Selasa, 18 Februari 2014

Martabat Manusia versus HIV dan AIDS (Perspekstif Agama Katolik)

HIV AIDS
(ilustrasi: indonesia.ucanews.com)
Pengantar

Manusia diciptakan sebagai “gambar/citra Allah” karena itu mulia derajatnya, banyak kemampuannya, besar tanggung jawabnya.Manusia adalah makhluk paling berharga di mata Allah, oleh karena itu manusia harus saling menjaga martabat mulia dan luhur itu dari bahaya kerusakan dan gangguan atas hidupnya, termasuk dari bahaya HIV dan AIDS

Dalam Kitab Suci dikatakan bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. “…, Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak di atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi” (Kej 1:26)

Mengenal HIV dan AIDS dan Cara Penularannya

AIDS (acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit berbahaya yang disebabkan oleh virus yang merusakkan sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh manusia melawan semua penyakit yang datang. Virus tersebut disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). Penyakit AIDS menduduki peringkat keempat penyebab kematian pada manusia dewasa di seluruh dunia. 

Di Indonesia kasus HIV pertama kali ditemukan 24 tahun yang lalu. Sejak tahun 2000, Indonesia tergolong sebagai Negara dengan epidemik HIV terkonsenterasi (karena prevalensi HIV pada populasi pecandu narkoba suntik/Penasun, PS/Penjaja seks, waria dan LSL/lelaki suka lelaki, di beberapa kota mencapai lebih dari 5 %). Secara khusus di Propinsi Papua, , epidemik HIV cenderung telah memasuki populasi umum yang menyebar 2,4 % populasi masyarakat umum dewasa. Lima propinsi terbesar penderita HIV dan AIDS adalah Bali, Jakarta, Batam, Surabaya dan Medan.

Cara penularannya meliputi (1) darah: transfusi darah, terkena darah HIV positif pada kulit yang terluka, terkena darah menstruasi pada kulit yang tertular, pemakaian jarum suntik yang tidak steril dan dipakai bersama-sama, pemakaian alat tusuk yang menembus kulit (yang tidak steril dan dipakai bersama); (2) hubungan seksual: carian semen, air mani, sperma dan peju pria. Misalnya laki-laki berhubungan dengan badan tanpa kondom atau pengaman lainnya, oral seks. Carian vagina pada perempuan. Misalnya berhubungan badan tanpa pengaman, pinjam meminjam alat bantu seks, oral seks. (3) Melalui ibu yang HIV positif kepada bayi yang dikandungnya: melalui proses kehamilan, proses menyusui, proses persalinan.



Komitmen untuk Sosialisasi Pengetahuan Komprehensif tentang HIV dan AIDS

Di tengah martabat manusia yang luhur itu, timbul penyakit HIV dan AIDS yang membahayakan kehidupan manusia. Di Indonesia, epidemi dan HIV dan AIDS dari waktu ke waktu menunjukkan peningkatan yang dapat menghancurkan generasi sekarang dan yang akan datang. 

HIV dan AIDS dipandang tidak saja menyangkut masalah kesehatan, tetapi juga terkait dengan masalah spiritualitas, psikososial, lingkungan, sosial, ekonomi, hukum dan politik.

Untuk itu, semua agama berkomitmen untuk memberikan tuntunan dan pedoman dalam semua aspek kehidupan termasuk sosialisasi HIV dan AIDS guna mengupayakan pencegahan dan penanggulangannya. 

Kebersamaan semua agama dalam komitmen ini merupakan kekuatan penting dalam mewujudkan kesinambungan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS. Sinergi dengan semua pihak terkait dapat mengoptimalkan upaya bersama dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS.



Penutup 

Martabat manusia amat berharga di hadapan Tuhan, oleh karena itu setiap orang harus menghargai tubuh dan kehidupannya, dan memuliakan dan mengabdi Tuhan lewat ketubuhan dan kehidupannya untuk kebahagiaan semua umat manusia. Bagi Indonesia, upaya pencegahan dan penanggulangan ini, dapat mengurangi dampak bahaya HIV dan AIDS bagi generasi penerus bangsa. 


Refleksi/Khotbah:

Martabat Manusia berhadapan dengan HIV dan AIDS 

Manusia memiliki harkat dan martabat yang tinggi di hadapan Tuhan, sekalipun ia miskin, kaya, lemah, sakit. Mereka yang terkena HIV, penderita AIDS juga merupakan makhluk berharga di mata Tuhan. Untuk itu, setiap manusia dipanggil untuk menjunjung kehidupannya.

Paus Yohanes Paulus II menegaskan: “Manusia dipanggil kepada kepatuhan hidup, yang jauh melampaui dimensi-dimensi hidupnya di dunia, sebab terdiri dari partisipasi dalam kehidupan Allah sendiri. Keluhuran panggilan adikodrati ini mewahyukan keagungan dan nilai tak terhingga hidup manusiawi bahkan pada tahap yang sementara ini”

Paus mendesak untuk bersama-sama dapat menyajikan kepada dunia kita ini tanda-tanda baru pengharapan. Ada semacam perang antara ‘budaya kehidupan’ dan ‘budaya kematian’. Akar terdalam dari peperangan ini adalah surutnya kesadaran akan Allah dan akan manusia, ciri iklim sosial dan budaya yang didominasi oleh sekularisme.

Mereka yang membiarkan diri dipengaruhi oleh iklim itu akan mudah terjebak dalam lingkaran setan yang menyedihkan; bila kesadaran akan Allah hilang, ada kecenderungan pula untuk kehilangan kesadaran akan manusia, martabat dan hidupnya.

Keprihatinan Pastoral

Ancaman serius dari HIV dan AIDS menimbulkan keprihatinan yang mendalam akan terciptanya tatanan kehidupan yang manusiawi (baca: budaya kehidupan). Itu semua adalah tanggung jawab semua orang. Akan tetapi komitmen ini tidak mengesampingkan atau mengurangi tanggung jawab masing-masing perorangan, yang oleh Tuhan dipanggil menjadi sesama bagi setiap orang, “Pergilah dan perbuatlah demikian!” (Bdk. Luk 10:37).

Apa yang harus kita lakukan

  • Membangun kehidupan yang manusiawi demi kesejahteraan umum.
  • Berhubungan dengan kelompok orang-orang seperti ini, kita berdiskusi masalah moral untuk membangun kehidupan yang lebih baik.
  • Berpastoral yang meliputi empat hal: (1) berkaitan dengan fisik: pembebasan dari ketergantungan fisik, (2) mental: mengembalikan kepercayaan diri sebagai pribadi berharga, (3) sosial: kemampuan membangun relasi yang manusiawi (4) spiritual: pengalaman akan Allah.
  • Kasus HIV dan AIDS mengubah kecenderungan manusia dari materia menjadikan sumber kehidupannya adalah ‘materia’, maka dibutuhkan solidaritas global untuk mengembalikan martabat manusia sebagai pembangun budaya hidup.



Penutup (refleksi)

Alkisah, ada seorang yang terperosok ke dalam lubang. Orang itu berteriak minta tolong. Kebetulan ada pejalan kaki lewat dekat lubang itu, Ia menolong tetapi tangannya tak mampu menggapai orang itu. Dengan menyesal ia pergi. Tak berapa lama datang pula seorang dengan tongkat. Ia pun menolongnya dengan tongkat. Apa daya ketika hampir terangkat, tongkat itu patah. Lewat pula seorang rabi. Dia mendengar rintihan orang itu dan masuk ke lubang lalu menyuruh naik lewat pundaknya sambil berkata: “Pergilah dengan damai!”. AMIN



(Khotbah ini diambil dari tulisan RD. Pius Riana Prabdi, dengan beberapa penyesuaian)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar