditanyakan di manakah bapak atau ibu kunci, tangga, panah, atau
sungai itu?; kapan mereka kawin?, kapan anak kunci, tangga, panah, atau sungai
itu lahir?, dst. Di kalangan manusia pun orang yang lebih tua memanggil yang
lebih muda dengan sapaan “anak”. Sebaliknya yang lebih muda menyapa yang lebih
tua “bapak” atau “ibu”. Padahal mereka yang saling menyapa itu tak punya
hubungan darah satu sama lain. Itu adalah sapaan yang menunjukkan sopan-santun
dan keakraban. Dalam iman Kristiani, hubungan Yesus (sebagai pribadi kedua
dalam Trinitas) dengan Allah Bapa (sebagai pribadi pertama dalam Trinitas)
adalah sedemikian akrab dan mesra. Hubungan yang sangat khusus dan istimewa ini
jauh melebihi hubungan persaudaraan, apalagi persahabatan. Nah, bahasa
manusiawi demikian miskin untuk dapat mengungkapkan secara persis dan tepat
relasi ilahi tsb. Maka digunakanlah istilah yang mendekatinya, yaitu “anak” dan
“bapak”. Intinya adalah relasi cinta antara Allah Bapa dan Allah
Putera.
q Paham
tentang Berdoa bagi Orang Mati dan Api Penyucian. 1) Berdoa bagi orang mati. Apakah ada
ayat Kitab Suci yang mendukung kebiasaan Umat Katolik mempraktikkan berdoa bagi
orang mati / doa arwah? Ada, di antaranya ialah: 2 Mak 12:38-45.
Dalam perikop ini diceritakan bagaimana para tentara Yahudi yang tewas dalam
perang suci yang dipimpin oleh Yudas Makabe itu kedapatan memiliki jimat-jimat
dari berhala Kota Yamnia di bawah jubah mereka. Memiliki jimat adalah tindakan
yang bertentangan dengan Hukum Taurat. Menurut Kitab Makabe, dosa memiliki
jimat itulah yang menyebabkan kematian mereka. Maka dari itu, teman-teman
mereka yang masih hidup berdoa bagi mereka: “semoga dosa yang telah
dilakukan itu dihapus oleh Allah” ( ayat 42 ). Selain berdoa,
teman-teman mereka mengumpulkan dana yang cukup besar dan mengirimkan uang itu
ke Yerusalem agar dipersembahkan kurban penghapus dosa bagi para tentara yang
tewas. Bantuan rohani bagi orang mati itu dianggap sebagai perbuatan yang saleh
dan baik ( ayat 43 ). Bantuan
rohani bagi orang yang sudah mati dapat berupa: doa-doa, sedekah, puasa,
kurban. Selain 2 Mak 12:38-45, ayat
Kitab Suci yang
mendukung praktik berdoa bagi orang mati ialah: Sir 7:33 “Hendaklah
kemurahan hatimu meliputi semua orang yang hidup, tetapi orang mati pun
jangan kamu kecualikan pula dari kemurahan hatimu”. Bagaimana
memberikan kemurahan hati kepada orang yang sudah mati? Apakah cukup dengan memakamkannya secara
pantas, menyimpan fotonya, dan mengenang jasa-jasanya? Itu semua baik, tetapi
belum cukup. Yang paling sempurna ialah kemurahan hati yang kita wujudkan dalam
tidakan doa. 2) Paham tentang api penyucian. Apakah ada ayat Kitab Suci
yang mendukung keyakinan Umat Katolik akan adanya api penyucian? Apakah api
penyucian itu? Masih adakah pengampunan dosa setelah kematian?
Pertanyaan-pertanyaan ini akan kita jawab.
Api penyucian adalah suatu keadaan sementara di mana orang-orang
mati tidak masuk neraka, tetapi di sisi lain mereka belum siap masuk surga
karena dia masih mempunyai banyak cacat cela dan akibat-akibat dosanya masih
melekat padanya. Untuk memahami hal ini perlu kita ketahui paham Gereja
Katolik mengenai dosa. Setiap dosa tidak hanya menjauhkan manusia dari Tuhan,
melainkan juga mengakibatkan ketidaksempurnaan dan cacat cela bagi jiwa si
pendosa, dan biasanya mendatangkan hukuman dari Tuhan. Jadi, meskipun dosa-dosa
orang sudah diampuni, itu tidak berarti bahwa semuanya sudah beres. Memang
dosa-dosanya sendiri sudah diampuni dan karenanya si pendosa itu diterima
kembali oleh Tuhan, tetapi akibat-akibat dosa dan silih/hukuman bagi dosanya
masih perlu ditanggung oleh si pendosa itu. Di mana orang harus menjalani
semuanya itu, jika dia mati sebelum sempat menjalankan semuanya itu selama
masih hidup? Tidak mungkin di neraka atau di surga, sebab neraka dan surga
bersifat definitif ( sudah pasti / tetap ). Artinya: sekali di neraka tetap di
neraka, sekali di surga tetap di surga. Tidak ada roh yang pindah dari neraka
ke surga, atau sebaliknya. Lalu di mana orang harus menghapus akibat-akibat
dosanya itu? Jawaban Gereja Katolik ialah: di api penyucian yang sifatnya cuma
sementara. Setelah hari kiamat, api penyucian tidak ada lagi, karena pada hari
kiamat semua orang, baik yang hidup maupun yang mati ( di api penyucian ) akan
dihakimi oleh Yesus, lalu akan ditempatkan entah di surga entah di neraka. Maka
fungsi api penyucian ialah: menampung untuk sementara waktu ( sampai pada hari
kiamat ) roh-roh manusia yang belum siap masuk surga. Di dalam api penyucian
itu, roh-roh akan dibebasakan dari dosa-dosa kecil yang belum diampuni, dan
menjalani hukuman akibat dosa-dosanya itu. Proses ini menyakitkan, sehingga
dilambangkan dengan api. Bagaimana roh-roh itu dapat dibebaskan dari dosa?
Yaitu dengan bantuan rohani dari orang yang masih hidup. Paham tentang adanya
api penyucian dapat kita pertanggungjawabkan berdasarkan sabda Yesus sendiri: “Apabila
seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi
jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan
di dunia yang akan datang pun tidak” ( Mat 12:32 ). Kesimpulan
yang bisa kita tarik dari ayat ini ialah: kalau ada dosa tertentu yang tidak
dapat diampuni, baik di dunia ini maupun di dunia yang akan datang, maka ada
pula dosa-dosa lain yang bisa diampuni, baik di dunia ini maupun di dunia yang
akan datang. Masalahnya sekarang ialah: di mana dan bagaimana dosa-dosa itu
diampuni? Kalau orang masuk surga, tentunya itu berarti bahwa dia sudah tidak
memerlukan pengampunan. Sebaliknya, kalau orang masuk neraka, baginya tidak ada
lagi kemungkinan untuk diampuni dan masuk surga ( bdk Luk 16:19-31 ).
Jadi, bagaimana mungkin ada dosa-dosa yang bisa diampuni sesudah
orang mati? Nah,
inilah iman Gereja
Katolik, berdasarkan sabda Yesus
dalam Mat 12:32, Gereja Katolik yakin bahwa ada tempat sementara di mana
masih ada pengampunan setelah kematian, yaitu API PENYUCIAN.
q Penghormatan kepada
Bunda Maria. Kritik
dari Gereja-Gereja Protestan: Peranan Maria selesai pada saat ia telah
melahirkan Yesus. Sesudah itu ia tidak lagi ikut dalam karya penyelamatan
Allah, karena karya penyelamatan Allah itu sepenuhnya dilakukan oleh Yesus.
Umat Katolik menyejajarkan Maria dengan Yesus. Buktinya: Umat Katolik berdoa
kepada Maria, memberikan banyak gelar kepadanya, dan mengakui bahwa Maria
diangkat ke surga jiwa dan badannya sama seperti Yesus. Kebiasaan-kebiasaan itu
menimbulkan kesan kuat bahwa Umat Katolik
menyembah Maria. Tanggapan kita: Satu catatan penting: UMAT KATOLIK TIDAK PERNAH MENYEMBAH
MARIA. UMAT KATOLIK MENGHORMATI MARIA SEBAGAI BUNDA YESUS DAN BUNDA GEREJA.
Penghormatan Umat Katolik tidak pertama-tama tertuju pada pribadi Maria,
melainkan kepada Allah yang telah dan sedang berkarya dalam diri Bunda Maria.
Kita menghormati Bunda Maria karena keikutsertaannya yang unik dan tanpa syarat
dalam karya penebusan Kristus. Penghormatan kita kepada Bunda Maria kita nyatakan
misalnya melalui doa rosario, memakai nama baptis Maria, masuk dalam anggota
Legio Mariae, berziarah ke goa-goa Maria. Kita patut menghormati Bunda Maria
karena berkat imannya kepada Allah kita bisa berjumpa dengan Yesus, Putera
Allah yang dilahirkannya. Bunda Maria mempunyai jasa yang amat besar dalam
tugas penebusan Kristus bagi kita. Kita mengenal Allah Putera dalam diri Yesus
Kristus karena iman dan kesediaan Bunda Maria menerima rencana Allah untuk
melahirkan Yesus. Melalui Bunda Marialah kita sampai kepada iman akan
Yesus ( per Mariam ad Iesum ). Tentang
keperawanan Maria, seringkali terdengar pertanyaan sinis: “Mungkinkah Maria
tetap perawan setelah melahirkan anak ( Yesus )?” Pertanyaan lain: “Bukankah melalui beberapa
ayat Kitab Suci, kita tahu bahwa setelah melahirkan Yesus, Maria juga
melahirkan adik-adik Yesus?” Ayat-ayat Kitab Suci yang menguatkan pendapat ini
ialah: Mat 1:25: “Yusuf tidak bersetubuh dengan Maria SAMPAI MARIA
MELAHIRKAN ANAKNYA LAKI-LAKI“; Luk 2:7: “…… Anaknya yang sulung”; Mrk 6:3: “Bukankah Ia ini tukang kayu,
anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudaranya
perempuan ada bersama kita?” Jawaban
kita atas kritik mereka yang didasarkan pada ayat-ayat Kitab Suci itu ialah:
·
Teks
Mat 1:25 sebenarnya hanya
mau mengatakan bahwa Yesus dikandung dan dilahirkan Maria dari Roh Kudus, bukan
karena keinginan seorang laki-laki ( bdk Yoh 1:13 ). Jadi, tidak ada
keterlibatan dari pihak Yusuf/Yosef. Tetapi secara hukum sipil yusuf bertindak
sebagai ayah Yesus, sehingga ia berhak memberi nama pada bayi Yesus itu ( bdk Mat
1:25 ). Dari Yusuf ( ayah-Nya
secara hukum sipil ) inilah Yesus mendapat silsilah sebagai keturunan Raja
Daud.
·
Sedangkan
pernyataan Yesus sebagai anak sulung yang terdapat dalam Luk 2:7, mau menyatakan bahwa dalam konteks
penyelamatan seluruh umat manusia, Yesus adalah Putera Maria yang mendapat
tempat istimewa dalam keluarga Kerajaan Allah. Dalam arti tertentu, kita semua
yang percaya kepada Yesus adalah putera-puteri Maria, adik-adik Yesus, yang
juga mendapat tempat dalam keluarga Kerajaan Allah. Jadi dalam keluarga
Kerajaan Allah, kita adalah adik-adik Yesus. Berkat Sakramen Baptis, kita
diangkat menjadi anak-anak angkat Allah oleh Yesus Kristus.
·
Bagaimana
dengan kalimat: “saudara dan saudari Yesus” dalam Mrk 6:3? Pertama,
dalam Bahasa Semit / Ibrani, istilah saudara mempunyai konotasi luas seperti
dalam budaya kita, bukan hanya saudara kandung. Bukankah dalam Kitab Suci tidak ada kalimat yang
menyatakan bahwa Yesus mempunyai saudara kandung? Yang dikatakan dalam Kitab
Suci ialah: Yesus mempunyai saudara laki-laki dan perempuan. Jadi, mungkin saja
yang dimaksud dengan saudara/saudari Yesus itu ialah: saudara/saudari sepupu
Yesus. Kedua, seandainya Yesus mempunyai adik kandung, mengapa saat disalibkan
Dia menyerahkan ibu-Nya kepada Yohanes? “Sejak saat itu Yohanes menerima Maria
di dalam rumahnya” ( Yoh 19:25-27 ). Andai saja Yesus mempunyai
saudara/saudari kandung yang dilahirkan oleh ibu-Nya, Maria, tentulah Maria
tidak dititipkan kepada Yohanes.
q Paham tentang Penggunaan Patung-Patung
Kritik dari Gereja-Gereja Protestan: Umat Katolik telah melanggar
perintah Allah yang di antaranya tertulis dalam Kel 20:4-5: “Jangan membuat
bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau yang ada
di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud
menyembah kepadanya, sebab Aku, Tuhan, Allahmu adalah Allah yang cemburu…”.
Dengan membuat dan menempatkan berbagai patung di gereja, di rumah, di sekolah,
di rumah sakit, dan di mana saja, Umat Katolik berarti telah melanggar perintah
Allah itu dan juga telah menyembah patung-patung itu. Tanggapan kita: Umat
Katolik tidak pernah menganggap patung-patung itu sebagai dewa/dewi yang harus
disembah. Penghormatan ( jadi bukan penyembahan ) kepada patung hanyalah
ungkapan rasa hormat kita pada pribadi yang mau digambarkan oleh patung itu.
Berikut ini
kami mencoba menjawab dua pertanyaan yang sering dilontarkan oleh
saudara/saudari dari Gereja Protestan:
·
Mengapa
Gereja Katolik mengizinkan penggunaan patung? Jawaban kita ialah: manusia itu
makhluk yang membutuhkan lambang atau simbol. Untuk menjelaskan hal ini,
baiklah kita ambil beberapa contoh. Contoh dari dunia profan adalah bendera.
Bendera adalah lambang dari suatu bangsa. Bendera itu bukanlah bangsa itu
sendiri. Ini jelas sekali. Semua orang tahu akan hal ini. Namun orang harus
menghormati bendera itu dengan tunduk di depannya, atau mengangkat tangannya.
Orang yang berani menurunkan bendera lalu menginjak-injaknya, pasti akan
dihukum, sebab itu sama dengan menghina bangsa yang dilambangkan oleh bendera
itu. Contoh lain, banyak orang memasang foto orang tua mereka yang telah
meninggal. Mengapa? Orang tua yang telah meninggal itu tidak kelihatan lagi, namun
tetap hidup dalam hati dan pikiran mereka. Dengan memasang foto orang tua yang
telah meninggal dan tidak kelihatan lagi itu, mereka merasa selalu bertemu
dengannya. Ketika mereka merindukannya, mereka akan memandang foto itu. Maka
foto orang tua yang telah meninggal itu bisa menjadi sarana komunikasi, di mana
orang dapat mengobati rasa rindu, dapat berkontak batin, dapat mendoakannya.
Nah, tidak berbeda dengan Umat Katolik yang memasang patung Yesus dan Maria di
gereja atau di rumahnya. Yesus dan Maria kini tidak kelihatan lagi. Namun
Umat Katolik senantiasa
mencintai dan merindukan Yesus
dan Maria yang tidak kelihatan itu. Dengan memandang patung Yesus dan Maria,
Umat Katolik yakin bahwa kerinduannya kepada Yesus dan Maria terobati. Lebih
daripada sekedar mengobati rasa rindu,
Umat Katolik dengan memandang patung Yesus dan Maria semakin terbantu untuk
merasakan perjumpaan dengan Yesus dan Maria. Patung Yesus dan Maria dapat
menjadi sarana bagi Umat Katolik untuk semakin mencintai Yesus dan Maria, semakin
mempersatukan diri dengan Yesus dan Maria, dapat memusatkan hati dan pikiran
dengan lebih baik saat berdoa di depan patung itu. Sekalipun patung-patung itu
penting, namun Umat Katolik tidak pernah menyembah patung-patung itu. Tanpa
patung pun kita bisa berdoa dengan baik. Maka patung-patung itu pun dalam
Gereja Katolik bukanlah sesuatu yang dimutlakkan/diharuskan. Penyembahan
berhala terjadi bila orang meng-Tuhan-kan patung itu sendiri, sehingga
kehilangan patung itu berarti kehilangan Tuhan. Umat Katolik tidak seperti itu.
Kita bisa berdoa dengan baik tanpa patung-patung itu, sebab patung-patung itu
hanyalah sarana saja, dan bukan Tuhan Allah yang kita sembah. Memang harus
diakui bahwa kadang-kadang orang menghormati patung secara berlebih-lebihan. Orang
suka mengelus patung, mencium patung, bahkan memandikannya dengan kembang. Bagi
orang yang tidak memahaminya, itu memberi kesan penyembahan berhala. Lalu orang
bisa berkata: “Kalau penghormatan patung bisa membuat orang cenderung kepada
penyembahan berhala, mengapa masih dipertahankan?” Kalau ada pertanyaan begitu,
kita menjawabnya demikian: “Penyelewengan-penyelewengan memang selalu bisa
terjadi. Akan tetapi hal itu tidak perlu menjadi alasan untuk menghapuskan
sesuatu, apabila halnya itu sendiri mempunyai arti yang cukup besar bagi banyak
orang. Orang toh tidak akan berkata: `Janganlah menikah, sebab cukup banyak
orang yang bercerai` atau `Jangan naik mobil, karena sering terjadi
kecelakaan”.
·
Bukankah
penggunaan patung bertentangan dengan Kel 20:4-5 dan Ul 4:15?
Jawaban kita ialah: Memang Allah melarang pembuatan patung apa pun.
Tetapi larangan pembuatan patung ini
dilanjutkan dengan larangan “penyembahannya”. Maka yang dilarang itu bukanlah
PEMBUATAN PATUNG, melainkan PENYEMBAHAN PATUNG. Bukankah patung itu adalah
hasil karya seni? Seandainya segala bentuk seni patung itu dilarang, mengapa
dalam Kel 25:18-20 Tuhan sendiri memerintahkan pembuatan dua kerub dari emas
untuk ditempatkan di atas penutup tabut perjanjian? ( Kerub adalah makhluk surgawi yang
menyerupai manusia bersayap dan yang berwajah binatang). Atau, mengapa dalam
bait suci yang kelak di bangun oleh Salomo, ditaruh juga sepasang kerub dari
kayu minyak yang dilapisi emas?( Baca 1 Raj 6:23-28 ). Nah, maka dengan membuat patung, Gereja Katolik tidak bertentangan dengan Kel
20:4-5 dan Ul 4:15. Sebab, sekali lagi
kami tekankan, yang dilarang dalam Kel 20:4-5 dan Ul 4:15 adalah PENYEMBAHAN
PATUNG, dan bukan PEMBUATAN PATUNG.
Karena ternyata Allah sendiri
menyuruh Musa membuat kerub dari emas ( Kel 25:18-20 ); membuat
patung ular dari tembaga ( Bil 21:8 ); Tuhan mengizinkan Salomo membuat
patung kerub di dalam Bait Suci ( 1 Raj 6:23-28 ).
b. Bidang Ajaran
Moral Gereja Katolik
Tujuan Penyuluhan:
Memberikan penerangan dan pemahaman kepada Umat Katolik ( kelompok binaan )
tentang prilaku hidup baik yang seharusnya menjadi habitus baru dalam seluruh
kehidupannya berdasarkan iman Gereja Katolik.
Materi Penyuluhan: Beberapa
materi penyuluhan di bidang Ajaran Moral Gereja Katolik antara lain:
q Paham
tentang Suara Hati. Gereja Katolik percaya bahwa Allah dalam Roh
Kudus-Nya bersemayam dalam hati manusia. Roh Kudus itu berperan mengarahkan dan
membimbing manusia kepada jalan dan pilihan hidup yang baik. Suara Allah dalam
hati manusia itulah yang diyakini oleh Gereja Katolik sebagai suara hati.
Manusia, dalam mengatur dan mengarahkan dunia, memiliki otonomi yang dihayati
dalam keputusan suara hati, sebab bagi manusia otonomi berarti tanggung jawab.
Kesadaran akan tanggung jawab itu disebut “kesadaran moral”, dan pengarahan
hidup serta tindakan manusia disebut “keputusan suara hati”. Suara hati ialah:
kemampuan manusia untuk menyadari tugas moral dan untuk mengambil keputusan
moral. Suara hati tidak hanya menilai sarana dan tujuan usaha manusia sesuai
dengan arah hidupnya. Keputusan suara hati juga merupakan pedoman dan daya
penggerak bagi tindakan yang etis dan bermoral. Bagi manusia yang telah
menemukan Tuhan sebagai dasar dan tujuan hidupnya, keputusan suara hati juga
merupakan jawaban terhadap Tuhan. Di dalam imanlah, manusia bertemu dengan
Tuhan. Maka bagi orang beriman keputusan suara hati berarti perwujudan iman,
sebab sebagaimana hidup menjadi kenyataan kalau membuat sesuatu yang konkrit,
demikian juga iman menjadi hidup dalam keputusan mengenai tugas dan kewajiban
sehari-hari di hadapan Tuhan.
q Paham
tentang Pengguguran Janin.
Masa awa hidup, yaitu masa hidup dalam kandungan, mempunyai arti yang
khas, baik bagi bayi maupun bagi ibunya.
Hidup manusia baru itu berelasi dengan ibunya dan relasi itu meliputi:
dimensi-dimensi biologis, medis, psikologis, dan juga pribadi. Bayi di dalam
kandungan menerima hidup seluruhnya dari ibunya. Dalam hal ini terjalin relasi
amat mesra antara ibu dan bayi yang dikandungnya. Apakah kita sampai hati
menodai dan mengkhianati relasi mesra itu dengan cara menggugurkan janin itu?
Mengenai pengguguran janin, Gereja Katolik tegas mengatakannya sebagai dosa
pembunuhan. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa pengguguran janin sebagai suatu “tindakan kejahatan yang
durhaka”, sama dengan pembunuhan anak. Gereja Katolik mengajarkan bahwa sejak
detik pertama terjadinya pembuahan/konsepsi ( menyatunya sel sperma dengan sel
telur ) telah terbentuklah kehidupan manusia. Maka segala usaha penguguran,
juga dengan alasan terapeutik, bertentangan dengan tugas memelihara dan
meneruskan hidup. Karenanya, pengguguran adalah dosa melawan kehendak Allah
yang menginginkan agar manusia memelihara kehidupan.
q Paham
tentang Hukuman Mati. Gereja
tidak mendukung adanya hukuman mati, namun tidak melarangnya juga. Gereja
mempertahankan, bahwa kuasa negara yang sah berhak menjatuhkan hukuman mati
dalam kasus yang amat berat. Kendatipun demikian, banyak orang bertanya: adakah
hukuman mati sesuai dengan moral Kristiani? Dengan hukuman mati, dan dengan
hukuman pada umumnya, masyarakat mendenda perbuatan seseorang yang di
pengadilan terbukti bersalah. Namun perlu dipertanyakan: apakah hukuman mati
perlu supaya keadilan dapat ditegakkan? Tidak adakah cara lain untuk menegakkan
keadilan selain hukuman mati? Apa gunanya membela diri melawan suatu perbuatan
yang sudah terlanjur terjadi dengan membunuh seseorang? Apakah dengan matinya
si penjahat, keadilan dan kesejahteraan dipulihkan dan penjahat diperbaiki?
Orang terhukum dengan kasus amat berat sekalipun, adalah manusia yang memiliki
hak azasi atas hidup sama seperti orang-orang lain. Maka dalam hal ini, hukuman
mati sebenarnya tidak diperbolehkan. Hanya satu yang mempunyai hak atas hidup
dan mati manusia, yaitu: Tuhan.
q Paham
tentang Euthanasia. Hal
euthanasia sebetulnya sama seperti pengguguran. Tidak diperbolehkan mempercepat
kematian seseorang secara “aktif” dan terencana, juga jika secara medis ia
tidak lagi dapat disembuhkan dan juga kalau euthanasia dilakukan atas
permintaan pasien sendiri. Tak seorangpun berhak mengakhiri hidup orang lain,
biarpun karena rasa iba. Tidak dibenarkan mengakhiri hidup orang hanya karena
kasihan atau rasa iba. Penderitaan harus diringankan bukan dengan pembunuhan,
melainkan dengan pendampingan oleh seorang teman. Euthanasia, entah apapun
alasannya, adalah dosa pembunuhan
melawan kehendak Allah.
q Paham
tentang Keluarga Berencana.
Gereja mendukung program KB yang digalakkan oleh pemerintah. Namun
Gereja hanya dapat menasihati para penganutnya untuk mengikuti program KB
sejauh tidak bertentangan dengan Ajaran Gereja, dan tidak melawan kodrat
manusia sebagai ciptaan Tuhan. Metode KB yang dianjurkan Gereja ialah KBA
(Keluarga Berencana Alamiah). Namun kendati Gereja menganjurkan metode KBA,
Gereja Indonesia melalui para uskupnya mengatakan bahwa dalam keadaan terpaksa,
dengan tidak melawan hati nuraninya, para suami-istri dapat menggunakan metode
lain (KB Buatan) asalkan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
·
Tidak merendahkan martabat suami atau
istri. Misalnya: Suami atau istri memaksa pasangannya untuk menggunakan
salah satu metode KB buatan. Pemaksaan jelas merupakan pelecehan/perendahan
martabat orang lain.
·
Tidak berlawanan dengan hidup manusia.
Jadi, metode KB yang bersifat abortif (membunuh) ditolak, termasuk juga sterilisasi,
karena ini mengurangi keutuhan badan manusia.
·
Dapat dipertanggungjawabkan secara medis.
Artinya: tidak membawa efek samping yang menyebabkan kesehatan atau nyawa
ibu terancam.
Bagaimana
penilaian moral Gereja untuk masing-masing metode KB?
ü
Gereja sangat menganjurkan metode KB alamiah
seperti:
o
metode kalender
o
metode temperatur (pengukuran suhu basal)
o
metode ovulasi Billings
o
metode simptotermal
ü
Metode yang dilarang oleh Gereja karena bersifat
abortif antara lain:
o
abortus provocatus (pengguguran dengan sengaja)
o
spiral (spiral menghancurkan sel sperma dan sel
telur yang telah menyatu/bakal bayi. Maka spiral bersifat abortif)
o
pil mini (bersifat abortif karena meracuni bakal
bayi)
ü
Metode yang boleh digunakan dalam keadaan
terpaksa, dengan tidak melawan hati nurani, antara lain: kondom, diafragma,
spermasid, coitus interruptus (disebut juga senggama terputus), pil anti hamil,
suntikan anti hamil, susuk.
c. Bidang
Ajaran Sosial Gereja Katolik
Tujuan
Penyuluhan: Memberikan penerangan dan pemahaman kepada Umat Katolik
( kelompok binaan ) tentang hakikat manusia sebagai makhluk sosial dan perannya
dalam membangun kehidupan yang adil dan sejahtera.
Materi
Penyuluhan: Beberapa materi penyuluhan di bidang Ajaran Sosial Gereja
Katolik antara lain:
q Paham
tentang Hak Azasi Manusia.
Ajaran Sosial Gereja Katolik menegaskan: “Karena semua manusia
mempunyai jiwa berbudi dan diciptakan menurut citra Allah, karena mempunyai
kodrat dan asal yang sama, serta – karena penebusan Kristus – mempunyai
panggilan dan tujuan ilahi yang sama, maka kesamaan azasi antara manusia harus
senantiasa diakui” ( GS 29 ). Dari ajaran ini tampak pandangan
Gereja Katolik tentang hak azasi manusia, yakni hak yang melekat pada diri
manusia sebagai insan, ciptaan Allah. Hak ini tidak diberikan kepada
seseorang karena kedudukan, pangkat, atau situasi; hak ini dimiliki
setiap orang sejak lahir, karena dia seorang manusia. Hak ini bersifat azasi
bagi manusia, karena kalau hak ini diambil, ia tidak dapat hidup sebagai manusia
lagi. Oleh karena itu, hak azasi manusia merupakan tolok ukur dan pedoman yang
tidak dapat diganggu-gugat dan harus ditempatkan di atas segala aturan hukum.
Gereja Katolik mendesak diatasinya dan dihapuskannya setiap bentuk
diskriminasi, entah yang bersifat sosial atau kebudayaan, entah yang didasarkan
pada jenis kelamin, warna kulit, suku, keadaan sosial, bahasa, ataupun agama.
Hak azasi itu tidak diberikan, melainkan telah ada/melekat/dimiliki
dalam setiap pribadi manusia.
q Paham
tentang Relasi Majikan-Buruh.
Kekerasan majikan terhadap buruh masih saja sering terjadi. Bukan hanya
kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan moral, psikis, dan ekonomi. Kita harus
ikut mengupayakan kemajuan dan kesejahteraan para buruh dan pekerja. Nilai
pribadi buruh dan pekerja jauh melebihi nilai kerja dan modal. Oleh karena itu,
kaum buruh dan pekerja kecil, khususnya buruh anak dan wanita, harus mendapat
perhatian khusus dari kita umat beriman Kristiani. Para pemilik modal patut
memperhatikan tata-kerja, jamsostek, hak-hak para buruh. Para pejabat negara
dan politisi wajib mengusahakan
peraturan dan perundang-undangan yang adil dan mendesak agar sungguh
dilaksanakan. Sebaliknya, para buruh hendaknya dengan tekun dan berani serta
dengan cara-cara yang tepat dan santun memperjuangkan hak-hak mereka.
q Paham
tentang Keadilan.
Keterlibatan dalam penegakan keadilan dan partisipasi dalam perubahan
dunia merupakan unsur konstitutif pewartaan kabar gembira, yakni perutusan
Gereja untuk penebusan umat manusia dan untuk pembebasannya dari segala
penindasan. Gereja dan dunia tidak lagi dilihat sebagai dua bidang tersendiri,
yang terpisah satu sama lain. Iman yang diungkapkan dalam Gereja harus
diwujudkan dalam dunia. Pewujudan iman itu harus kelihatan antara lain melalui
perjuangan menegakkan keadilan, sebagai salah satu nilai keutamaan dalam
Kerajaan Allah.
q Paham
tentang Kesenjangan Sosial.
Masalah paling mendesak dalam dunia sosial saat ini bahwa kita mudah
sekali dipecah-pecah oleh perbedaan-perbedaan ekonomi, politik, budaya, suku,
agama, pertahanan dan keamanan. Maka dibutuhkan kreativitas seluruh warga
bangsa, tak terkecuali Umat Katolik, guna menghidupkan semangat persatuan
melampaui segala batas kelompok sosial, suku, agama, dan budaya. Hanya dengan
cara itulah keadilan sosial dapat tercapai, dan kesenjangan sosial dapat
terkikis.
q Paham
tentang Kesetiakawanan Sosial.
Upaya membantu orang kecil yang miskin dan lemah memerlukan pembaruan
kepekaan sosial. Usaha ini memerlukan kesediaan bertobat. Bertobat dalam
konteks kesetiakawanan sosial adalah mampu melupakan diri dan mengubah prilkaku
egois yang menjadikan manusia bersikap kikir dan serakah terhadap harta
kekayaan. Kesetiakawanan sosial tidak akan terjalin bila manusia dalam hidupnya
dikendalikan oleh prilaku egois, kikir, dan serakah.
a. Bidang Pendidikan Kaum Muda
Tujuan
Penyuluhan: Memberikan penerangan dan pemahaman kepada Orang Muda
Katolik tentang prilaku hidup yang sehat sebagai murid-murid Yesus di tengah-tengah
kehidupan yang semakin diwarnai dan dikuasai oleh berbagai “nafsu duniawi”.
Materi
Penyuluhan: Beberapa materi penyuluhan bagi Orang Muda Katolik antara lain:
q Paham
tentang NARKOBA. Yang
menjadi persoalan adalah: bukan pemakaian/penggunaan NARKOBA, melainkan
penyalahgunaan NARKOBA. Penyalahgunaan NARKOBA di kalangan orang muda
akhir-akhir semakin marak dan menjurus kepada kondisi gawat darurat. Kondisi
semacam ini harus menjadi keprihatinan para tokoh agama sekaligus menjadi titik
berat dari perjuangannya mengupayakan kehidupan orang muda yang lebih baik.
Orang Muda Katolik harus berani mengatakan TIDAK terhadap penyalahgunaan
NARKOBA.
q Paham tentang Seks Bebas dan
HIV-AIDS. Orang Muda
Katolik harus paham akan apa yang dikatakan oleh St. Paulus: “Tubuhmu adalah
Bait Roh Kudus”. Sebagai Bait Roh Kudus, tubuh harus dirawat dan dijaga agar
tetap murni. Terlena dan terbuai dalam pergaulan seks bebas adalah prilaku yang
bertolak belakang dengan upaya menjaga agar tubuh tetap murni. Orang Muda Katolik
harus mampu menghindarkan diri dari prilaku-prilaku seks bebas. Seks bebas amat
dekat dengan bahaya mematikan HIV-AIDS.
q Paham
tentang Keterlibatan Menggereja.
Peran aktif Orang Muda Katolik dalam kehidupan menggereja amat
dibutuhkan, bukan saja demi kebaikan Gereja, tetapi juga demi perkembangan
hidup yang baik bagi mereka. Keaktivan Orang Muda Katolik dalam kehidupan
menggereja dapat menjadi penangkal terhadap pengaruh-pengaruh buruk seperti:
penyalahgunaan NARKOBA, seks bebas, premanisme, dsb.
q Paham
tentang Cita-cita dan Masa Depan.
Manusia harus memiliki cita-cita hidup. Tanpa cita-cita, manusia hidup
tak terarah. Orang Muda Katolik hendaknya menentukan cita-cita hidup demi masa
depan yang lebih baik. Namun cita-cita itu harus pula disesuaikan dengan minat,
bakat, dan kemampuan ekonomi orangtua. Perlu dipahami bahwa cita-cita yang
terlalu tinggi dan tidak disesuaikan dengan kemampuan ekonomi orangtua dapat
menjadikan frustrasi bila pada akhirnya tidak tercapai. Namun menggantungkan
cita-cita “setinggi langit” pun perlu juga supaya dalam diri kaum muda terdapat
semangat hidup.
q Paham
tentang Kesetaraan Gender.
Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang sifatnya
tidak kodrati, melainkan diciptakan oleh kebiasaan, kebudayaan, pandangan,
pengaruh ekonomi dalam masyarakat. Masalah utama dalam persoalan gender ialah:
perlakuan yang kurang dan tidak adil oleh kaum laki-laki terhadap kaum
perempuan. Supaya dipahami bahwa dalam Kitab Kejadian dikatakan: Allah
menciptakan manusia laki-laki dan perempuan itu SEPADAN. Kalau mereka sepadan,
maka segala prilaku perendahan dan pelecehan terhadap kaum perempuan harus
ditinggalkan.
q Paham
tentang Krisis Nilai. Di
balik segala pergulatan belajar, kaum muda terus-menerus dihadapkan pada tugas
manusiawi mendasar, yaitu: menemukan dan mengembangkan bakat serta
mempersiapkan pengabdiannya terhadap orangtua, agama, bangsa, dan akhirnya
Tuhan sendiri. Dalam proses itu banyak kaum muda mengalami krisis nilai. Guna
membantu mereka, kita perlu menciptakan hidup gerejawi dan kemasyarakatan yang jelas menjunjung
tinggi nilai-nilai dasar manusiawi, tempat para muda menemukan identitas
dirinya.
b. Bidang Kehidupan Ekonomi
Tujuan
Penyuluhan: Memberikan penerangan dan pemahaman kepada Umat Katolik
(kelompok binaan) tentang upaya-upaya menuju kesejahteraan pribadi dan
masyarakat.
Materi
Penyuluhan: Beberapa materi penyuluhan di bidang kehidupan ekonomi antara
lain:
q Paham
tentang Prinsip “Bonum Commune”.
Gereja menilai positif usaha bisnis, dengan menunjukkan bahwa usaha
tersebut merupakan suatu fungsi dalam hidup bersama. Maka baik-buruknya bisnis
perlu diukur dari sejauh mana bisnis itu menghasilkan perbaikan kesejahteraan
umum. Dalam kerangka itu, pemilikan upaya produksi adalah wajar dan sah bila
mendukung kerja yang berfaedah bagi diri sendiri dan juga bagi masyarakat demi
terciptanya kesejahteraan bersama.
q Paham tentang Etika Bisnis. Semakin banyak usaha menuntut diciptakannya
tata niaga dan pranata mengenai standar mutu, demi kepentingan konsumen maupun
peningkatan dunia usaha sendiri. Namun, masih ada juga usahawan yang tidak
konsisten dalam menjaga mutu. Proses pemilikan upaya produksi tidak selalu
wajar dan sah. Tidak jarang keuntungan diperoleh karena fasilitas khusus dari
kolusi, sehingga dinamika sejati dunia bisnis dan konsumen ternodai. Korupsi
dan penindasan/pemerasan merajalela. Monopoli pun tak kalah gencar. Para
usahawan Katolik perlu diberi penerangan
dan pemahaman tentang etika bisnis yang benar dan baik.
q Paham
tentang Peran Iptek dalam Memajukan Ekonomi. Kita sadar bahwa penguasaan iptek merupakan
syarat mutlak untuk memproduksi dan memasarkan barang serta jasa atas dasar
kekuatan sendiri. Pada gilirannya hal itu dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat. Tetapi kebanyakan rakyat kita bahkan belum mempunyai
dasar sukup untuk menggapai tekhnologi madya. Di banyak daerah, tekhnologi
sederhana pun masih harus dikejar dengan susah payah. Kendati demikian,
pengaruh negatif dari iptek harus kita waspadai, sebab tidak jarang kemajuan
iptek itu menjerumuskan kita dalam jurang kehancuran hidup.
q Paham
tentang Sikap Konsumtif.
Tuntutan akan peri hidup yang lebih memuaskan dan lebih bermutu memang
wajar. Namun, harus dihindari sikap konsumtif yang dibuat-buat, dan berlebihan,
yang berlawanan dengan kesehatan jiwa dan raga serta di luar kewajaran sehingga
merugikan martabat manusia. Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia hendaklah
mengindahkan citra manusia seutuhnya, yang memperhitungkan semua dimensi hidup,
yang juga mementingkan segi-segi batiniah dan rohaniah serta tidak hanya
menuruti tuntutan jasmaniah.
q Paham
tentang Kerja. Bekerja, di
samping untuk mencari nafkah bagi diri dan keluarga sendiri, juga menjadi
ungkapan martabat manusia. Kerja memiliki matra sosial dan religius. Manusia
juga bekerja demi kesejahteraan umum. Orientasi dan motivasi dalam bekerja
perlu dalam rangka usaha mengatur tata dunia sesuai dengan kehendak Allah.
c. Bidang Lingkungan Hidup
Tujuan
Penyuluhan: Memberikan
penerangan dan pemahaman kepada Umat Katolik ( kelompok binaan ) tentang
keharusan manusia menjaga, merawat, dan melestarikan lingkungan hidup sebagai
ungkapan nyata rasa syukur kepada Allah atas alam yang indah ini.
Materi
Penyuluhan: Beberapa materi penyuluhan di bidang lingkungan hidup antara
lain:
q Paham
tentang Perusakan / Pencemaran Lingkungan Hidup. Lingkungan hidup manusia luas sekali, maka
bentuk dan sebab perusakan/pencemaran lingkungan hidup pun banyak pula.
Macam-macam perusakan/pencemaran lingkungan hidup antara lain:
a. Perusakan dan Pencemaran Tanah:
-
tanah diracuni oleh pestisida, minyak bekas, limbah
- tanah menjadi kritis karena erosi yang
disebabkan oleh penggundulan hutan
b. Pembabatan dan Perusakan Hutan:
-
banyak pepohonan ditebang demi perluasan lahan pertanian, kota, pabrik, tempat wisata, secara tidak proporsional
-
banyak hutan ditebang untuk berbagai perusahaan: triplek, mebel, kertas.
c. Pemusnahan Fauna:
- banyak jenis binatang musna karena nafsu
manusia untuk berburu dan sport
- banyak jenis binatang terancam punah karena
diburu untuk diambil dagingnya, tanduknya,
kulitnya.
-
banyak jenis binatang terancam habitatnya karena pembakaran, pembalakan
hutan secara liar.
d. Pencemaran Air dan Laut
-
air minum dicemari bahan kimia yang beracun, pestisida
dan deterjen dari rumah tangga, pabrik.
- air laut dicemari oleh minyak dan
bahan kimiawi dari limbah industri dan kapal-kapal besar.
e. Pencemaran Udara
- udara dicemari oleh berbagai asap pabrik dan
kendaraan bermotor
- udara menjadi berbau busuk karena
timbunan sampah dan limbah serta kotoran.
q Paham
tentang Sebab Utama Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup.
a. Manusia
- manusia belum/tidak menyadari akibat-akibat dari tindakannya
- manusia serakah;
memburu kepentingan / keuntungan sendiri
- manusia memboroskan
sumber kekayaan alam
- manusia tidak
bertanggungjawab untuk generasi yang
akan datang
b.
Kepadatan penduduk dan kemiskinan
Kepadatan
penduduk dan kemiskinan dapat mendorong orang mengeksploitasi sumber alam
untuk mempertahankan hidup. Di mana ada kepadatan penduduk, apa lagi
kalau penduduknya miskin, maka gampang sekali terjadi pencemaran lingkungan dan
pemanfaatan sumber alam secara tidak bertanggungjawab.
q Paham
tentang Akibat Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup
a. Akibat Pencemaran Tanah
Proses
pembentukan tanah yang memakan waktu jutaan tahun seakan tidak memiliki nilai
sejarah yang patut disayangi. Oleh berbagai pencemaran, tanah banyak yang kembali
menjadi batuan tandus. Tanah menyimpan berjuta kehidupan, dan memberikan
berjuta kehidupan itu kepada manusia, melalui sifatnya yang subur. Namun oleh
karena ulah manusia, kini tanah nyaris tak mampu menghidupi manusia. Jika
kesuburan tanah mulai merosot, tanah terkikis erosi, tanah terlalu jenuh oleh
pupuk-pupuk buatan, maka kehidupan manusia dan makhluk lain di bumi ini akan
terancam.
b. Akibat Penebangan Hutan (penghilangan jalur
hijau)
- banyak sumber air
mengering dan debit air menurun
- banyak tanah menjadi
tidak subur dan terkikis erosi
- banyak jenis satwa
kehilangan “rumah”
- suhu udara cenderung tinggi dan curah
hujan berkurang
- penyerbukan tanam-tanaman terganggu
c. Akibat Perburuan Satwa
- banyak jenis satwa
terancam punah
-
akibat kepunahan jenis satwa, generasi mendatang tidak dapat menikmati eloknya
satwa liar
- rantai kerjasama
antar satwa akan terputus
d. Akibat Pencemaran Air dan Udara
- berbagai penyakit
pernafasan mulai berjangkit karena udara kotor
- penyakit kulit,
disentri, muntaber mulai berjangkit karena air tercemar
- kandungan oksigen
dalam udara menipis
-
terbentuk gas-gas “rumah kaca” yang menyebabkan “pemanasan global”. Pemanasan global menyebabkan mencairnya es-es di kutub, yang
menyebabkan permukaan laut meninggi. Permukaan laut yang meninggi menyebabkan
pulau-pulau tenggelam, sehingga penghuninya
harus mengungsi. Arus pengungsian ada kalanya menyebabkan pertikaian.
d. Bidang Politik
Tujuan
Penyuluhan: Memberikan penerangan dan pemahaman kepada Umat Katolik
( kelompok binaan ) tentang hakikat dan tujuan politik yang bersih, benar, dan
baik.
Materi
Penyuluhan: Beberapa materi
penyuluhan di bidang politik antara lain:
q Pancasila
dan Etika Berpolitik. Guna
melaksanakan Pancasila diperlukan penyadaran mengenai etika politik di negara
kita, khususnya dalam upaya membangun persatuan bangsa guna menciptakan
keadilan sosial melalui proses demokratis. Minimal dalam satu dasawarsa
terakhir ini Pancasila kelihatannya semakin tidak mendapat perhatian dari
anak-anak bangsa Indonesia. Sekolah-sekolah mulai meninggalkan pelajaran khusus
mengenai Pancasila. Situasi semacam ini menjadikan dunia perpolitikan di negara
kita semakin tidak mengarah kepada prilaku politik yang etis dan bermoral. Kita
harus memperjuangkan agar Pancasila tetap eksis dan dipahami secara baik dan
benar.
q Kesadaran Hukum. Kesadaran hukum dapat menolong peningkatan
mutu hidup bersama sebagai satu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Kesadaran hukum harus dimiliki oleh semua warga negara, baik masyarakat
umum maupun aparat dan pemerintah negara. Kesadaran hukum membantu kita hidup
secara baik sebagai warga negara; tahu batas-batas antara hak dan kewajiban
sebagai warga negara. Sangat diharapkan bahwa kita bisa menjadi warga Gereja
yang baik dan sekaligus menjadi warga negara yang baik. Untuk tujuan ini
diperlukanlah sikap sadar hukum.
q Kesadaran
akan Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Kita, sebagai bagian yang tak terpisahkan
dari bangsa Indonesia, bertekad membela dan mengisi persatuan bangsa dengan
menolak segala pengkotak-kotakan, baik di bidang politik, hukum, ekonomi,
budaya, maupun agama. Kita harus menjadi pelopor dalam mengupayakan persatuan
dan kesatuan bangsa. Bhinneka Tunggal Ika harus tetap menjadi dasar dan pedoman
bagi upaya membela persatuan dan kesatuan bangsa. Kita harus bercermin pada
Yesus yang dalam pergaulan-Nya tidak pernah membeda-bedakan kelompok manapun.
q Politikus
Awam Katolik. Tugas langsung
di bidang politik merupakan tugas kaum awam mengdusukan tata dunia. Di sanalah
panggilan mereka secara khas, yaitu agar politik dijalankan demi kesejahteraan
rakyat seluruhnya. Kegiatan politik awam Katolik harus dijiwai oleh iman
Katolik yang benar, namun mereka berjuang atas nama pribadi atau kelompok
politiknya, bukan atas nama Gereja. Tiada seorang pun dapat mengatasnamakan
Gereja (Katolik) dalam langkah politiknya. Satu hal penting adalah: politikus
awam Katolik janganlah ikut-ikutan terseret dalam berbagai prilaku yang
merugikan bangsa dan negara. Ajaran iman Katolik harus dipegang teguh.
e. Bidang Kebudayaan
Tujuan
Penyuluhan: Memberikan penerangan dan pemahaman kepada Umat Katolik
( kelompok binaan ) tentang hakikat dan makna terdalam dari setiap kebudayaan
yang muncul dalam masyarakat.
Materi
Penyuluhan: Beberapa materi
penyuluhan di bidang kebudayaan antara lain:
q Hiburan
dan Kebudayaan. Semakin
banyak orang yang terbiasa menyisihkan waktu untuk mencari hiburan. Mereka
ingin menikmati suasana refresing. Hiburan sehat memang diperlukan dan dapat
bermanfaat bagi kesejahteraan jasmani dan rohani. Namun, sering kurang
kewaspadaan kita mencegah banyak orang terjerumus ke dalam hiburan yang justru
merusak keluarga dan karena itu merusak kebahagiaan seluruh masyarakat.
Pola-pola hiburan yang tidak sehat sesungguhnya menciptakan kebudayaan baru
yang dapat memperlemah dan merusak tata hidup yang etis dan bermoral.
Hiburan-hiburan tak sehat yang seringkali merendahkan martabat manusia sudah
semakin membudaya. Hal ini harus kita cegah.
q Hiburan
yang Kreatif. Banyak orang
yang diperbudak oleh rasa senang melulu. Mereka mencari hiburan yang tidak
menyebabkan budaya “re-creatio”, artinya: budaya yang merangsang hasrat
menciptakan kembali atau bersikap produktif. Kadang kala hiburan malah
menurunkan martabat manusia, dengan mengobyekkan manusia atau merangsang
kekerasan. Hiburan hendaknya membawa produktivitas sejati, mengembangkan
kreativitas dan aktivitas tubuh.
q Budaya
Pemersatu. Amat terasa
betapa akhir-akhir ini bangsa kita mengalami pengkotak-kotakan relasi akibat
berbagai perbedaan budaya, agama, suku, status sosial, dsb. Padahal, kita
mengetahui bahwa perpecahan mudah disulut oleh kata-kata atau tindakan kurang
bijaksana dalam forum agama, budaya, pendidikan, ekonomi, suku, dsb. Memang
sudah muncul diskusi-diskusi dan dialog-dialog mengenai perlunya budaya
pemersatu yang menyebabkan rakyat tidak saling menjauhi, melainkan inklusif.
Kita masih harus mencari jalan yang berdayaguna dan berhasilguna untuk
membangun persatuan tanpa batas. Untuk itu kta harus mendukung berabagai
kegiatan dan lembaga atau forum yang mengarah pada upaya mempersatukan bangsa.
q Inkulturasi. Gereja Katolik tidak menolak apa saja yang
baik dalam kebudayaan setempat. Kita ingin menjadi Gereja yang berakar, tumbuh,
dan berkembang secara dialogis di dalam masyarakat, bangsa dan negara
Indonesia. Mengikuti para nabi, Gereja ingin bersama masyarakat membebaskan
diri dari rasa takut ke arah pendewasaan yang merangkul semua pihak dengan
semangat iman kepada Tuhan. Inkulturasi berarti kita masuk dalam budaya
setempat, berakar dalam budaya setempat, hidup dalam budaya setempat, dan
akhirnya berkembang dalam budaya setempat. Iman Gereja hendaknya menjadi jiwa
dari stiap kebudayaan, menggantikan jiwa-jiwa animisme dan tahyul. Dengan
inkulturasi diharapkan bahwa terjadi perubahan budaya dari berorientasi pada
tahyul kepada berorientasi pada ajaran iman Gereja yang kudus.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar