Minggu, 02 Februari 2014

Pengaruh Media Massa dalam Hidup Berkeluarga

Oleh: Krispinus Dombo Sina, 
Penyuluh PNS Kupang, Nusa Tenggara Timur)

Pengantar

Ada pepatah mengatakan, dunia tak selebar daun kelor. Artinya dunia itu luas, tak terjangkau dan tak terselami. Tetapi itu pemahaman jaman dulu. Untuk saat ini, dimana teknologi berkembang demikian pesat, pepatah tersebut tampaknya tidak lagi menjadi pepatah. Bayangkan, dengan HP yang lebih sempit dari daun kelor, kita dapat mengakses internet dan menjelajah dunia dari benua yang satu ke benua yang yang lain tanpa batas. Apa yang Anda ingin ketahui tersedia di sana, dari berita yang ringan-ringan sampai berita yang berat-berat, gari dambar yang paling suci sampai gambar yang paling porno, dari satu hal sampai ke berjuta-juta hal. Internet, HP, Televisi, Koran, majalah, dan berbagai media massa lainnya telah merubah dunia kita. Hampir tidak ada segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh media massa. 

Di satu sisi, dengan media massa kita mendapatkan banyak kemudahan dalam hidup, kita mendapatkan hiburan yang murah dan menyenangkan, kita mendapatkan berita, ilmu dan pengetahuan yang membuat kita semakin ilmiah dan rasional. Kita dapat menjalin komunikasi dengan sanak keluarga, teman, tetangga dan orang-orang yang kita cintai dimanapun dan kapan pun kita mau, dan berbagai macam segi positif yang lain. Tetapi di sisi lain, media massa juga menimbulkan berbagai macam hal yang mencemaskan dan menakutkan. Banyak tragedi kemanusiaan, sosial dan moral yang ditimbulkan oleh pengaruh media massa. Kasus-kasus, kekerasan, pemerkosaan, penculikan, penipuan, penghasutan, isu-isu SARA dan lain sebagainya yang disebabkan oleh media massa. Dengan kata lain, media massa seperti sebuah pisau, dapat menguntungkan tetapi juga dapat merugikan, sangat tergantung dari siapa dan untuk apa pisau tersebut digunakan. Pertanyaan yang harus kita renungkan terus-menerus adalah apa dampak dan pengaruh media massa, khususnya dalam hidup berkeluarga. 

1. Problematika Seputar Media Massa di Indonesia

Untuk melihat problematika seputar media massa di Indonesia, mari kita simak cerita Chappy Hakim berikut ini; “Pada suatu petang yang cerah , seorang teman saya tengah berjalan-jalan santai di Avenue des Champs Elysees, salah satu pusat keramaian di kota Paris. Tiba-tiba saja terdengar sirene polisi meraung-raung dan kemudian terlihat dua buah mobil polisi mengejar dua orang yang tengah berlari di pinggiran jalan. Empat polisi segera loncat keluar dari mobil dan segera mengejar kedua orang tersebut ditengah-tengah keramaian orang berjalan kaki. Tidak lama kemudian datang lagi dua polisi menggunakan sepeda yang langsung juga turut mengejar kedua orang tadi. Hanya beberapa menit kemudian kedua orang tersebut ditangkap dan diborgol serta diseret masuk ke mobil polisi yang segera saja langsung menghilang. Ketika ditanyakan kepada “tour guide” yang menemani teman saya itu selama berada di Paris, dia mengatakan itu biasa. Polisi menangkap pencuri atau copet atau penjahat jalanan yang kerap terjadi. Sebagian besar orang tidak begitu memperdulikannya. Lalu teman saya tanyakan di TV mana atau di koran mana besok pagi bisa dibaca beritanya. Dengan dingin dia berkata, jangan harap, karena hal-hal seperti tersebut tidak akan pernah diberitakan di mass media Perancis. Waktu ditanyakan mengapa, dia melanjutkan tidak tahu persis mengapa, tetapi banyak yang mengatakan bahwa pemerintah tidak mengijinkan pemberitaan yang negatif seperti itu, karena Perancis ingin tetap memelihara kesan aman bagi semua orang. Dengan demikian jumlah turis yang datang berkunjung ke Paris, selalu meningkat dari tahun ke tahun. Mereka akan selalu merasa nyaman untuk berjalan-jalan di kota Paris yang indah itu, melihat Arc de Triomphe, Chaps Elysees, Gereja Notre Dame, Museum dan tentunya juga Eiffel Tower”.

Sekarang mari kita bandingkan dengan apa yang terjadi di Negara kita. Sangat berlawanan sekali bukan? Di negara ini, berita yang laris manis untuk dilihat dan didengar justru berita-berita seputar kriminal seperti kekerasan, pemerkosaan, pelecehan seksual, penculikan, perampokan, pembunuhan, mutilasi, tawuran, pesawat jatuh, bom-bom yang meledak dan lain sebagainya yang sangat menakutkan. Tidak usah ada “travel warning”, orang sudah takut untuk datang ke Indonesia. Berita-berita lain yang menarik adalah tentang gosip-gosip perselingkuhan, kawin cerainya para artis, video mesum PNS atau anak-anak ABG, dan keborokan-keborokan moral lainnya yang terjadi di Negara ini. 

Rhenald Kasali, pernah mengeluh betapa sulitnya untuk dapat menyelenggarakan acara di TV yang “inspiring” dan “mendidik” sifatnya, dengan tujuan turut membangun karakter bangsa. Suatu kali dia berhasil mendapatkan alokasi jam siaran untuk acara yang “inspiring” dan mendidik pada salah satu stasiun Televisi di Jakarta. Namun baru berjalan satu episode, acara tersebut sudah diganti dengan acara “lawakan”. Dan ternyata selain lawakan acara sinetron tentang “setan” , sinetron opera sabun adalah merupakan jenis acara yang dapat bertahan selama ber bulan-bulan. Alasannya sederhana sekali, yaitu, mereka memilih acara yang dapat menaikkan “rating” mereka, sehingga dapat mengundang banyak pemasang iklan yang berarti meningkatkan pendapatan. 

Inilah fakta tentang media massa yang terjadi di Negara kita. Kenyataan seperti ini jelas menyedihkan bagi banyak orang yang berpikir tentang masa depan bangsa ini. Mungkin sudah saatnya kita renungkan bersama, bagaimana caranya untuk turut lebih meningkatkan lagi kualitas mass media kita dalam konteks ikut serta membangun karakter bangsa. Karakter bangsa itu sendiri haruslah dimulai dari lapisan masyarakat yang paling dasar, yakni keluarga. 

2. Pengertian, Jenis-Jenis dan Fungsi Media Massa

Media massa atau Pers adalah suatu istilah yang mulai dipergunakan pada tahun 1920-an untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media. Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah memiliki ketergantungan dan kebutuhan terhadap media massa yang lebih tinggi daripada masyarakat dengan tingkat ekonomi tinggi karena pilihan mereka yang terbatas. Masyarakat dengan tingkat ekonomi lebih tinggi memiliki lebih banyak pilihan dan akses banyak media massa, termasuk bertanya langsung pada sumber/ ahli dibandingkan mengandalkan informasi yang mereka dapat dari media massa tertentu.
Jenis-jenis media massa
a. Media massa tradisional

Media massa tradisional adalah media massa dengan otoritas dan memiliki organisasi yang jelas sebagai media massa dimana terdapat ciri-ciri seperti: 
Informasi dari lingkungan diseleksi, diterjemahkan dan didistribusikan 
Media massa menjadi perantara dan mengirim informasinya melalui saluran tertentu. 
Penerima pesan tidak pasif dan merupakan bagian dari masyarakat dan menyeleksi informasi yang mereka terima. 
Interaksi antara sumber berita dan penerima sedikit. 

Macam-macam media massa tradisional; surat kabar, majalah, radio, televisi, VCD/DVD, film (layar lebar). 

b. Media massa modern

Seiring dengan perkembangan teknologi dan sosial budaya, telah berkembang media-media lain yang kemudian dikelompokkan ke dalam media massa seperti internet dan telepon selular.

Media massa yang lebih modern ini memiliki ciri-ciri seperti: 
Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak penerima (melalui SMS atau internet misalnya) 
Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi namun juga oleh individual 
Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada individu 
Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam 
Penerima yang menentukan waktu interaksi 
Fungsi-fungsi media massa

Harold Laswell mengidentifikasi fungsi media sebagai berikut: 
Fungsi pengawasan (surveillance), penyediaan informasi tentang lingkungan. 
Fungsi penghubungan (correlation), dimana terjadi penyajian pilihan solusi untuk suatu masalah. 
Fungsi pentransferan budaya (transmission), adanya sosialisasi dan pendidikan. 
Fungsi hiburan (entertainment) baik yang positif (fungsi) maupun fungsi negatif (disfungsi). 

Prof. Dr. Pdt. John Titaley, rektor dan guru besar UKSW Salatiga menyatakan bahwa pada dasarnya media, khususnya radio dan TV diciptakan oleh kaum kapitalis untuk meninabobokkan kaum proletar (kaum buruh) supaya tidak protes terhadap situasi hidup yang mereka hadapi. Dengan adanya media massa sebagai hiburan, kaum buruh dan orang-orang miskin tidak lagi berpikir tentang upah mereka yang kecil, tenaga mereka yang terkuras dan ketidakadilan yang mereka alami. Dengan kata lain, media menjadi candu bagi kaum miskin. Sementara kaum kaya dan pemilik modal dapat mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari media massa itu sendiri. Lebih jauh Titaley juga mengatakan bahwa media massa, khususnya TV, menjadi sarana yang ampuh bagi Negara-negara kaya untuk “menjajah” Negara-negara miskin. Sebagai contoh, hampir seluruh stasiun televisi memutar film-film buatan holywood setiap harinya. Kalau, katakanlah ada 10 stasiun televisi saja, berarti ada 10 film holywood dibeli dan diputar setiap harinya. Dalam satu bulan (30 hari) berarti ada 300 film yang dibeli. Kalau setiap film seharga 25 jt. saja bararti tiap bulanya kita setor uang ke holywood 25.000.000 X 300 = 75.000.000.000/bulan. Pertanyaannya, mengapa kita membeli film-film holywood? Karena film-film holywood jauh lebih bagus dan jauh lebih murah dari pada kalau harus membuat atau membeli film dalam negeri. Belum lagi dengan produk-produk luar negeri lain yang ditawarkan oleh Negara-negara maju melalui media massa. Dengan kata lain, kita tetap “dijajah” oleh bangsa lain melalui media massa, tetapi kita tidak merasa dijajah

3. Pengaruh Media Massa dalam Hidup Berkeluarga

Seorang pakar dan guru besar tentang komunikasi massa berkebangsaan Belanda, Denis McQuail, dalam salah satu bukunya menulis tentang pengaruh media dan ciri-ciri utama komunikasi masa. Denis mengatakan menyatakan bahwa media menjangkau lebih banyak orang dibandingkan dengan institusi-institusi lainnya. Dan lebih parah lagi, Mass media sudah sejak dahulu telah “mengambil alih” peranan sekolah, orang tua, agama dan lain-lain. Institusi media sendiri sebenarnya tidaklah memiliki kekuasaan, akan tetapi insitusi ini selalu berkaitan dengan kekuasaan negara.

Lebih lanjut dia mengatakan tentang ciri utama dari komunikasi masa. Komunikasi masa memiliki ciri yang khas, yaitu : Bahwa hubungan antara pengirim dan penerima bersifat satu arah dan jarang sekali, bukan berarti tidak ada, yang bersifat interaktif. Kalaupun ada, maka itu terselenggara dengan tidak seimbang antara pengirim dan penerima. Pengirim biasanya akan sangat dominan karena berperan sebagai penyelenggara.Yang lebih parah lagi adalah bahwa hubungan tersebut juga bersifat im-personal, bahkan mungkin sekali akan sering bersifat non moral, dalam pengertian bahwa sang pengirim biasanya tidak bertanggung jawab atas konsekuensi yang terjadi pada para individu, dalam hal ini pihak penerima.

Menurut Karl Erik Rosengren pengaruh media cukup kompleks, dampak bisa dilihat dari: 1) Skalanya; skala kecil (individu) dan skala luas (masyarakat), 2) kecepatannya, yaitu cepat (dalam hitungan jam dan hari) dan lambat (puluhan tahun/ abad) dampak itu terjadi. 

Pengaruh media bisa ditelusuri dari fungsi komunikasi massa, Harold Laswell pada artikel klasiknya tahun 1948 mengemukakan model sederhana yang sering dikutip untuk model komunikasi hingga sekarang, yaitu :

Siapa (who) 
Pesannya apa (says what) 
Saluran yang digunakan (in what channel) 
Kepada siapa (to whom) 
Apa dampaknya (with what effect) 

Pengaruh media massa pada pribadi

Secara perlahan-lahan namun efektif, media membentuk pandangan pemirsanya terhadap bagaimana seseorang melihat pribadinya dan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan dunia sehari-hari.

Pertama, media memperlihatkan pada pemirsanya bagaimana standar hidup layak bagi seorang manusia, dari sini pemirsa menilai apakah lingkungan mereka sudah layak, atau apakah ia telah memenuhi standar itu dan gambaran ini banyak dipengaruhi dari apa yang pemirsa lihat dari media. 
Kedua, penawaran-penawaran yang dilakukan oleh media bisa jadi mempengaruhi apa yang pemirsanya inginkan, sebagai contoh media mengilustrasikan kehidupan keluarga ideal, dan pemirsanya mulai membandingkan dan membicarakan kehidupan keluarga tersebut, dimana kehidupan keluarga ilustrasi itu terlihat begitu sempurna sehingga kesalahan mereka menjadi menu pembicaraan sehari-hari pemirsanya, atau mereka mulai menertawakan prilaku tokoh yang aneh dan hal-hal kecil yang terjadi pada tokoh tersebut. 
Ketiga, media visual dapat memenuhi kebutuhan pemirsanya akan kepribadian yang lebih baik, pintar, cantik/ tampan, dan kuat. Contohnya anak-anak kecil dengan cepat mengidentifikasikan mereka sebagai penyihir seperti Harry Potter, atau putri raja seperti tokoh Disney. Bagi pemirsa dewasa, proses pengidolaaan ini terjadi dengan lebih halus, mungkin remaja ABG akan meniru gaya bicara idola mereka, meniru cara mereka berpakaian. Sementara untuk orang dewasa mereka mengkomunikasikan gambar yang mereka lihat dengan gambaran yang mereka inginkan untuk mereka secara lebih halus. Mungkin saat kita menyisir rambut kita dengan cara tertentu kita melihat diri kita mirip "gaya rambut lupus", atau menggunakan kacamata a'la "Catatan si Boy". 
Keempat, bagi remaja dan kaum muda, mereka tidak hanya berhenti sebagai penonton atau pendengar, mereka juga menjadi "penentu", dimana mereka menentukan arah media populer saat mereka 

Probowatie, seorang pakar komunikasi sosial mengatakan bahwa pengusaha media tayang (televisi, video games, Red.) pandai benar dalam mengemas kepentingan komersialnya. Penyajian menarik, dengan bahasa yang simpel, bahkan memukau sehingga dapat mendorong ketergantungan (addiction) bagi penonton, terlebih anak dan remaja yang jiwanya belum matang.

Di samping berpengaruh positif terhadap perkembangan jiwa anak dan remaja, tentu presensi negatif pun ada. Apresiasi terhadap tayangan media ini tergantung dipandang dari sudut mana dalam memberikan penilaian baik maupun buruknya. Pengaruh buruk yang ditimbulkan televisi, video games maupun media elektronik lainnya, menurut Probowatie adalah pada perkembangan mental anak dan remaja. Dikatakannya bahwa sebuah penelitian yang dilakukan di Australia National University menyatakan, televisi atau video games adalah salah satu penyebab hyperaktivitas pada anak dan remaja. Sebaliknya di daerah lain yang tak ada televisi dan video games kasus anak dan remaja sejak bayi hingga dewasa seperti ini tidak dijumpai.Sifat hyperaktivitas pada anak dan remaja tersebut salah satunya adalah saat menonton, seluruh indera perhatiannya tercurah pada kotak segi empat itu, dengan cepatnya gerakan cahaya akan lewat saraf mata. Hal ini akan merangsang seluruh sistem di otak untuk menyerap dengan cepat khayalan konsumerisme / iklan dan masih banyak lagi sehingga akan mengubah pikiran anak dan remaja ke hal-hal negatif seperti mati dan tertutup untuk hal-hal lain. 

Berikut sepuluh Pengaruh buruk media televisi pada anak dan remaja: 

1. Bagi anak usia 0-3 tahun. Media televisi sabagai salah satu jenis media elektronik dapat menimbulkan gangguan perkembangan bicara, menghambat kemampuan membaca verbal maupun pemahaman. Juga dapat menghambat kemampuan anak dalam mengekpresikan pikiran melalui tulisan, rneningkatkan agresifitas dan kekerasan dalam usia 5-10 tahun, serta tidak mampu membedakan antara realitas dan khayalan. 

2. Mendorong anak menjadi konsumtif. Anak-anak dan remaja menjadi target pengiklan yang utama, sehingga dapat mendorong mereka menjadi konsumtif 

3. Berpengaruh terhadap sikap. Bagi anak dan remaja yang banyak menonton televisi namun belum mempunyai daya kritis yang tinggi, kemungkinan besar akan terpengaruh oleh apa yang ditampilkan di televisi. Tentu ini akan berpengaruh pada sikap dan prilaku mereka dan dapat terbawa hingga dewasa. 

4. Mengurangi semangat belajar. Bahasa televisi simpel. memikat dan membuat ketagihan sehingga sangat mungkin anak dan remaja menjadi malas belajar. 

5. Membentuk pola pikir sederhana. Terlalu sering menonton televisi dan tak pernah membaca menyebabkan anak dan remaja akan memelihara pola pikir sederhana, kurang kritis, linier atau searah dan pada akhirnya akan mempengaruhi imajinasi, intelektualitas, kreatifitas dan perkembangan kognitifnya. 

6. Mengurangi daya konsentrasi. Rentang waktu konsentrasi anak dan remaja hanya sekitar 7 menit, persis seperti acara dari iklan ke iklan yang dapat membatasi daya konsentrasi anak.

7. Mengurangi kreativitas. Televisi membuat anak dan remaja malas bermain, mereka menjadi individualistis dan lebih suka menyendiri, setiap kali merasa bosan, mereka tinggal memencet remote control dan langsung menemukan hiburan sehingga di saat liburan maupun akhir pekan, mereka menghabiskan waktu dengan menonton tv. Anak & remaja seakan tak punya pilihan lain karena tidak dibiasakan untuk mencari aktivitas lain yang menyenangkan, ini membuat anak dan remaja tidak kreatif 

8. Meningkatkan obesitas ( kegemukan). Penelitian membuktikan, seorang anak dan remaja yang kebanyakan menonton tv, akan lebih banyak ngemil di antara waktu makan. Anak-anak dan remaja yang senang menonton TV, cenderung kurang berolah raga. Mereka terbiasa duduk di depan layar. membuat tubuhnya tidak banyak bergerak dan metabolisme menurun sehingga lemak, bertumpuk karena tidak terbakar, dan akhirnya menimbulkan kegemukan. 

9. Merenggangkan hubungan antara anggota keluarga. Kebanyakan anak dan remaja menonton tv lebih dan 4 jam sehari, sehingga waktu untuk bercengkerama bersama keluarga ‘terpotong’ atau terkalahkan dengan tv. Sementara 40% keluarga menonton tv sambil menyantap makan malam, waktu yang seharusnya menjadi ajang berbagi cerita antara anggota keluarga. Rata-rata tv dalam rumah hidup selama 7 jam 40 menit. Yang memprihatinkan, masing-masing anggota keluarga menonton acara berbeda di ruang berbeda pula. 

10. Lebih cepat matang secara seksual
Tontonan yang dikonsumsi anak dan remaja saat ini, sarat dengan adegan seksual. Baik sinetron, film bahkan kartun sekalipun. Mau tidak mau anak dan remaja akan menyaksikan adegan yang sebenarnya tidak pantas baginya. Gizi yang bagus dan rangsangan tv yang tidak pantas untuk usianya, akan menjadi lebih cepat ‘balig’ atau matang secara seksual dari yang seharusnya diiringi rasa ingin tahu yang tinggi. Mereka akan cenderung meniru dan melakukan apa yang mereka lihat. Menurut para ahli, televisi dan tayangannya, serta alat elektronik sekalipun memiliki pengaruh buruk bagi perkembangan dan kesehatan anak dan remaja. Namun, dalam era sekarang ini tentunya sulit menjauhkan anak dan remaja dan hal di atas. Meski begitu, hendaknya, orang tua memiliki tips atau cara bijaksana untuk hal ini. Tentu masih ada banyak pengaruh positif dan negative dari media massa.

4. Tanggung Jawab Keluarga, masyarakat dan Gereja

Tanggung Jawab Keluarga

Menyeleksi tayangan dan mendampingi anak menonton televisi merupakan tugas yang tidak gampang. Orang tua khususnya ibu dituntut untuk lebih sabar, lebih paham tentang apa yang ditayangkan. Jadi para orang tua mulai sekarang harus lebih pintar dan peka terhadap perkembangan dunia agar kita dapat memberikan jawaban dan penjelasan terbaik bagi putra-putri kita. Berikut ini beberapa trik yang dapat kita aplikasikan dalam upaya menghadang pengaruh buruk media, khususnya televisi:

1. Pahami terlebih dulu manfaatnya
Pahami terlebih dulu manfaat dan piranti canggih yang hendak disodorkan kepada anak dan remaja itu. Ini berlaku untuk semua jenis alat elektronik termasuk televisi, seperti juga ponsel, komputer, musik player, dan game station. Ketika diberikan kepada anak dan remaja, pastikan anak dan remaja juga tahu tujuan kepemilikan barang tersebut.

2. Beri batasan penggunaan
Kapan ia boleh memakai dan saat apa si anak dan remaja harus menyingkirkan peralatan elektronik tadi. Untuk anak yang lebih besar, anda dapat membuat kesepakatan bersama batasan-batasannya untuk anak pra sekolah, waktu menonton cukup satu jam sehari. Yang sudah bersekolah boleh menonton kurang lebih 2 jam. 

3. Jadikan TV sebagai media belajar
Duduklah bersama anak dan remaja dan diskusikan isi tayangan. Agar anak dan remaja tidak menonton sembarangan acara, jangan letakkan tv di dalam kamar anak dan remaja yang masih di bawah umur.

4. Siapkan kegiatan pengganti
Coba siapkanlah kegiatan lain sebagai pengganti, seperti play station atau internet. pastikan kegiatan alternatifnya sama serunya. Misalnya, bermain bersama teman di lingkungannya, tanpa aktifitas pengganti yang menarik, sulit membuat anak dan remaja lepas dan tv.

5. Beri nilai positif.
Agar anak dan remaja percaya din untuk tidak mengikuti arus teman-teman yang menonton tv tanpa batasan, suntikkan nilai-nilai positif padanya. Berikan alasan mengapa ia perlu membatasi jam menonton, dengan begitu si anak dan remaja bisa menangkis ejekan teman seputar ketidaktahuannya tentang acara-acara tv yang memang tak diperuntukkan bagi anak seusianya.

6. Tanamkan nilai-nilai keluarga secara berulang.
Dengan disiplin dan kasih sayang, anak dan remaja akan lebih mudah mengerti apa yang patut dan tidak dilakukannya. Jadikan anak dan remaja percaya dir dengan paham dari nilai yang dianut keluarga.

Tanggung Jawab Masyarakat


Permasalahan mengenai dampak negatif dari media massa memang tidak pernah bisa dihentikan. Semua berjalan sebagai sebuah kausalitas. Ada media, maka juga akan ada dampak-dampak yang mengikutinya, termasuk dampak negatif yang dewasa ini mulai menjadi pusat perhatian masyarakat. Konsep mengenai kebutuhan filter bagi masyarakat Indonesia sudah tidak bisa dipandang sebagai hal sepele lagi. Di tengah arus media yang semakin menggila menyebarkan realitas-realitas palsu, harus diimbangi filter yang akan menyeleksi tiap dampak negatif yang mungkin muncul. Di sinilah muncul konsep media literacy yang diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan Indonesia.

Ketidakberdayaan masyarakat tidak bisa hanya diselesaikan pada tataran perubahan regulasi media massa. Tetapi juga, harus menyentuh kalangan publik. Hal itu menjadi penting mengingat di jaman yang semakin bebas ini, regulasi tidak akan bisa menyentuh isi media luar negeri ataupun juga menyentuh media internet. Karena itu, publik harus disadarkan bahwa mereka harus memiliki kekuatan sendiri untuk membentengi dirinya dari segala hal yang mungkin muncul. Baru kemudian setelah itu, regulasi media yang sehat akan menjadi tiang kukuh dalam mencegah dampak negatif dari media. 
Solusi yang kemudian muncul untuk mengatasi masalah ini adalah mengenai pembelajaran media literacy (melek media). Konsep yang muncul mengenai melek media adalah sebuah pembelajaran mengenai sebuah usaha agar masyarakat bisa menyaring tiap informasi yang didapatkan dari media massa. 
Pendidikan media itu nantinya juga berkutat masalah bagaimana media bekerja, bagaimana media memengaruhi masyarakat, ataupun mengenai penggunaan media yang sehat. Karena itu, tujuan akhir dari pembelajaran melek media adalah kultur penonton yang kritis.

Tanggung Jawab Gereja.

Pesan Paus Benediktus XVI dalam Memperingati Hari Komunikasi Sosial Se- dunia ke-42

Saudara-Saudari Terkasih,

1. Tema Hari Komunikasi Sedunia tahun ini –“Media Komunikasi Sosial: Pada persimpangan antara pengacuan diri dan pelayanan. Mencari kebenaran untuk berbagi dengan orang lain” – menekankan betapa pentingnya peranan media dalam kehidupan perorangan dan masyarakat. Sesungguhnya, dengan meluasnya pengaruh globalisasi, tak ada satupun ruang lingkup dalam pengalaman hidup manusia yang lolos dari pengaruh media. Media telah menjadi bagian integral dalam hubungan antarpribadi dan perkembangan hidup sosial, ekonomi, politik dan religius. Seperti yang telah Saya tandaskan dalam Pesanku untuk Hari Perdamaian Sedunia tahun ini (1 Januari 2008) bahwa: ’media komunikasi sosial terutama oleh kemampuannya untuk mendidik, ia memiliki tanggungjawab istimewa untuk memajukan rasa hormat terhadap keluarga, menguraikan secara jelas harapan-harapan dan hak-hak keluarga serta menghadirkan segala keelokannya’ (no 5).

2. Berkat perkembangan teknologi yang meroket, media telah memiliki kemampuan luar biasa yang serempak membawa berbagai pertanyaan dan persoalan baru yang tidak pernah dibayangkan sampai sekarang. Kita tidak dapat menyangkal sumbangsih yang diberikan oleh media dalam hal penyiaran berita, pengetahuan tentang peristiwa dan penyebaran informasi seperti peranannya yang menentukan dalam kampanye pemberantasan buta huruf dan kegiatan sosialisasi, pengembangan demokrasi dan dialog di antara bangsa-bangsa. Tanpa sumbangsih media, akan amat sulit mengembangkan dan memperkokoh saling pengertian di antara bangsa-bangsa, memungkin terwujudnya dialog perdamaian di dunia, memberikan jaminan akses ke informasi sekaligus menjamin sirkulasi gagasan secara leluasa teristimewa bagi mereka yang menggalakkan gagasan-gagasan kesetiakawanan dan keadilan sosial. Benar bahwa secara keseluruhan media bukanlah semata-mata sarana penyebaran gagasan. Media dapat dan harus juga menjadi sarana pelayanan bagi terciptanya rasa setia kawan dan keadilan yang lebih besar bagi dunia. 

Sayangnya betapapun demikian, ia sedang berubah menjadi sistem yang bertujuan mendorong manusia untuk menyerah kepada agenda yang didikte oleh kepentingan-kepentingan digdaya masa sekarang. Begitulah kalau komunikasi digunakan untuk maksud-maksud idiologis atau demi reklame agresif produk-produk konsumen. Dengan dalih untuk menghadirkan realitas, media dapat mengukuhkan atau memaksakan model-model pribadi, keluarga atau kehidupan sosial yang menyimpang. Bahkan, agar bisa menarik perhatian para pendengar dan meningkatkan jumlah khalayak, ia tidak ragu-ragu mempraktikkan berbagai pelanggaran, hal-hal yang tidak sopan dan kekerasan. Media juga dapat memperkenalkan dan mendukung model-model pembangunan yang bukannya memperkecil malah memperbesar jurang teknologi antara negara-negara kaya dan miskin. 

3. Umat manusia pada zaman sekarang berada pada persimpangan jalan. Hal ini berlaku juga untuk media seperti yang telah Saya tandaskan dalam ensiklik Spe Salvi tentang makna ganda kemajuan yang di satu pihak memberikan kemungkinan baru untuk kebaikan tetapi pada pihak lain membuka begitu besar peluang untuk hal-hal yang jahat yang tidak pernah ada sebelumnya (bdk. No.22). Karena itu kita seharusnya bertanya apakah bijaksana membiarkan sarana komunikasi sosial dipakai untuk kemajuan diri sendiri atau membiarkan penggunaannya di tangan mereka yang memanfaatkan untuk memanipulasi kesadaran manusia. Apakah tidak ada suatu prioritas untuk memastikan bahwa media komunikasi itu tetap mengemban misi pelayanan bagi pribadi dan bagi kebaikan bersama dan bahwa media komunikasi membantu mengembangkan ”formasi etis manusia . . . pertumbuhan batin manusia” (ibid.)? Pengaruhnya yang luar biasa dalam kehidupan perorangan maupun dalam masyarakat telah diakui secara luas, tetapi sekalipun demikian, dengan melihat kenyataan sekarang ini, dibutuhkan perubahan peranan media yang radikal dan menyeluruh. 
Pada masa sekarang, kian hari, komunikasi nampaknya tidak sekadar menghadirkan kenyataan tetapi justru menentukan kenyataan, memperlihatkan kekuatan dan daya mempengaruhi yang dimilikinya. Sudah menjadi nyata, misalkan, bahwa dalam situasi-situasi tertentu media tidak dipakai untuk maksud-maksud yang tepat untuk menyebarkan informasi, tetapi justru untuk ’menciptakan’ peristiwa. Perubahan peranan yang membahayakan seperti ini telah diperhatikan dengan sungguh-sungguh oleh banyak pemimpin Gereja. Justru karena kita sedang berurusan dengan kenyataan-kenyataan yang berdampak luas pada semua matra kehidupan manusia (moral, intelektual, religius, relasional, afektif, kultural) dimana nilai manusia dipertaruhkan, maka kita mesti menekankan bahwa tidak semua yang dimungkinkan secara teknis, juga diperbolehkan secara etis. Oleh karena itu, pengaruh media komunikasi dalam kehidupan modern mendatangkan berbagai pertanyaan yang tak dapat dielakkan, yang menuntut pilihan dan jalan keluar yang tidak dapat ditunda.

4. Peran yang dimainkan oleh media komunikasi sosial dalam masyarakat mestinya dianggap sebagai persoalan ’antropologis’ yang muncul sebagai tantangan kunci dalam milenium ketiga. Seperti yang kita saksikan dalam kehidupan manusia, dalam hidup perkawinan dan keluarga serta dalam isu-isu besar modern seperti perdamaian, keadilan, perlindungan terhadap mahkluk ciptaan, begitu juga di sektor komunikasi sosial terdapat matra-matra khas hidup manusia dan dimensi kebenaran yang berkaitan dengan pribadi manusia. Apabila komunikasi kehilangan daya penyangga etis dan menghindari diri dari pengawasan masyarakat maka ia tidak lagi menghiraukan sentra dan martabat luhur pribadi manusia. Dengan akibat, ia akan memberikan pengaruh negatif terhadap kesadaran manusia, terhadap pilihan putusan manusia dan secara definitif menentukan kebebasan dan hidup manusia itu sendiri. Oleh karena itu, merupakan sesuatu yang hakikih bahwa komunikasi sosial harus sungguh-sungguh membela pribadi dan menghormati martabat manusia secara utuh. Banyak orang berpikir bahwa dalam hal ini, dibutuhkan suatu ’info-etika’ sama halnya bio-etika di bidang kedokteran dan di bidang riset ilmiah yang berkaitan dengan kehidupan. 

5. Media harus menghindarkan diri untuk menjadi juru bicara aliran materialisme ekonomi dan relativisme etika, bencana serius di zaman kita ini. Walaupun demikian ia dapat dan harus memberikan sumbangsihnya agar kebenaran tentang umat manusia dikenal, membelanya melawan segala yang berkeinginan mengabaikan dan memusnahkannya. Bahkan boleh dikatakan bahwa mencari dan menghadirkan kebenaran tentang manusia adalah panggilan terluhur komunikasi sosial. Dengan memanfaatkan berbagai cara yang dimiliki media untuk maksud dan tujuan seperti ini adalah suatu tugas yang mulia yang pada tempat pertama dipercayakan kepada penanggungjawab dan operator di bidang ini. Akan tetapi dalam hal-hal tertentu, menyangkut kita semua di zaman globalisasi seperti sekarang, semua kita adalah konsumen dan operator komunikasi sosial. Media baru – secara istimewa telekomunikasi dan internet- sedang mengubah wajah komunikasi; dan barangkali ini merupakan peluang emas untuk mendisain, menjadikan wajah komunikasi menjadi lebih tampak yang oleh Pendahulu Saya Yohanes Paulus II, dianggap sebagai unsur-unsur kebenaran hakiki dan tak tergantikan dari pribadi manusia (bdk. Surat Gemba Perkembangan yang Cepat, 10). 

6. Manusia merasa haus akan kebenaran, ia mencari kebenaran; hal ini terbukti melalui minat dan kesuksesan yang dicapai sekian banyak penerbitan, program-program atau film-film bermutu dimana kebenaran, keindahan dan keluhuran manusia termasuk matra keimanan manusia diakui dan ditampilkan secara baik. Yesus mengatakan: ”Kamu akan mengetahui kebenaran dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yoh 8:32). Kebenaran yang memerdekan kita adalah Kristus, karena hanya Ia sendirilah yang dapat memberikan jawaban yang penuh terhadap kehausan akan hidup dan akan kasih yang ada dalam hati manusia. Barangsiapa yang telah menemukan Dia dan dengan senang hati menerima pewartaanNya, ia berkeinginan untuk membagikan dan mengkomunikasikan kebenaran itu. Santu Yohanes menandaskan: ”Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman Hidup . . .itulah yang kami wartakan kepada kamu, agar kamupun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-NyaYesus Kristus. Dan semuanya ini kami tuliskan kepada kamu, supaya sukacita kami menjadi sempurna” (1 Yoh 1:1-4). 

Marilah kita memohon kepada Roh Kudus agar selalu ada para komunikator yang berani dan saksi-saksi kebenaran yang sejati, percaya akan mandat Kristus dan memiliki minat yang besar terhadap warta iman, para komunikator yang ”tahu menerjemahkan kebutuhan budaya modern, memiliki komitmen untuk menghidupi abad komunikasi tanpa merasa asing dan ragu-ragu tetapi sebagi suatu periode berharga untuk mencari kebenaran serta memajukan persekutuan di antara umat manusia dan di antara bangsa-bangsa”

Dengan tulus hati, Saya menyampaikan berkatku kepada kamu sekalian.

6. Kesimpulan dan Penutup

Berkaitan dengan problematika seputar media massa dan pengaruhnya terhadap hidup berkeluarga kita perlu terus-menerus mencari dan mengupayakan upayakan dengan pelbagai macam cara, supaya buah-buah kebaikan, syukur dan penyadaran akan nilai-nilai kehidupan selalu kita sadari dan upayakan. Sayang apabila pelbagai pengalaman dan kebersamaan dalam keluarga berlalu begitu saja. Amat disayangkan juga kalau pelbagai sarana media yang kita miliki dan kita gunakan, tidak membawa kita kepada kemerdekaan hidup, namun justru membelenggu kita. Mari kita berbenah dan bersikap dalam penggunaan media. Dalam hal ini keluarga, Gereja dan masyarakat memiliki peran yang sangat menentukan. 

Mencermati akan hal ini lebih mendalam, kiranya sudah sewajarnyalah, kita perlu menghimbau kepada mereka yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemberitaan dan siaran di media massa di tanah air tercinta ini. Sisihkanlah barang sedikit keuntungan yang diperoleh untuk juga berpartisipasi dalam upaya pemerintah , membangun bangsa ini. Membangun karakter bangsa, terutama sekali membangun karakter para generasi muda bangsa, yang akan menghadapi lebih banyak lagi tantangan yang akan dihadapinya dimasa mendatang. Tantangan yang banyak berkait dengan kemajuan teknologi dan arus globalisasi yang tidak akan mungkin dapat dibendung tanpa ketahanan diri dan ketahanan bangsa yang berlandaskan pada karakter dan kepribadian yang kuat. Salah satunya adalah menghadapi pengaruh media massa yang memiliki kekuatan yang sangat dahsyat dalam pembentukan jiwa anak bangsa. Semoga.

2 komentar:

  1. trima kasih, materi ini sangat menbantu orang yagn ada di dunia globalisasi

    BalasHapus
  2. Gereja harus berberan aktif dalam memerangi ancaman yg akan menggoncangkan iman keluarga kristini.

    BalasHapus