Rabu, 29 Januari 2014

Keluarga Berencana Alamiah dan Pengentasan Kemiskinan

    Oleh: Karolus Boromeus Wodong, S.Fil
(Penyuluh Agama Katolik PNS - pada Kantor Departemen Agama Kota Denpasar )


I. Pendahuluan

            Berbicara tentang Keluarga  Berencana dan Kemiskinan merupakan dua kenyataan sosial yang sangat erat kaitannya. Memang banyak faktor penyebab kemiskinan dan banyak solusi mengatasi kemiskinan. Bila kita ingin menggali berbagai permasalahan sosial yang terjadi dalam masyarakat berhubungan dengan faktor ekonomi, rendahnya penghasilan, tenaga kerja, pengangguran, kemiskinan dan  anak jalanan,  maka pencarian kita akan bermuara pada beberapa akar persoalan diantaranya: jumlah penduduk yang terlalu banyak dan  tentu berdampak pada rendahnya kualitas manusia, kesulitan biaya hidup, biaya ekonomi keluarga, masalah pendidikan dan kesehatan dan masalah mendapatkan pekerjaan.   

Sering kita melihat, membaca dan mendengar berita tentang tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dipulangkan dari Malaysia karena tidak memiliki paspor atau surat-surat dokumentasi keimigrasian lainnya. Juga beberapa TKI mendapat  perlakuan tidak senonoh, bahkan disiksa atau tidak digaji oleh majikannya. Pada bagian lain ada  banyak anak jalanan, gelandangan dan pengemis berkeliaran di beberapa kota Negara kita. Semua fenomena ini memperlihatkan  sebagian dari wajah-wajah suram situasi tenaga kerja Indonesia dan lebih dari itu menunjukkan fakta kemiskinan di Indonesia.


II. Relasi Kemiskinan dan Keluarga Berencana

            Kemiskinan dan Keluarga Berencana (KB) sebenarnya berelasi sangat erat. Sebuah keluarga yang dibangun tanpa perencanaan matang, bisa saja menemukan berbagai persoalan yang sulit dipecahkan seperti masalah ekonomi, jumlah anak yang terlalu banyak, pemenuhan kebutuhan anggota keluarga, masalah kesehatan, masalah pendidikan anak yang berujung pada masalah kesempatan kerja dan  berbagai masalah lainnya.

   KB pada hakikatnya merupakan program  yang turut berperan penting dalam menciptakan generasi masa depan bangsa Indonesia yang berkualitas serta mampu bersaing dengan bangsa lain. Bila setiap keluarga di  Indonesia merencanakan kelahiran anak secara bertanggungjawab maka kita akan memiliki generasi masa depan yang berkualitas dan siap pakai.

            Kenyataan membeludaknya TKI, pengangguran, tingginya angka kemiskinan, adanya anak jalanan, selain disebabkan oleh masalah sosial seperti kurangnya persediaan lapangan pekerjaan, rendahnya pendidikan, keterampilan dan keahlian, juga di balik itu memperlihatkan  salah satu indikasi belum berhasil sepenuhnya penerapan program KB di Indonesia.

            KB merupakan  salah satu sarana bagi setiap keluarga baru untuk merencanakan pembentukan keluarga ideal, keluarga kecil bahagia dan sejahtera lahir dan bathin. Melalui program KB diharapkan terlahir manusia Indonesia yang berkualitas prima, yaitu manusia Indonesia yang memiliki kualitas diri antara lain beriman, cerdas, trampil, kreatif, mandiri, menguasai iptek, memiliki daya juang, bekerja keras, serta berorientasi ke depan. Karena itu KB seharusnya bukan hanya menjadi program pemerintah tetapi program dari setiap keluarga masyarakat Indonesia.


III. Memilih Metode KB yang aman

            Sikap menghargai kehidupan diajarkan di dalam setiap agama, hidup sebagai anugerah Tuhan yang harus disyukuri dan dihargai. Anak merupakan anugerah Tuhan, buah cinta kasih suami istri. Kehadiran anak bukanlah suatu “malapetaka” atau “kegagalan”. Pemahaman dasar seperti ini perlu dimiliki oleh setiap peserta KB (akseptor). Dengan demikian cara-cara ber-KB haruslah sesuai dengan pilihan hati nurani pasangan suami-istri serta sesuai dengan agama, kebudayaan dan keyakinannya.

            Beberapa pasangan suami-istri mengaalami kesulitan dalam memilih metode KB. Ada ibu yang kegemukan mengikuti suatu metode KB, ada juga yang alergi dan sebagainya. Tentu itu bukan tujuan dari program KB, Cuma efek samping tapi kadang-kadang turut mengusik kebahagiaan rumah tangga.

            Para Ahli telah  menemukan metode alamiah yang paling mudah dan tepat untuk mengetahui masa subur dan masa tidak subur pada wanita. Dr. Lyn- JJ Billings, pasangan suami-istri dari Australia, menemukan suatu teori bahwa ovulasi dapat diketahui dengan mengamati pengeluaran lendir dari alat vital wanita. Billings menemukan metode KB alamiah dengan cara mengamati “siklus kewanitaan”, dalam siklus tersebut terdapat masa haid (menstruasi), masa subur dan masa kering. Masa subur adalah masa di mana persetubuhan akan menghasilkan keturunan. Sedangkan persetubuhan yang terjadi pada masa kering tidak dapat menghasilkan pembuahan (keturunan). Masa subur berlangsung sekitar tiga hari setelah masa haid ditandai dengan rasa basah (lengket seperti putih telur) pada alat vital wanita.  Masa subur berlangsung antara 8 sampai 12 hari, disusul masa kering yang berlangsung sekitar 13 hari. Masa kering berakhir dengan datangnya kembali masa haid.

 Panjang-pendeknya masa-masa tersebut berbeda-beda pada setiap wanita, karena itu perlu pengamatan serta pencatatan yang tekun dan teliti oleh akseptor. Juga harus dapat dibedakan antara lendir kesuburan pada masa basah dan lendir karena rangsangan seksual atau karena adanya jamur. Bagi akseptor yang ingin menunda atau menjarangkan kehamilan maka hubungan intim dilakukan pada masa kering, sedangkan pada masa basah dapat memilih metode alternatif  seperti kondom dan senggama terputus asal dilakukan dengan tepat dan hati-hati. Metode ovulasi Billings  dikembangkan di Australia sejak tahun 1950 dan mulai disebarluaskan ke  seluruh dunia  sejak tahun 1964. Pada tahun 1976 mulai diperkenalkan di Indonesia oleh PERDHAKI (Persatuan Karya Dharma Kesehatan Indonesia) dibantu oleh Pusat Metode Ovulasi (PUSMO). Setelah diadakan penelitian yang saksama akhirnya metode ini diterima oleh BKKBN pusat dengan surat Nomor 6668/KS/002/E2/90 tanggal 28 Desember 1990 sebagai metode KB yang
sah.
            Beberapa keuntungan menggunakan metode KB alamiah antara lain: tidak mengubah system hormonal tubuh, maka tidak mengganggu kesehatan atau tidak berefek samping. Juga akseptor dapat merencanakan kelahiran anak berikutnya. Selain itu dapat meningkatkan rasa saling pengertian, perhatian dan kasih saying suami-istri.


IV. Efektivitas  Metode KB
    Efektif atau tidaknya metode KB dalam mengatur kehamilan tergantung dari konsistensi dan ketepatan penggunanya serta metode yang dipilihnya. Keterlibatan kita mengikuti program KB berarti turut membangun bangsa  dalam rangka menghasilkan generasi baru yang berkualitas prima  dan tidak kalah bersaing dengan bangsa lain.

V. Penutup
            Keluarga kecil bahagia dan sejahtera memang merupakan satu solusi yang harus dipraktekan oleh seluruh masyarakat bangsa ini bila kita ingin ke luar dari berbagai persoalan khususnya salah satu persoalan besar bangsa yaitu masalah kemiskinan, peningkatan kesejahteraan hidup dan kualitas manusia yang dapat bersaing dengan bangsa lain. Sangat ketinggalan jaman bila sekarang kita masih menganut prinsip kuno : ”banyak anak banyak rejeki”. Kini saatnya kita membenahi diri untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi mulai dari komunitas terkecil masyarakat yaitu keluarga.Untuk itu perlu diperhatikan beberapa saran berikut:
  1. Peran pemerintah dari pusat sampai daerah dalam mengkempanyekan program KB perlu ditingkatkan kembali seperti pada jaman Orde Baru.
  2. Dukungan dan teladan dari para tokoh agama dalam hal KB, menyarankan masyarakat untuk mengikuti program KB dalam berbagai kesempatan terlebih dalam kegiatan keagamaan, kotbah, renungan dan ceramah di tempat-tempat ibadat dari keenam agama resmi di Indonesia.
  3. Informasi yang benar dan kondusif dari instansi KB dan berbagai instansi terkait tentang pentingnya ber-KB.
  4. Kerjasama berbagai  instansi baik pemerintah, swasta, LSM dan berbagai komponen masyarakat untuk menyukseskan program KB.
  5. Usaha penanaman pemahaman positif  tentang peran KB bagi keluarga dan masyarakat pada umumnya serta membuang jauh segala prasangka, curiga dan pikiran negatif tentang KB.
  6. Penjelasan yang benar dan tepat serta penggunaan metode KB yang benar dan tepat, mudah dipahami dan dijalankan oleh masyarakat berpendidikan rendah sekalipun.

REFERENSI:

Sr. A. Simamora, CB. Keluarga Berencana (Makalah pada pelatihan Tenaga Pembina Pastoral Keluarga Katolik), Denpasar 3-6 April 2006.


Kliping Mahasiswa Akademi Kebidanan Denpasar, tentang Keluarga Berencana, 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar